“Putus!?”
Teriak ketiga sahabat Audrey yaitu Icha, Rima, dan Yuli. Audrey hanya menganggukkan kepalanya sekali lagi, Audrey menceritakan apa yang terjadi pada hubungan dirinya dan sang kekasih, Eza.“Eza nggak ada membela kamu gitu?” tanya Icha.“Aku yang melarang, bagaimanapun orang tua itu paling penting.” Audrey menjawab dengan santai “Mbak Eva dari lama udah nggak suka sama aku.”“Aneh sih kalau mama secara tiba-tiba nggak suka sama kamu.” Yuli menyahut langsung “Kalian ingat nggak?” mereka bertiga langsung menggelengkan kepalanya. “Aish...kalian ini. Mbak Eva dari awal kan memang nggak suka sama kamu, tapi mama? Dia awalnya welcome loh sama kamu terus kenapa tiba-tiba nggak setuju? Papa sih sejauh aku lihat nggak ada masalah.”Diam, semuanya diam mendengar kata-kata Yuli. Audrey dari awal sudah curiga beberapa hal, tapi mencoba menghilangkan pikiran-pikiran negatif, tidak menjadi istri Eza bukan masalah besar. Mereka berdua masih bisa menjadi sahabat, selama ini mereka berawal dari sahabat dan berakhir dengan kekasih hampir lima tahun.Eza mengatakan niatnya saat lulus dari kuliah, Audrey hanya menganggukkan kepalanya saja. Tidak terlalu berharap lebih dengan ajakan Eza menikah, sampai akhirnya mamanya Eza berbicara langsung dengan Audrey agar meninggalkan anaknya karena penyakit yang Audrey derita. Orang terdekat Audrey tahu tentang penyakit yang di derita, tapi mereka tidak tahu sakit yang seperti apa. Audrey sendiri tidak pernah menjelaskan detail tentang penyakitnya, bukan tidak bisa tapi Audrey bingung menjelaskannya bagaimana. Eza seringkali membantu Audrey dengan membeli obat-obatan untuk penderita jantung, tapi saat Audrey membawa obat itu pulang orang tua dan kakaknya melarang meminum obat itu karena memang tidak ada kaitan dengan sakit jantung yang dirasakannya.“Eza itu cinta sama kamu, aku yakin dia akan melakukan segala macam cara agar kalian bersama.” Yuli berkata dengan penuh keyakinan.“Aku malah berharap Eza tidak melakukan apa-apa, membiarkan semua keputusan terjadi. Restu orang tua lebih penting dibandingkan yang lain, aku nggak mau menikah kalau orang tua tidak merestui.”“Bagus!” Rima memberikan jempol pada Audrey. “Pembicaraan ditutup, sekarang kita membahas mau kerja dimana setelah lulus ini? Sampai sekarang nggak dapat kerja mulu.”“Aku nggak perlu kerja, suami sudah siap dengan uangnya.” Icha mengatakan dengan penuh kebahagiaan.“Tetap aja cewek itu harus kerja, harus bisa apapun. Kalau ada apa-apa sama suami kita setidaknya bisa berdiri sendiri.” Rima memulai ceramahnya.“Penting sekarang aku sudah menikah, kalau masalah itu memang benar tapi balik lagi kompromi dengan pasangan, komunikasi itu penting.” Icha memberikan kata-kata bijaknya.“Udah...debat nggak penting kalian.” Audrey mengangkat kedua tangannya mengarah pada wajah Rima dan Icha.“Aku udah keterima kerja, dibantu sama orang tuanya Bram.” Yuli melanjutkan dengan santai.“Kalau gitu tinggal kita berdua ini yang belum kerja,” ucap Rima menatap Audrey.“Aku kan udah keterima kerja di KAP, masa lupa? Terus bukannya kamu keterima di hotel?” Audrey menatap Mega bingung.“Berhenti gue, lelah.” Rima mengatakan dengan nada malasnya.“Juragan kaya kamu nggak usah kerja, tinggal terusin aja itu bisnis sapi papa. Duitnya banyak apalagi pas Qurban.” Yuli memberikan solusi dengan nada menggoda “Kamu sendiri kenapa kerja, Drey? Papa juga udah banyak uang tinggal minta selesai.”“Mau pegang uang sendiri, biar tahu gimana susahnya cari uang.” Audrey menjawab dengan kesal pada Yuli.“Udah...ahh...aku mau pulang.” Icha berdiri setelah membereskan barang-baranya “Kamu jangan sedih loh.”Audrey memutar bola matanya malas, tidak lama Yuli juga pulang dijemput Bram. Rima menunggu Audrey, lebih tepatnya pulang bersama. Mereka berdua sudah berteman sejak putih abu-abu, memegang rahasia masing-masing diantara mereka berdua dan selalu pergi kemana-mana bersama.“Memang kerja dimana?” tanya Rima penasaran.“Punya senior di kampus, masih baru sih.” Audrey menjawab sambil lalu “Bukan yang full time begitu, tapi tetap aja kerja di KAP pasti buat pusing dan harus lembur.”“Cowok yang pernah dekatin kamu dulu ada? Siapa namanya? Haduh...aku lupa namanya.” Rima mencoba mengingat nama pria yang pernah mendekati Audrey.“Ishak.”“Nah...itu dia...ada disana juga?” tanya Rima.“Kayaknya nggak deh.” Audrey mencoba mengingat tentang Ishak “Dia udah jadian tahu sama adik kelas.”Perjalanan mereka diisi dengan cerita tentang Ishak, pria yang pernah berusaha mendekati Audrey. Sayangnya tidak bisa karena masih ada Eza, Audrey sendiri bukan wanita yang bisa dengan mudah masuk kedalam pesona pria lain. Hubungannya dengan Eza memang sudah lama, bermula dari teman dan berakhir menjadi mantan, tapi mereka sudah berjanji akan tetap menjadi teman sampai kapanpun.Audrey dan Rima masih ingat bagaimana dulu Ishak berusaha mendekati Audrey, hasil yang didapat nihil. Perjuangannya berakhir dengan kegagalan, perasaan bersalah membuat Audrey mencarikan pengganti atau lebih tepatnya wanita yang tepat bagi Ishak dan ternyata hubungan mereka sudah berjalan sudah mendekati setahun.“Kalau dia tahu kamu putus pastinya masih mau sama kamu tu.” Rima mengatakan kata-kata yang membuat Audrey hanya menggelengkan kepalanya “Ahh....aku ingat satu lagi cowok yang pernah buat kamu hampir lupain Eza.”“Apa sih? Daritadi bahas cowok mulu, kamu sendiri sama Dika gimana?” Audrey mengalihkan pembicaraan.Pria yang akan disebut Rima akan membuat wajah Audrey memerah, pengalaman pada masa lalu membuat Audrey tidak bisa berkata-kata. Pada saat itu hubungannya dengan Eza berhenti sementara karena fokus dengan kegiatan awal kuliah, pria yang disebut Rima tidak lain adalah senior kampus Audrey.Pria ini sangat baik, perhatian dan membantu semua mahasiswa baru, termasuk Audrey. Awalnya mengira jika pria ini menyukai dirinya, tapi ternyata salah besar. Senior atau pria ini hanya menganggap mereka semua adik, termasuk Audrey. Sejak itu mulai membatasi diri dengan seniornya ini, walaupun beberapa kali Audrey merasakan perhatian yang diberikan padanya berbeda dengan temannya yang lain.Tidak lama setelah itu hubungan Audrey dan Eza berjalan kembali dan baik-baik saja sampai kemarin, Audrey melupakan seniornya dan memulai hidup dengan hubungan bersama Eza. Audrey sendiri tidak tahu kabar dari seniornya sama sekali, walaupun Audrey tahu jika mereka memiliki ketertarikan satu sama lain.“Kalau kamu diberikan kesempatan ketemu sama dia, apa yang akan kamu katakan?” tanya Rima yang menyadarkan Audrey dari lamunannya.“Entah, aku nggak ada pikiran kesana.” Audrey mengangkat bahu tanda jika dirinya memang tidak tahu harus bagaimana.“Kalau dia bilang suka sama kamu saat itu, apa kamu terima?” tanya Rima.“Dulu adalah dulu, sekarang adalah sekarang yang harus dijalani. Sekarang, setelah semua yang terjadi dengan Eza membuatku nggak yakin ada orang tua pria yang mau anaknya menikahi aku.”“AUDREY!”Teriakan sang mama membuat Audrey bergerak cepat keluar dari kamar dan melangkah kearah orang tuanya berada, lebih tepatnya meja makan. Kedatangan Audrey membuat yang berada di meja makan menatap kearahnya, penampilan Audrey masih dengan pakaian rumah yang belum mandi sama sekali.“Kamu bukannya harus masuk kerja?” tanya kakaknya, Erni.Audrey terdiam beberapa saat, menatap jam yang ada di dinding dan seketika langsung masuk kembali kedalam kamar, mengambil semua perlengkapan mandi dan langsung mandi tanpa perlu lama-lama. Memastikan penampilannya sudah bagus dan sempurna, keluar kembali menuju meja makan yang hanya menyisakan mamanya, Rizka.“Kamu itu kok bisa lupa kalau kerja.” Rizka menggelengkan kepalanya.“Namanya lupa, ma.” Audrey memberikan tatapan tidak bersalah.Menyiapkan dirinya dengan sangat cepat, tidak membutuhkan waktu lama sudah siap dengan penampilannya. Mengambil bekal yang sudah disiapkan mamanya dan langsung berangkat dengan diantar, Audrey tidak bisa men
“Sudah siap semua? Nggak ada yang ketinggalan?” tanya Wisnu menatap Audrey yang meletakkan barang-barang.“Mudah-mudahan nggak ada, mas. Mas Derry sama Mbak Fifi kemarin bantu ngecekin.” Audrey menjawab dengan menatap Wisnu yang hanya menganggukkan kepala.Wisnu masuk kedalam mobil di balik setir, Audrey bingung harus duduk dimana. Gerakan tangan Wisnu membuat Audrey masuk kedalam dengan duduk disamping Wisnu, memastikan sabuk pengaman terpasang mereka berangkat meninggalkan kantor.Perjalanan yang cukup panjang, tampaknya Audrey harus mengucapkan terima kasih pada pemerintah yang membangun jalan tol, setidaknya tidak perlu terlalu lama berada didalam tempat bersama Wisnu yang tidak tahu harus berbicara apa, kepribadiannya yang tertutup membuat Audrey tidak tahu memulai pembicaraan.“Kamu angkatan berapa?” tanya Wisnu membuka suaranya setelah beberapa menit jalan dan sedikit jauh dari kantor.“Empat tahun dibawah Mas Wisnu,” jawab Audrey yang hanya diangguki Wisnu “Kita pernah ketemu,
Audrey masih mengingat semua kata-kata yang keluar dari Wisnu, menggelengkan kepalanya saat mengingat kembali kata-katanya. Wisnu bagaimana bisa tahu tentang apa yang terjadi pada dirinya, menatap wajahnya di cermin tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan dirinya lelah, menggelengkan kepalanya jika diam-diam Wisnu memperhatikannya.Audrey seketika ingat jika mereka yang di kantor selalu mengatakan jika Wisnu perhatian sama semuanya, otomatis perhatiannya pada Audrey bukan hal yang spesial. Audrey langsung menganggukkan kepalanya mengingat semua yang dikatakan orang-orang di kantor, menatap ranjang dimana artinya memang harus istirahat.Tidak terlalu lelah hanya saja perlu meletakkan tubuhnya di ranjang, tidak pernah ada dalam bayangannya jika bekerja di tempat akuntan public bisa membuatnya lelah, dalam bayangan Audrey dirinya belum mendapatkan pekerjaan yang berat. Memejamkan matanya tidak lama kemudian karena tidak bisa lagi berpikir tentang hal-hal berat, otaknya membutuhkan istirah
“Wuih...semalaman sama Mas Wisnu,” goda Fifi yang membuat Audrey hanya diam sambil menggelengkan kepalanya “Banyak ilmu berarti?”“Capek yang ada, mbak. Mereka pinter banget menutupi beberapa data, Mas Wisnu teliti banget coba kalau bukan Mas Wisnu pasti aku nggak akan tahu kalau ada yang ditutupi.” Audrey menceritakan semuanya pada Fifi.“Maksudnya kita nggak teliti gitu?” tanya Derry dengan nada serius yang membuat Audrey takut dan terkejut.“Jangan gitu deh, mas. Kamu nggak lihat dia udah ketakutan gini?” tegur Fifi dengan memukul lengan Derry pelan.“Kamu tahu kenapa kita milih kamu buat nemenin Mas Wisnu?” tanya Derry yang masih menatap Audrey dalam “Biar kamu tahu orang-orang model begitu.”“Mas Wisnu tanya sama kita ada anak baru nggak? Soalnya perusahaan ini suka nutupin sesuatu yang busuk, makanya kita langsung milih kamu.” Fifi menjelaskan dengan bahasa yang dipahami Audrey.“Kaya ospek gitu?” Audrey bertanya dengan nada polosnya.“Anggep aja begitu.” Derry menyerah dengan m
Suasana makan-makan yang ramai menjadi berbeda buat Audrey, pernyataan Wisnu yang secara tiba-tiba membuatnya terkejut dan tidak bisa berkata apapun. Wisnu sendiri tampak biasa saja setelah mengatakan itu dan seakan itu hanya angin lalu, melihat itu membuat Audrey ingin rasanya memaki bosnya itu.“Masih marah sama tadi?” suara Derry yang ada dihadapan Audrey.“Nggak, mas. Lagian juga nggak muat dan lebih enak di mobil Mas Wisnu luas nggak perlu sempit-sempitan.” Audrey menjawab dengan malas.“Wah...nyindir ini.” Derry menggelengkan kepalanya “Makan yang banyak biar gemuk, biar kesannya sebagai kepala tim memperhatikan anak didiknya.” Audrey mengangkat tangannya memberi tanda hormat atau lebih tepatnya akan mengikuti semua kata-kata Derry, melihat itu Derry hanya menggelengkan kepalanya dan kembali sibuk berbicara dengan yang lain.“Wajah kamu suntuk sekali,” bisik Fifi.“Masa sih? Biasa aja kali, mbak.” Audrey berkat
Keadaan kantor tidak jauh berbeda dengan biasanya, Audrey akan mendapatkan pekerjaan dari Derry untuk memeriksa kembali pekerjaan yang telah mereka lakukan. Menatap serius di Layar dengan beberapa dari mereka yang berbicara tentang apa yang terjadi di perusahaan-perusahaan.“Drey, kamu mau kopi?” tanya Fifi yang berada disampingnya.“Memang mbak mau buat?” tanya Audrey tanpa menatap Fifi.“Mau beli online,” jawab Fifi “Kamu pilih sendiri aja nih.”Audrey menghentikan pekerjaannya menatap ponsel Fifi “Handphone siapa ini, mbak?”“Mas Wisnu, kita disuruh beli minuman. Kamu pilih sendiri soalnya tinggal kamu.” Fifi menjawab Audrey “Kalau mau makanan juga boleh tadi aku juga udah pesan makan, tenang yang lain juga.”Audrey menatap pesanan yang sudah dilakukan Fifi, mencari apa yang ingin dibelinya. Perasaan tidak enak jika membeli makanan yang harganya mahal, Audrey masih baru di tempat ini.“Mana handphoneku?
Audrey benar-benar tidak menyangka Wisnu menjemputnya pagi, catat pagi hari jam enam. Tidak memberikan kesempatan Audrey untuk mandi, mereka berangkat dengan Audrey menggunakan piyama dan membawa pakaian ganti didalam tas.“Mas, niat banget.” Audrey menatap malas pada Wisnu.“Nanti mandi di tempatku aja, kita ke pasar dulu di rumah nggak ada bahan makanan.” “Memang mau masak apa?” tanya Audrey yang benar-benar tidak ada ide sama sekali.“Terserah kamu, tapi aku lagi pengen sarapan sayur asam sama pepes ikan.” “Ok,” jawab Audrey langsung.“Memang kamu bisa?” tanya Wisnu penasaran.“Lihat aja nanti.” Audrey menjawab sambil lalu.Mereka sampai ke pasar dengan pakaian Audrey yang menggunakan piyama dan ditutupi dengan jacket Wisnu, membeli beberapa bahan yang akan digunakan untuk masak nantinya. Wisnu yang membayar dan membawa semua bahan belanjaan mereka, Audrey hanya berjalan sambil menikmati jaj
“Kalau ngomong nggak usah aneh-aneh, mas.” Audrey menegur Wisnu.“Memang kenapa? Apa orang melamar harus kenal lama?” tanya Wisnu dengan memberikan tatapan dalam pada Audrey.“Mas belum tahu semua tentang aku, jadi jangan berkata yang nantinya akan disesali.”“Audrey, usia aku bukan usia main-main. Aku lebih tua dibandingkan kamu, mengatakan hal itu pastinya sudah aku pikirkan dalam. Mengetahui semua tentang kamu? Memang aku belum tahu banyak tentang kamu tapi bukan suatu alasan untuk mengatakan keseriusan.” Wisnu mengatakan dengan serius.Audrey menghembuskan nafas panjang “Mas nggak tahu semua tentang aku, kalau mas tahu pasti akan meninggalkan aku.”“Penyakit kamu?” tembak Wisnu langsung yang membuat Audrey terkejut “Aku tahu, walaupun tidak terlalu tahu banyak.”“Mas tahu darimana?” tanya Audrey berusaha menenangkan dirinya.“Waktu kita kerja bareng, aku mengamati setiap karyawan yang kerja disana. Aku