Share

Pertemuan

last update Huling Na-update: 2023-07-04 10:56:46

‘Ingin kumenatap tapi apalah daya kini hanya ada hal semu yang tak nyata. Kutak bisa menggapainya, bahkan menemukannya pun tak bisa.’

**

Suara alarm terdengar memekakkan telinga. Bintang semalam tidur terlalu malam hingga ketika benda berbentuk bulat dengan dua jarum yang berputar terus berdering, tak mampu membuatnya terbangun.

“Bintang! Sayang! Bangun! Kamu harus ke sekolah!”

Suara teriakan sang mami mampu membuat Bintang terbangun. Dengan malas Bintang meraba nakas dan mematikan alarm yang sejak tadi terus berbunyi. Dia mencoba membuka kelopak mata yang terasa lengket, hingga tatapan tertuju ke jendela di mana gorden sudah melambai karena tertiup angin.

Sebuah benda tergantung di dekat jendela, origami berbentuk bintang diikat rapi pada sebuah tali dan menjuntai ke bawah hingga setengah kusen jendela.

Bintang membuka kelopak mata lebar, melihat origami bintang dan memandangnya begitu lama.

“Meski langit ada, tapi aku tak pernah bisa menatap Langit.”

Gadis itu memilih bangun, kemudian bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri karena sudah kesiangan.

**

“Pagi Mi, Pi.” Bintang langsung menyapa kedua orangtuanya, tak lupa sebuah kecupan di pipi diberikan sebagai tanda kasih sayangnya.

“Pagi sayang,” balas Annetha yang sibuk mengambilkan sarapan untuk sang suami dan Orion.

“Pagi Orion!” Bintang mengusap kasar rambut adiknya, kemudian duduk di kursi yang terdapat di samping sang adik.

“Kakak! Kamu mengacaukan tatanan rambut kerenku!” keluh Orion sambil merapikan rambutnya.

Bukannya meminta maaf, Bintang malah semakin mengacak-acak rambut sang adik.

“Sudah keren, sudah keren, nggak perlu dibenerin,” goda gadis itu.

Orion kesal karena sang kakak malah menggodanya, lantas menepis tangan Bintang dan memberikan isyarat ke sang kakak jika akan membocorkan rahasia Bintang jika tak bersikap baik kepadanya.

“Berani, aku beri pelajaran kamu.” Bintang bicara tanpa suara dan hanya terlihat bibirnya yang bergerak.

“Kalau berani, akan aku beberkan semua ke Mami dan Papi,” balas Orion tanpa suara juga.

Annetha memandang kedua anaknya yang saling tatap tak bersuara, hingga berdeham dan membuat keduanya langsung duduk dengan benar.

“Cepat sarapan, nanti terlambat,” kata Annetha mengingatkan.

Bintang bergegas mengambil sendok dan mulai sarapan, begitu juga dengan Orion dan keduanya pun makan bersama.

“Mulai hari ini, Mami akan minta Pak Ujang jemput kamu tepat waktu, tidak ada alasan kerja kelompok atau apa, pokoknya jam empat Mami ingin kamu sudah berada di rumah,” perintah Annetha.

Bintang langsung melotot mendengar ucapan ibunya, sampai makanan yang sudah ada di mulut pun hampir keluar lagi karena bibir tak tertutup rapat.

“Mami, kalau ada tugas dadakan gimana?” tanya Bintang yang sebenarnya sedang membuat alasan.

“Ya kamu kerjakan di rumah,” jawab Annetha santai sambil duduk di kursi samping sang suami.

Arlan pun hanya melirik sekilas Bintang yang terlihat tak setuju dengan keputusan Annetha.

“Mami, terus kalau kerja kelompok?” Bintang masih mencoba membuat keputusan sang mami berubah. Dia tak mau waktunya dibatasi hanya karena kesalahan malam tadi.

“Tidak ada alasan, jika memang mau kerja kelompok, suruh saja teman-temanmu datang ke rumah. No debat!”

Annetha memilih tak menanggapi komplain Bintang lagi.

Bintang menggelembungkan kedua pipi, menatap sang ayah dan berharap mau menolong dirinya tapi ternyata sang ayah pun mematuhi keputusan yang dibuat Annetha.

**

Bintang dan Orion diantar Pak Ujang—sopir kepercayaan Annetha dan Arlan, untuk mengantar keduanya selamat sampai ke sekolah.

Bintang terlihat menyedot susu kotak rasa strawbery, memandang jalanan yang ramai saat di pagi hari karena orang-orang mulai berlalu lalang.

Bibir ranum gadis berumur tujuh belas tahun itu tak berhenti bergerak, hingga isi di dalam kotak susu habis hingga tandas.

“Habis,” gumam Bintang sambil memandang kotak susu itu.

Mobil yang dikemudikan Pak Ujang berhenti di lampu merah, Bintang pun membuka kaca jendela untuk melempar bekas kotak susu keluar.

“Kak jangan buang sembarangan,” kata Orion mengingatkan.

“Ih … apaan sih, kotak susu bekas doang.” Tanpa mendengarkan larangan sang adik, Bintang langsung melempar kotak susu itu keluar.

Tepat di saat kotak itu dilempar, sebuah motor sport yang dikendarai seorang pemuda, berhenti di samping kiri mobil Bintang, sehingga kotak susu yang dilempar tadi, akhirnya mengenai lengan pemuda tadi.

“Mampus.” Bintang langsung menunduk dan menaikkan kaca jendela.

“Kapok, mengenai orang! Buruan minta maaf!” perintah Orion saat melihat kakaknya bersembunyi.

“Hish … berisik. Diam kamu!” Bintang menekan intonasi nada suaranya, masih membungkuk agar pemuda yang terkena lemparan kotak susunya tak melihat.

Orion menghela napas kasar, terkadang mengeluh karena memiliki kakak yang tak bertanggung jawab sama sekali.

Pemotor tadi mengenakan helm tertutup, satu tangan mengusap jaket kulit yang terkena percikan sisa susu dari dalam kotak yang dibuang Bintang. Mungkin jika melihat wajahnya, pasti pemuda itu menggerutu karena ulah Bintang yang buang sampah sembarangan.

Orion menurunkan kaca mobil, hingga meletakkan dagu di tepian jendela.

“Kakak, maafkan kakakku, ya. Dia itu emang rada ….” Orion menjeda ucapannya, kemudian menggerakkan telunjuk di samping pelipis, sebagai isyarat jika sang kakak kurang genap pikirannya.

Bintang melotot dalam persembunyiannya mendengar ucapan sang adik, bagaimana bisa Orion mengatainya tidak waras.

“Mohon maaf ya, Kak,” ucap Orion lagi memelas.

Pemuda berhelm itu mengangguk tanda memaafkan tanpa bersuara, hingga pandangan pemuda itu beralih ke lampu lalu lintas yang sudah menunjukkan warna hijau. Pemuda itu memacu motor dan melesat begitu cepat.

“Wah, di balik helmnya, aku yakin dia sangat tampan dan keren,” gumam Orion memuji pemuda yang entah seperti apa wajahnya.

Bintang langsung duduk dengan benar setelah mobil berjalan, kemudian memukul sandaran kursi Orion karena kesal dibilang tidak waras.

“Enak saja mengataiku tidak waras!” gerutu Bintang.

“Siapa yang bilang tidak waras? Aku hanya bilang kalau kakak rada-rada,” balas Orion membela diri.

Bintang sebal mendengar pembelaaan Orion, lagi pula kenapa adiknya tadi harus membuka jendela.

“Kenapa kamu harus meminta maaf?” tanya Bintang. Dia sebenarnya takut jika pemuda tadi marah kepadanya.

“Namanya salah harus minta maaf, Kakak! Ish … ini kalau Mami tahu, dia bisa mengomel tujuh hari tujuh malam,” jawab Orion sambil mengingatkan betapa garangnya sang mami.

“Jangan bilang Mami!” Bintang mengingatkan karena Orion sering mengadu jika dirinya melakukan kesalahan.

“Uang tutup mulut dulu!” Orion menengadahkan tangan ke arah sang kakak untuk memeras.

Bintang sangat geram dengan sang adik yang sedikit-sedikit meminta uang, hingga memukul telapak tangan Orion sampai mengaduh. Pak Ujang hanya tertawa mendengar pertengkaran kedua kakak adik itu, sudah biasa jika mereka tak akur, tapi meski begitu tahu kalau Bintang dan Orion saling menyayangi.

**

Mobil yang dikemudikan Pak Ujang sampai di depan sekolah Bintang. Pria berumur empat puluh tahunan itu memarkirkan mobil di dekat gerbang sekolah.

“Non, nanti sore setengah empat saya sudah jemput,” kata Pak Ujang mengingatkan jika jam empat harus sudah sampai rumah, jadi Bintang tidak boleh telat pulang.

“Iya Pak Ujang.” Bintang menutup pintu mobil, kemudian melambaikan tangan ke Orion yang akan diantar ke sekolahnya.

Bintang melangkahkan kaki dengan ringan dan riang, kedua tangan memegang tali tas ransel yang melingkar di kedua pundak. Hingga langkah kaki terhenti saat pandangan melihat sesuatu yang tak asing untuknya, Bintang menelan ludah susah payah, wajahnya tiba-tiba berubah pucat.

“Mati aku!”

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
vieta_novie
Orion menang banyak nih...bakal dpt tambahan uang saku dari bintang buat tutup mulut hihihihi...
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Bintang untuk Langit    Bukan Sebuah Akhir-Tamat

    Joya melotot mendengar ucapan Langit, kenapa putranya tiba-tiba ingin kembali pindah sekolah. Sungguh hal ini membuat Joya begitu pusing. “El, jangan bercanda!” “Aku tidak bercanda, Mi. Aku mau pindah sekolah, aku mau keluar negeri,” ujar Langit meyakinkan. Joya memegangi kening sambil mendesis, kemudian menatap putranya dan kembali berkata, “Kamu sebentar lagi ujian, El. Jangan mengada-ada.” “Aku tidak mengada-ada. Aku mau pindah, segera, secepatnya! Jika Mimi tidak mengabulkannya, maka aku tidak akan pernah melanjutkan studiku, biar saja aku tidak memiliki pendidikan!” ancam Langit. Joya semakin syok, bahkan dadanya mendadak sesak karena tidak ada oksigen yang bisa masuk ke paru-parunya. Asisten Joya sampai menopang tubuh atasannya itu, karena Joya hampir limbung. “El, mimi mohon. Jangan bercanda,” ucap Joya sambil mengatur emosi dan juga napas yang terasa berat. “Aku tidak bercanda, Mi. Mimi pilih memindahkanku, atau aku tidak akan pernah mau sekolah.” Joya menatap Langit de

  • Bintang untuk Langit    Sama-sama Hancur

    Bintang terduduk lemas di tanah begitu Langit pergi. Dia menekuk kedua kaki dan memeluknya, menyembunyikan wajah dan menangis sejadinya. Bintang tahu bahwa keputusannya tidak hanya menyakiti Langit, tapi juga menyakiti diri sendiri. Namun, semua keputusan itu dilakukan karena dia takut dan tidak bisa melihat Langit sedih jika mengetahui dirinya sakit. Dia lebih rela dibenci, daripada melihat orang yang dicintainya menangis. “Bin.” Anta ternyata menyusul Bintang setelah melihat Langit pergi. Dia kini melihat adik sepupunya itu duduk di tanah sambil menangis. Bintang mengangkat wajah, kemudian menatap Anta yang memandangnya iba. Bintang tiba-tiba semakin menangis, membuat Anta terkejut dan langsung memeluk Bintang. Bintang pun akhirnya meluapkan rasa sesak di dada, perpisahan dengan Langit sebenarnya menghancurkan dirinya sendiri. “Lihat dirimu, Bin. Apa kamu yakin ingin putus dengan Langit? Kamu tahu jika tidak bisa, kenapa memaksa? Langit harus tahu alasanmu, Bin. Jangan menyakiti

  • Bintang untuk Langit    Membuangku?

    Perubahan Bintang jelas membuat Langit merasa heran. Dia tidak tahu kenapa tiba-tiba saja Bintang menjaga jarak darinya, bahkan Bintang tidak mau diantar pulang dan berkata jika sopir sudah menjemputnya.“El, gue mau ngomong sama loe sepulang sekolah,” ucap Bintang sebelum duduk di kursinya. Dia berdiri dan memandang Langit yang sudah duduk di kursinya.Anta menatap Bintang dan Langit secara bergantian, dia jelas tahu apa yang akan dibicarakan Bintang ke Langit. Namun, dia sudah janji untuk tidak memberitahu Langit, hingga dia pun diam dan bersikap seolah tidak tahu apa-apa.Langit sendiri terkejut mendengar ucapan Bintang, sudah beberapa hari Bintang menghindarinya, tapi kini dia hendak membicarakan sesuatu dengannya, dan Bintang terlihat begitu serius.“Oke.” Langit pun setuju untuk bicara dengan Bintang sepulang sekolah, meski sedikit merasa aneh dengan sikap Bintang.Bintang tidak tersenyum seperti dulu saat berhadapan dengan Langit. Dia benar-benar bersikap seolah tidak menyukai

  • Bintang untuk Langit    Anta Curiga

    Setelah dua hari tidak berangkat sekolah, Bintang akhirnya kembali untuk belajar. Wajahnya pucat dan lesu tidak seperti biasanya. Dia berjalan dan melihat Laras yang sedang menuju gedung sekolah, Bintang pun berjalan dengan cepat untuk menyusul.“Laras!” Bintang memanggil temannya itu.Bintang tahu kalau Laras marah, tapi sebagai teman yang sudah bersama lama, tentunya Bintang ingin memperbaiki itu semua. Dia berusaha mengalah, karena tidak ingin hubungannya dengan Laras rusak.Laras menghentikan langkah mendengar Bintang memanggil, wajahnya terlihat malas seolah benar-benar membenci Bintang hanya masalah laki-laki.“Mau apa lagi loe?” Laras langsung bicara ketus ke Bintang.“Loe masih marah?” tanya Bintang sambil menatap Laras dengan wajah sendu.“Menurut loe?” Laras melipat kedua tangan di depan dada, menatap sinis ke Bintang yang berdiri di depannya.“Apa hanya karena Langit, loe jadi bersikap kek gini? Gue memang suka sama Langit, dia juga gitu. Ya apa salah kalau gue jadian sama

  • Bintang untuk Langit    Vonis Penyakit

    Bintang terdiam di kamarnya setelah makan malam. Dia melihat gelagat aneh dari ayahnya yang hanya diam sejak pulang kerja hingga makan malam. Sesekali Arlan tampak tersenyum ketika bicara, tapi Bintang sadar jika sang papi sedang merasa tertekan.Hingga Bintang mengingat ucapan yang didengarnya saat berada di rumah sakit, saat dia baru sadar setelah mendapatkan penanganan dari dokter.“Jadi, apa yang terjadi dengannya?”“Untuk saat ini, dilihat dari gejala-gejala yang dialami, saya mengindikasi kalau putri Anda mengidap penyakit lupus karena sistem kekebalan tubuh menyerang jaringan tubuh itu sendiri. Tapi ini hanya indikasi saja, sebab itu kami akan melakukan tes darah dan yang lainnya lebih lanjut untuk memastikan.”Bintang terdiam sambil memeluk kedua kaki dengan tatapan kosong lurus ke depan. Dia mendengar samar-samar pembicaraan dokter dengan kedua orangtuanya saat di rumah sakit, sampai mendengar sang mami yang menangis karena terkejut dengan informasi yang diberikan dokter.Saa

  • Bintang untuk Langit    Sakit Apa?

    “Bin.” Annetha masuk ke kamar Bintang. Melihat putrinya duduk di atas ranjang sambil menyembunyikan wajah.Bintang buru-buru menyeka buliran kristal bening yang luruh di wajah saat mendengar suara sang mami. Hingga mengangkat wajah dan mencoba tersenyum ke Annetha yang sedang berjalan menghampirinya.“Kamu nangis?” tanya Annetha saat melihat wajah Bintang yang sedikit basah. Belum lagi mata dan hidung Bintang juga merah.“Ga, kok Mi.” Bintang mencoba mengelak.Annetha tidak langsung percaya begitu saja. Namun, dia pun tidak ingin menekan putrinya untuk jujur, jika memang Bintang tidak mau bicara.“Kamu sudah meminum obatmu?” tanya Annetha sambil duduk di tepian ranjang.“Sudah, Mi.”Annetha meraih tangan Bintang, mengamati apakah ruam yang muncul sudah hilang dari kulit putrinya.Bintang memperhatikan sang mami yang tampak cemas, hingga kemudian memberanikan diri bertanya, “Mi, sebenarnya aku sakit apa?” tanya Bintang saat Annetha masih memperhatikan kulit tangannya.“Ya?” Annetha ter

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status