Share

4

Audrey masih mengingat semua kata-kata yang keluar dari Wisnu, menggelengkan kepalanya saat mengingat kembali kata-katanya. Wisnu bagaimana bisa tahu tentang apa yang terjadi pada dirinya, menatap wajahnya di cermin tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan dirinya lelah, menggelengkan kepalanya jika diam-diam Wisnu memperhatikannya.

Audrey seketika ingat jika mereka yang di kantor selalu mengatakan jika Wisnu perhatian sama semuanya, otomatis perhatiannya pada Audrey bukan hal yang spesial. Audrey langsung menganggukkan kepalanya mengingat semua yang dikatakan orang-orang di kantor, menatap ranjang dimana artinya memang harus istirahat.

Tidak terlalu lelah hanya saja perlu meletakkan tubuhnya di ranjang, tidak pernah ada dalam bayangannya jika bekerja di tempat akuntan public bisa membuatnya lelah, dalam bayangan Audrey dirinya belum mendapatkan pekerjaan yang berat. Memejamkan matanya tidak lama kemudian karena tidak bisa lagi berpikir tentang hal-hal berat, otaknya membutuhkan istirahat.

Suara ketukan pintu membuat Audrey membuka matanya dengan malas, tidak lama membelalakkan matanya saat melihat jam. Tanpa menunggu lama langsung berjalan kamar mandi, membersihkan tubuhnya dan langsung berangkat.

“Kesiangan?” tanya Fifi yang hanya diangguki Audrey lemas “Udah makan? Kalau belum makan dulu sana di pantry sambil minum kopi.”

“Mas Derry kemana, mbak?” tanya Audrey.

“Udah berangkat kemarin,” jawab Fifi menatap sekilas “Aku juga sebentar lagi berangkat.”

“Aku sendirian?” tanya Audrey dengan takut sambil melihat sekitar.

“Mas Wisnu ada, jadi nggak sendirian. Makan dulu baru kerja lagi, Mas Wisnu pasti mau tahu hasil yang kemarin.” Fifi memberikan perintah.

Audrey lemas mendengar kata-kata Fifi, berada di kantor hanya berdua dengan Wisnu. Seharian kemarin sudah bersama dia, walaupun sebenarnya mereka tidak berada dalam satu ruangan, tapi sekarang benar-benar berada didalam satu ruangan dan harus memberikan laporan dari apa yang dirinya kerjakan kemarin.

Membuka laptop dan memulai pekerjaannya, tidak mendengarkan perkataan Fifi agar dirinya makan terlebih dahulu. Audrey bahkan hanya menanggapi sekedarnya saat Fifi pamitan keluar, tidak melihat sekitar dan membuatnya tidak sadar jika Wisnu duduk disampingnya sambil mengerjakan pekerjaannya sendiri.

“Mas Wisnu?” Audrey menatap terkejut dengan keberadaan Wisnu disampingnya.

“Aku lihat kamu serius jadi nggak mau ganggu, Fifi bilang kamu belum makan.” Wisnu menatap jam yang ada di dinding tidak jauh dari tempat mereka duduk “Kita sarapan dulu, gimana? Aku juga belum makan.”

“Aku bawa bekal, mas.” Audrey mengeluarkan kotak bekalnya.

“Kalau gitu kita makan berdua, gimana?” Audrey membelalakkan matanya mendengar kata-kata Wisnu “Kalau kamu keberatan aku minta ob buat belikan aku makanan.”

“Memang mas mau makanan rumahan?” Audrey mengeluarkan suaranya yang tidak enak jika menolak Wisnu.

“Aku sudah lama nggak makan hasil masakan seseorang,” jawab Wisnu jujur.

“Kalau gitu kita makan bersama saja, tapi kalau nggak...”

“Aku nggak akan menghina,” potong Wisnu yang membuat Audrey tersenyum.

Wisnu mengajak Audrey ke pantry, tidak ingin membantah memilih untuk mengikuti langkah Wisnu dan mereka duduk di pantry untuk menikmati sarapan yang Audrey bawa. Tidak ada pembicaraan yang mereka lakukan selama makan, Audrey tidak berani membuka suaranya ketika makan. Menghentikan suapannya saat melihat Wisnu makan dengan sangat lahap, cara Wisnu makan seakan belum makan dalam waktu yang cukup lama.

“Mas nggak makan berapa hari?” tanya Audrey tiba-tiba.

“Aku sudah lama nggak makan masakan rumah,” jawab Wisnu dengan jujur

“Mas Wisnu bukannya menikah? Istrinya pasti jago masak,” ucap Audrey tiba-tiba yang langsung menyadari kebodohannya.

“Kamu nggak mendengar gosip atau kamu memang memancing aku?” tanya Wisnu dengan nada penuh selidik.

“Maaf, mas.” Audrey mengatakan dengan nada tidak enak.

“Kamu masa nggak tahu kalau aku sudah cerai? Istri aku menikah sama teman masa kecilnya atau bisa dikatakan cinta pertamanya.”

“Ohh...jadi...duda?” Audrey menutup mulutnya yang dengan mudahnya mengucapkan kata-kata terlarang.

“Aku memang duda, lagian itu kenyataannya.” Wisnu tersenyum melihat reaksi Audrey.

Makanan yang Audrey bawa habis tanpa sisa, hal yang tidak pernah dirinya lakukan jika membawa bekal. Bekal yang dibuat mamanya ternyata membuat Wisnu menyukainya, mungkin besok-besok Audrey akan meminta dibawakan lebih agar Wisnu bisa makan juga.

“Kalau sudah kita lanjutkan pekerjaan.” Wisnu mengatakan dengan ekspresi serius.

Meninggalkan pantry, kembali ke meja Audrey duduk tadi. Mereka mengerjakan pekerjaannya dalam diam, tidak ada yang mengeluarkan suara, Audrey yang harus memberikan laporan pada Wisnu tentang pekerjaannya kemarin. Suara yang memenuhi ruangan hanya suara dari pendingin ruangan, helaan nafas mereka, atau saat Audrey meminum airnya.

“Sudah, mas.” Audrey berkata terlebih dahulu.

“Kamu print dan kasih ke aku.” Wisnu menyahut tanpa menatap Audrey.

Beranjak dari tempat duduknya untuk mengambil hasil print yang dikerjakannya tadi, memberikan pada Wisnu yang masih fokus dengan pekerjaannya. Audrey memberikan yang langsung diterima Wisnu, membaca pekerjaan yang Audrey kerjakan dengan meninggalkan pekerjaannya sendiri.

Melihat Wisnu yang membaca serius hasil pekerjaannya, membuat Audrey cemas dengan mengaitkan kedua tangannya. Wisnu membaca berkali-kali sambil mencocokkan dengan apa yang ada di laptopnya, laptop yang berisi tentang beberapa temuannya kemarin. Tidak membuka suara sama sekali, membuat Audrey semakin takut jika hasil yang dirinya kerjakan tidak sesuai.

“Kayaknya kita harus kembali kesana.” Wisnu membuka suaranya.

“Kenapa gitu, mas?” tanya Audrey bingung.

“Ada beberapa perbedaan yang kita temukan disini,” jawab Wisnu “Kamu lihat sini.”

Audrey berdiri dan berjalan mendekati Wisnu, sedikit ragu saat harus menatap laptopnya, menundukkan wajahnya mendekati laptop, tidak menyadari jika wajahnya tepat berada didepan wajah Wisnu. Melihat kearah samping yang membuat Audrey terkejut dengan mundur ke belakang, Wisnu secara spontan memegang pinggang Audrey agar tidak jatuh.

Audrey yang berhasil sadar langsung berdiri, memastikan diri jika wajahnya merah saat ini, tatapannya mengarah ke tempat lain untuk menenangkan dirinya. Hembusan nafas berkali-kali dikeluarkannya sebelum berhadapan dengan Wisnu kembali, mengalihkan pandangan dimana Wisnu yang masih diam.

“Maaf, mas.” Audrey membuka suara terlebih dahulu.

“Aku hubungi mereka biar kita bisa kesana.”

Audrey menatap tidak enak pada Wisnu, duduk kembali di tempatnya dengan melihat laptopnya berusaha mencari perbedaan yang Wisnu temukan. Audrey tidak menemukan perbedaan, perasaannya saat ini adalah jantung berdetak sangat kencang membayangkan apa yang terjadi tadi, Audrey bisa merasakan tangan Wisnu berada di perutnya dan hampir menyentuh bagian sensitifnya.

“Drey, kita berangkat setelah makan siang. Kamu kabarin orang rumah kalau nggak usah jemput dan pulang malam.” Wisnu mengatakan tanpa menatap Audrey.

“Ya, mas.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status