Kairan kembali mengendarai mobilnya, selama di dalam mobil dia benar-benar kesal apalagi terkait pembicaraan Airin dan Tristan karena ia takt ahu sama sekali hubungan dua orang tersebut. Kairan bingung, sejauh mana sudah sebenarnya Airin pernah berpacaran? Apakah gadis di sebelahnya ini sama dengan gadis-gadis nakal di luaran sana yang ganti-ganti pasangan dan hanya pura-pura polos?
Karena emosi dan penuh pertanyaan, Kairan Valo menghentikan mendadak mobilnya saat baru melintas gerbang utama perumahan. Ia menghentikan mobilnya itu di taman utama perumahan yang masih ramai akan pengunjung.“Dia tadi siapa?” tanya Kairan tiba-tiba.“Bukan urusan kamu.”“Ini urusan aku,” tangkapnya. “Jawab pertanyaan aku!”“Apa hubungannya sama kamu?” tanya balik Airin. “Masalah hidup aku nggak ada hubungannya sama kamu, Kairan Valo.”“Aku nggak pernah biarin milik aku, dimiliki orang lain.”Bola mata Airin membelalak.“Kamu milik aku, Kim Ai Rin!”“Aku bukan milik kamu, Kairan Valo! Aku tau kamu nggak setuju sama pernikahan orang tua kita, kamu akhirnya ganggu aku biar aku bisa merengek ke Mamaku agar membatalkan rencana pernikahannya! Tapi masalah hidup aku sama orang lain, itu nggak ada sangkut pautnya!” omel Airin. “Kamu tau? Aku bisa aja laporin semua perbuatan kamu ini, tapi aku diam demi kebahagian Mama aku.” Kim Ai Rin hampir menangis.“Awalnya iya, awalnya aku sengaja bersikap kurangajar ke kamu agar kamu tidak setuju sama pernikahan orang tua kita,” jelas Kairan. “Tapi semakin lama, aku rasa bukan itu alasan aku perlakuin kamu seperti ini.”Bola mata Airin masih berkaca-kaca.“Aku kaya gini karena aku suka, sepertinya aku tertarik beneran. Aku akan pastikan itu,” ucap Kairan santai.“Kamu bukan tertarik, kamu tu cowok paling nggak tau malu!”Kairan menagangguk. “cuma ke kamu, Airin.”“Dasar cowok gila!”“Aku nggak peduli apa kata kamu, yang jelas aku akan buat kamu juga suka sama aku.”“Nggak akan aku suka sama cowok gila kaya kamu! Walau kamu aktor, walau kamu tampan, walau kamu banyak duit … aku nggak akan ….”“Lihat kamu marah-marah kaya gini, aku makin suka.”Airin langsung membungkam mulutnya.Kairan mengembalikan posisi duduknya, mengendarai mobilnya kembali dan membiarkan Airin membisu.Lelaki itu tidak langsung membawa gadis itu kembali ke rumah, melainkan berputar-putar tanpa arah di setiap jalan yang dilalui. Selama itu, mereka dalam keheningan. Airin sibuk akan kekesalannya, sedangkan Kairan sibuk akan perasaannya yang ia rasa bukan rasa biasa.Kairan heran, kenapa ia sangat tertarik pada gadis ini? Kenapa ia tidak suka melihat gadis itu memiliki hubungan dengan orang lain? Yang jelas Kairan galau tingkat dewa.“Mau berapa jam lagi muter-muter nggak jelas?” omel Airin, sudah hampir satu jam lamanya Kairan memutari jalanan tanpa arah.“Aku lagi pastikan perasaan aku,” jelasnya.“Aku nggak butuh kepastian perasaan kamu, aku cuman mau kamu antar aku pulang.“Iya bentar lagi.”Kairan mendengar helaan napas gadis itu, begitu berat. Kai sadar, pasti gadis itu sangat marahpadanya karena tindakannya yang semana-mena selama ini.*Usai berkendara lebih dari satu jam tanpa arah, laki-laki itu kembali mengikuti arah tujuan ke rumah Airin.Saat tiba, ia memarkir mobilnya di halaman rumah Airin dalam beberapa menit saja.Airin keluar dari mobil dengan tatapan kesalnya, namun tatapannya hilang saat melihat seorang Tristan yang duduk di kursi teras rumah dan langsung menghampirinya. “Airin?”“Tristan.” Wajah Airin cerah seketika melihat adanya Tristan. Baginya, Tristan seperti obat di kala sakit.Berbeda dengan Airin, Kairan menatapnya penuh kecemburuan. Begitu juga dengan wajah Tristan yang menampakkan seribu pertanyaan saat melihat hadirnya Kairan.Kali ini Tristan sadar siapa yang ia temui di mall beberapa jam lalu, ternyata adalah seorang aktor yang sering seliweran di layar kaca bioskop itu.“Itu cowok tadi? Siapa kamu?” tanya Tristan, menatap Kairan dengan tajam.“Oh ini, Tristan aku belum cerita … jadi calon Mama kali ini Om Yoseph, ini dia anaknya … Kairan Valo,” jelas Airin.Mendengar penejelasan itu, Tristan mengangguk dengan wajahnya yang tampak mengerti. “Tristan,” ujarnya mengulurkan tangan.“Kai,” sahut Kairan, sebisa mungkin tampak ramah. Mungkin saja baginya Tristan adalah satu penggemar, sehingga harus bersikap baik.“Kamu ngapain ke sini?” tanya Airin pada laki-laki itu.“Kangen aja sama adik aku yang satu ini,” jawab Tristan, sambil membelai rambut Airin seperti biasanya dengan tatapan penuh arti.Spontan Airin wajahnya memerah karena malu dan wajah Kairan memerah karena cemburu.“Itu doang? Gara-gara kangen aja?” tambah gadis itu.“Em, sama penasaran. Kenapa setiap aku chat kamu, kamu nggak pernah jawab. Aku khawatir, Kim Ai Rin.”Airin tersenyum kecil. “Iya sibuk.”“Sesibuk apapun kamu, kamu harusnya kasih kabar. Abang Trisatan kan khawatir sama adik abang yang satu ini.” Tristan semakin memanjakannya.Mendengar kalimat itu, Kairan langsung terkekeh. “Gue yang bakal jadi abangnya, bukan lo.”Tristan tercekat.“Habis ini, Kim Ai Rin bakal jadi adik tiri gue. Jadi gue otomatis yang bakal lindungin dia,” tambah Kairan, menarik Airin ke sisinya.“Lo nggak bisa lindungi dia,” balas Tristan, ia menarik kembali Airin agar di sisinya. “Lo artis, harus jaga image. Jangan buat kegaduhan nanti di beritain nggak benar.”“Nggak masalah, yang ada nama gue makin harum kalau buat kegaduhan demi menyelamatkan anggota keluarga,” balas Kairan, ia menarik gadis itu lagi.Tristan tidak suka, ia tidak suka ada orang lain selain dirinya yang Airin anggap selain pelindung. Entah kenapa ia kesal pada aktor yang tinggi badannya beda tipis dengannya itu, padahal semua yang Kairan ucapkan memang masuk akal dan tidak ada salahnya. Lagi pula tidak ada ruginya bagi Tristan.Melihat dua lelaki itu saling menatap tajam, Airin hanya bisa mengerjapkan mata. Ia bingung, kondisinya seperti sedang terjebak di drama Korea.“Airin, besok pagi aku antar kaya biasanya ya ke tempat kerja,” ujar Tristan tiba-tiba, mengalihkah pandangannya pada Airin. “Besok abang mulai nggak sibuk kok. Sori kemarin-kemarin abang sibuk.”Kairan hanya tersenyum masam, tak ingin memperpanjang perdebatan.Ia berpamitan pada Kim Hanna yang ada di salon untuk kembali ke rumahnya. Kim Hanna memberi titipan beberapa bekal buatannya untuk di makan oleh keluarga Valo di rumah saat calon anak tirinya itu pulang. *Senin, 05.00 am.Masih terbilang subuh, sekitar pukul lima lebih sepuluh menit sebuah mobil mewah sudah berhenti di halaman parkiran keluarga Kim. Dengan gagahnya seorang laki-laki melangkahkan kakinya yang panjang menginjak beberapa rumput yang masih basah karena embun pagi.Melihat kedatangan laki-laki itu, spontan Kim Hanna terkejut. Bagaimana bisa sebelum Matahari menyentrong kulit tiba-tiba Yoseph Valo dan anaknya datang ke rumah membawa beberapa rantang makanan.“Darling?” ujar Hanna, meninggalkan sapu lidinya lalu berlari kecil menghampiri calon suaminya.“Darlingku!” Yoseph tak kalah riang, ia langsung memeluk Hanna dalam hitungan detik.“Darling why ke sini subuh-subuh? Tumben!” Hanna masih tak bisa menyimpan wajah sumringahnya.Yoseph menaikkan rantang yang ia bawa. “Surprise! Mau sarapan pagi di rumah kamu. boleh?”“Boleh banget darling! Ah, so sweet. Yuk masuk!” Hanna mendorong Kairan dan Yoseph hingga memasuki rumahnya yang masih sepi dan hanya tampak si mbok di dapur.Mata Kairan ke sana ke sini, mencari sosok yang ia rindukan sejak kemarin berpisah. Namun tidak ada di penglihatannya.“Mana si Airin, te?” tanya Kairan, saat si Mbok meletakkan segelas teh untuk Yoseph dan segelas kopi untuk Kairan.“Paling masih tidur, dia bangun tuh jam enam biasanya,” jawab Kim Hanna, mulai menata semua makanan yang di bawa oleh keluarga Valo di meja makan meski masih terlalu dini, sedangkan keluarga Valo duduk di sofa menghadap TV.“Berangkat kerja jam berapa dia?” tanya Kairan lagi, ia beranjak dari duduknya lalu menghampiri Kim Hanna.“Jam tujuh lebih gitu, Kai. Katanya jam delapan kurang harus udah di kantor.”Kairan angguk-angguk tanda mengerti. “Kalau gitu sekalian Kairan ke studio sih, biar Kairan antar.”“Baguslah, kamu akhirnya mulai perhatian sama calon adik kamu,” sahut Yoseph, mencomot roti goreng buatan si mbok.Kairan Valo dan Yoseph Valo beserta beberapa pekerja di kebun keluarga Kim bekerja keras memindah beberapa pot kembang agar terlihat berbeda. Kairan begitu kuat, ia mampu mengangkat pot besar itu sendiri padahal yang lain harus berdua. Sedangkan Yoseph, baru tiga kali mengangkat sudah ngos-ngosan dan berkeringat. Di sebelahnya ada Kim Hanna yang memijat-mijat sambil mengipasi Yoseph. “Darling capek ya, maafin ya darlingku.” “Maklum darling, udah berumur nggak sekuat jaman muda. Hufh, hufh …,” candanya. “Tuh Kairan, nggak ada capeknya tuh.” Kim Hanna menatap arah pandangan Yoseph, ia tersenyum. “Beruntungnya Airin punya kakak kaya dia.” Yoseph mengangguk. “Jadi nggak sabar buat menikah.” “Ih, darling!” Pukul setengah tujuh pagi, keluarga Kim dan keluarga Valo duduk di kursi meja makan, menyantap beberapa makanan yang tersaji. Berbeda dengan Yoseph dan Hanna yang suap-suapan di mabuk asmara, yang terjadi pada Airin adalah kecanggungan karena duduk bersebelahan dengan Kairan. Sedan
“Bang Tristan!” panggil Airin dengan suara riangnya, melangkah happy masuk begitu saja ke kamar milik tetangganya itu saat pukul tujuh malam membawa sekotak cake kesukaan Tristan yang ia olah sendiri dengan penuh kasih sayang. “Rin?” sahut Tristan, ia duduk di kursi kerjanya. Di dalam kamar Tristan memang tidak hanya ada kasur dan sofa, melainkan ada ruang kerja kecil di sudut kanan dekat jendela. Maklum hobinya Tristan adalah bekerja hingga jatuh sakit karena kelelahan. Tristan yang kini berprofesi sebagai pengacara muda itu juga menangani banyak kasus, maka dari itu istirahatnya kurang. “Kata Mama kamu sakit, jadi aku buatin cake kesukaan kamu nih,” katanya, duduk di sebrang meja Tristan. Tristan tersenyum, ia menutup laptopnya dan melepas kacamata kerjanya. “Brownis kesukaan aku nih?” Airin mengangguk. “Kapan kamu buatnya, Rin? Kan kerja kan tadi?” “Iya tadi pulang kerja langsung buat dikit, khusus buat kamu. Biar cepat sembuh.” “Thanks ya,” katanya membelai rambut Airin, ke
“Makasih ya Tristan, udah ikut bantu juga,” ucap Kim Hanna saat berada di kamar 1208, kamar Airin. “Iya tante, sama-sama,” ujar Tristan yang duduk di salah satu sofa kamar. “Eh Kinan mana?” tanya Kim Hanna lagi, masih mengambil pakaian di koper Airin. “Udah pulang duluan tadi.” “Kamu juga pulang apa mau tante pesenin kamar?” tanya Kim Hanna lagi. “Pulang aja, lagian nggak jauh dari rumah.” “Oh gitu, yaudah.” Kim Hanna duduk di kursi rias sambil mengedarkan pandangannya pada anak semata wayangnya yang sejak tadi bersembunyi di balik selimut di atas kasur kamar hotel. “Rin, mama tidur kamar kamu aja boleh nggak?” tawar Kim Hanna. “Nggak!” jawab gadis itu cepat dari balik selimut, seluruh tubuhnya menghilang di telan selimut. “Airin mau sendiri.” “Yah kamu nih, mumpung kita di hotel masa kamar sendiri-sendiri,” omel Kim Hanna, membuat Tristan tertawa kecil. “Tu anak kenapa lagi?” tanya Hana pada Tristan. Tristan menggelengkan kepalanya. “Yaudah Mama tidur di kamar Mama kalau g
Satu minggu lebih Kairan tidak mengganggu Airin karena sedang syuting acara variety show di luar negri. Hidup Airin begitu tenang dan damai sentosa. Tetapi Kairan tidak tenang, ia terus menerus memikirkan gadis bernama Kim Airin yang sepenuhnya menguasai otak dan hatinya. Walau awalnya Kairan hanya memanfaatknya untuk memecah belah hubungan orang tua mereka, tak ia sangka hari demi hari membuatnya rindu. Rindu menyiksa yang tak pernah ia rasakan pada siapa saja sebelumnya. Setiap hari ia mengirimkan pesan untuk Airin, bahkan ia menelpon gadis itu, tetapi Airin tidak menggubrisnya sama sekali. Malah satu hari terakhir ini, pesan dan panggilannya tidak ada yang masuk, sedangkan saat ia mencoba menggunakan nomor ponselnya yang lain pesan panggilan itu masih masuk. Kairan yakin, Airin telah memblockir nomor ponselnya. Sial. Entah apa yang Airin lakukan di sana? Sedang bersama siapa? Sedang memakai pakaian sopan atau tidak? Kairan hanya bisa mengira-ngira. Masalahnya sejak pertunangan o
“Aku sayang kamu,” jelas Kairan. “Aku nggak mau kamu melihat laki-laki selain aku.” “Kairan …,” Airin menatap Kairan. “Hm?” Kairan juga menatapnya. “Kalau kamu ganggu aku terus aku suka kamu juga gimana?”“Baguslah, cinta aku terbalas berarti.”Airin mengangguk. “Tapi orang tua kita ….”“Itu dipikir nanti aja. Oke?”Airin tertawa kencang melihat ekspresi Kairan. “ haha haha ngarep banget ya aku suka kamu?”Kairan mendengus. Ia tak mengangka Airin usudah menjebaknya.”“Kamu kerjain aku?”Gadis itu mengangguk.“Dasar iseng!” Omelnya.“Ngambek ya?”“Ya iyalah, aku kira kamu serius.”“Ya kali aku mau serius sama kamu.”“Padahal aku sempurna, idola para wanita, kenala kamu nggak tertarik sama aku?”“Kamu suka ganggu aku, kamu bukan tipe aku.“Terus tipe kamu gimana?” “Kaya Lee Min Ho.”Kairan mendengus lagi. Padahal ia rasa ia tak kalah tampan dari aktor Korea yang satu itu. Tubuhnya juga tak kalah bagus.“Pulang sana!”“Nggak.”“Pulang!”Lelaki itu menatapnya kesal. “Kejam banget jadi
From: Kai ValoSori, aku pulang terlambat. Malam ini kita nggak jadi dinner.Airin dengan cepat membalas pesan dari Kairan sedang duduk di sofa ruang tengah rumahnya sambil menonton TV.To: Kai ValoIya nggak apa.Pesan demi pesan antara mereka pun terus berlanjut sejak tadi, sejak Kairan pergi meninggalkan Airin.Personal Chat Airin & Kairan ...Kai Valo: Aku kirimin makanan ya, buat kamu makan malam.Airin: Nggak usah, aku mau keluar sekalian ke Indomarch kok ini.Kai Valo: Sama siapa? Naik apa?Airin: Sendiri, jalan kaki kan dekat.Belum lama pesan terkirim, sebuah panggilan muncul di layar ponsel Airin. Spontan Airin mengangkatnya.“Halo?” jawab Airin sambil mematikan televisi.“Udah malam, nggak usah keluar-keluar,” ucap Kairan dengan galak di lokasi syuting sana.Airin mencibir. “Baru juga jam tujuh.”“Aku nggak mau kamu kelayapan sendirian.”“Ya ampun Kai, kan cuman bentar,” protes Airin.“Tunggu aku, aku pulang sekarang.”Klik.Sambungan itu mati, membuat Airin melongo seorang
Beberapa hari ini Kim Airin tidak bertemu Kairan. Meski syuting Kairan sudah berakhir, Kairan melanjutkan kegiatannya ke luar kota karena lagi-lagi ada acara fans meeting. Tidak adanya Kairan, membuat Airin bernapas tenang karena tidak ada yang mengganggunya. Selain itu, Chiko juga ikut Kairan ke luar kota sehingga Airin bisa dengan bebas kelayapan sesuka hati. Kairan memang selalu mengiriminya pesan dan juga menelpon, dia juga terus memperingatkan Airin untuk langsung pulang ke rumah usai bekerja. Meski Airin iya-iya, nyatanya gadis bar-bar itu hanya mengiyakan tetapi tidak melakukan. * “Ya elah Ma, baru sehari di rumah masa ke Bali lagi,” protes Airin di Minggu sore sambil menatap Kim Hanna yang sudah di jemput oleh sopir pribadi Yoseph Valo di depan rumah. “Iya sayang, dua minggu lagi syutingnya selesai kok,” jawab Kim Hanna, menepuk-nepuk pundak anaknya itu. “Airin kesepian tau.” “Kan banyak pegawai Mama di salon sama kebun, ada si mbok juga. Makanya kamu tuh berbaur sama m
Tidak bisa Airin bohongi, perasaanya terus berkembang pada Kairan Valo. Sifat asli Kairan yang perhatian dan sayang padanya semakin nampak. Hal itu lah yang membuat Airin merasakan adanya rasa sayang, bukan sekedar biasa aja saat bersama Kairan. “Pagi tante, Rin …,” sapa Tristan, pagi-pagi sudah rapi menggunakan pakaian kerja dan berkunjung ke rumah Airin. Airin bengong. Ini pertama kalinya setelah sekian lama Tristan tidak ke rumahnya di pagi hari. “Hai Tristan,” sapa balik Kim Hanna yang sudah pulang dari kerjanya. Tristan duduk di di sebelah Airin yang asik mencomot sarapan. Airin menawarkan Tristan, Tristan hanya meneguk teh hangat yang tersedia. “Tris, mama kamu masih di luar negri ya sama papa kamu?” tanya Kim Hanna lagi. “Iya te, kemungkinan pas tante mau nikah baru balik ke Indo.” Airin terdiam, mendengar kata menikah membuatnya cukup ingin menikah juga. Yah, tentunya sekarang ia ingin menikah dengan Kairan, laki-laki aneh itu. Meski perasaanya sedang ke sana-sini, ia