Share

6 - Perasaan Ini

Kairan kembali mengendarai mobilnya, selama di dalam mobil dia benar-benar kesal apalagi terkait pembicaraan Airin dan Tristan karena ia takt ahu sama sekali hubungan dua orang tersebut. Kairan bingung, sejauh mana sudah sebenarnya Airin pernah berpacaran? Apakah gadis di sebelahnya ini sama dengan gadis-gadis nakal di luaran sana yang ganti-ganti pasangan dan hanya pura-pura polos?

Karena emosi dan penuh pertanyaan, Kairan Valo menghentikan mendadak mobilnya saat baru melintas gerbang utama perumahan. Ia menghentikan mobilnya itu di taman utama perumahan yang masih ramai akan pengunjung.

“Dia tadi siapa?” tanya Kairan tiba-tiba.

“Bukan urusan kamu.”

“Ini urusan aku,” tangkapnya. “Jawab pertanyaan aku!”

“Apa hubungannya sama kamu?” tanya balik Airin. “Masalah hidup aku nggak ada hubungannya sama kamu, Kairan Valo.”

“Aku nggak pernah biarin milik aku, dimiliki orang lain.”

Bola mata Airin membelalak.

“Kamu milik aku, Kim Ai Rin!”

“Aku bukan milik kamu, Kairan Valo! Aku tau kamu nggak setuju sama pernikahan orang tua kita, kamu akhirnya ganggu aku biar aku bisa merengek ke Mamaku agar membatalkan rencana pernikahannya! Tapi masalah hidup aku sama orang lain, itu nggak ada sangkut pautnya!” omel Airin. “Kamu tau? Aku bisa aja laporin semua perbuatan kamu ini, tapi aku diam demi kebahagian Mama aku.” Kim Ai Rin hampir menangis.

“Awalnya iya, awalnya aku sengaja bersikap kurangajar ke kamu agar kamu tidak setuju sama pernikahan orang tua kita,” jelas Kairan. “Tapi semakin lama, aku rasa bukan itu alasan aku perlakuin kamu seperti ini.”

Bola mata Airin masih berkaca-kaca.

“Aku kaya gini karena aku suka, sepertinya aku tertarik beneran. Aku akan pastikan itu,” ucap Kairan santai.

“Kamu bukan tertarik, kamu tu cowok paling nggak tau malu!”

Kairan menagangguk. “cuma ke kamu, Airin.”

“Dasar cowok gila!”

“Aku nggak peduli apa kata kamu, yang jelas aku akan buat kamu juga suka sama aku.”

“Nggak akan aku suka sama cowok gila kaya kamu! Walau kamu aktor, walau kamu tampan, walau kamu banyak duit … aku nggak akan ….”

“Lihat kamu marah-marah kaya gini, aku makin suka.”

Airin langsung membungkam mulutnya.

Kairan mengembalikan posisi duduknya, mengendarai mobilnya kembali dan membiarkan Airin membisu.

Lelaki itu tidak langsung membawa gadis itu kembali ke rumah, melainkan berputar-putar tanpa arah di setiap jalan yang dilalui. Selama itu, mereka dalam keheningan. Airin sibuk akan kekesalannya, sedangkan Kairan sibuk akan perasaannya yang ia rasa bukan rasa biasa.

Kairan heran, kenapa ia sangat tertarik pada gadis ini? Kenapa ia tidak suka melihat gadis itu memiliki hubungan dengan orang lain? Yang jelas Kairan galau tingkat dewa.

“Mau berapa jam lagi muter-muter nggak jelas?” omel Airin, sudah hampir satu jam lamanya Kairan memutari jalanan tanpa arah.

“Aku lagi pastikan perasaan aku,” jelasnya.

“Aku nggak butuh kepastian perasaan kamu, aku cuman mau kamu antar aku pulang.

“Iya bentar lagi.”

Kairan mendengar helaan napas gadis itu, begitu berat. Kai sadar, pasti gadis itu sangat marah

padanya karena tindakannya yang semana-mena selama ini.

*

Usai berkendara lebih dari satu jam tanpa arah, laki-laki itu kembali mengikuti arah tujuan ke rumah Airin.

Saat tiba, ia memarkir mobilnya di halaman rumah Airin dalam beberapa menit saja.

Airin keluar dari mobil dengan tatapan kesalnya, namun tatapannya hilang saat melihat seorang Tristan yang duduk di kursi teras rumah dan langsung menghampirinya. “Airin?”

“Tristan.” Wajah Airin cerah seketika melihat adanya Tristan. Baginya, Tristan seperti obat di kala sakit.

Berbeda dengan Airin, Kairan menatapnya penuh kecemburuan. Begitu juga dengan wajah Tristan yang menampakkan seribu pertanyaan saat melihat hadirnya Kairan.

Kali ini Tristan sadar siapa yang ia temui di mall beberapa jam lalu, ternyata adalah seorang aktor yang sering seliweran di layar kaca bioskop itu.

“Itu cowok tadi? Siapa kamu?” tanya Tristan, menatap Kairan dengan tajam.

“Oh ini, Tristan aku belum cerita … jadi calon Mama kali ini Om Yoseph, ini dia anaknya … Kairan Valo,” jelas Airin.

Mendengar penejelasan itu, Tristan mengangguk dengan wajahnya yang tampak mengerti. “Tristan,” ujarnya mengulurkan tangan.

“Kai,” sahut Kairan, sebisa mungkin tampak ramah. Mungkin saja baginya Tristan adalah satu penggemar, sehingga harus bersikap baik.

“Kamu ngapain ke sini?” tanya Airin pada laki-laki itu.

“Kangen aja sama adik aku yang satu ini,” jawab Tristan, sambil membelai rambut Airin seperti biasanya dengan tatapan penuh arti.

Spontan Airin wajahnya memerah karena malu dan wajah Kairan memerah karena cemburu.

“Itu doang? Gara-gara kangen aja?” tambah gadis itu.

“Em, sama penasaran. Kenapa setiap aku chat kamu, kamu nggak pernah jawab. Aku khawatir, Kim Ai Rin.”

Airin tersenyum kecil. “Iya sibuk.”

“Sesibuk apapun kamu, kamu harusnya kasih kabar. Abang Trisatan kan khawatir sama adik abang yang satu ini.” Tristan semakin memanjakannya.

Mendengar kalimat itu, Kairan langsung terkekeh. “Gue yang bakal jadi abangnya, bukan lo.”

Tristan tercekat.

“Habis ini, Kim Ai Rin bakal jadi adik tiri gue. Jadi gue otomatis yang bakal lindungin dia,” tambah Kairan, menarik Airin ke sisinya.

“Lo nggak bisa lindungi dia,” balas Tristan, ia menarik kembali Airin agar di sisinya. “Lo artis, harus jaga image. Jangan buat kegaduhan nanti di beritain nggak benar.”

“Nggak masalah, yang ada nama gue makin harum kalau buat kegaduhan demi menyelamatkan anggota keluarga,” balas Kairan, ia menarik gadis itu lagi.

Tristan tidak suka, ia tidak suka ada orang lain selain dirinya yang Airin anggap selain pelindung. Entah kenapa ia kesal pada aktor yang tinggi badannya beda tipis dengannya itu, padahal semua yang Kairan ucapkan memang masuk akal dan tidak ada salahnya. Lagi pula tidak ada ruginya bagi Tristan.

Melihat dua lelaki itu saling menatap tajam, Airin hanya bisa mengerjapkan mata. Ia bingung, kondisinya seperti sedang terjebak di drama Korea.

“Airin, besok pagi aku antar kaya biasanya ya ke tempat kerja,” ujar Tristan tiba-tiba, mengalihkah pandangannya pada Airin. “Besok abang mulai nggak sibuk kok. Sori kemarin-kemarin abang sibuk.”

Kairan hanya tersenyum masam, tak ingin memperpanjang perdebatan.

Ia berpamitan pada Kim Hanna yang ada di salon untuk kembali ke rumahnya. Kim Hanna memberi titipan beberapa bekal buatannya untuk di makan oleh keluarga Valo di rumah saat calon anak tirinya itu pulang.

*

Senin, 05.00 am.

Masih terbilang subuh, sekitar pukul lima lebih sepuluh menit sebuah mobil mewah sudah berhenti di halaman parkiran keluarga Kim. Dengan gagahnya seorang laki-laki melangkahkan kakinya yang panjang menginjak beberapa rumput yang masih basah karena embun pagi.

Melihat kedatangan laki-laki itu, spontan Kim Hanna terkejut. Bagaimana bisa sebelum Matahari menyentrong kulit tiba-tiba Yoseph Valo dan anaknya datang ke rumah membawa beberapa rantang makanan.

“Darling?” ujar Hanna, meninggalkan sapu lidinya lalu berlari kecil menghampiri calon suaminya.

“Darlingku!” Yoseph tak kalah riang, ia langsung memeluk Hanna dalam hitungan detik.

“Darling why ke sini subuh-subuh? Tumben!” Hanna masih tak bisa menyimpan wajah sumringahnya.

Yoseph menaikkan rantang yang ia bawa. “Surprise! Mau sarapan pagi di rumah kamu. boleh?”

“Boleh banget darling! Ah, so sweet. Yuk masuk!” Hanna mendorong Kairan dan Yoseph hingga memasuki rumahnya yang masih sepi dan hanya tampak si mbok di dapur.

Mata Kairan ke sana ke sini, mencari sosok yang ia rindukan sejak kemarin berpisah. Namun tidak ada di penglihatannya.

“Mana si Airin, te?” tanya Kairan, saat si Mbok meletakkan segelas teh untuk Yoseph dan segelas kopi untuk Kairan.

“Paling masih tidur, dia bangun tuh jam enam biasanya,” jawab Kim Hanna, mulai menata semua makanan yang di bawa oleh keluarga Valo di meja makan meski masih terlalu dini, sedangkan keluarga Valo duduk di sofa menghadap TV.

“Berangkat kerja jam berapa dia?” tanya Kairan lagi, ia beranjak dari duduknya lalu menghampiri Kim Hanna.

“Jam tujuh lebih gitu, Kai. Katanya jam delapan kurang harus udah di kantor.”

Kairan angguk-angguk tanda mengerti. “Kalau gitu sekalian Kairan ke studio sih, biar Kairan antar.”

“Baguslah, kamu akhirnya mulai perhatian sama calon adik kamu,” sahut Yoseph, mencomot roti goreng buatan si mbok.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status