LOGINRaven segera menghampiri Dean yang masih sibuk mengguyur tubuhnya dengan air dingin. Pemuda itu nyaris tak peduli dengan sekelilingnya, seakan hanya ada satu tujuan dalam pikirannya, mendinginkan tubuhnya yang terasa terbakar.
Tangannya gemetar saat menuangkan air ke atas kepalanya, dan tanpa ragu, ia juga meminum langsung dari wadah besar yang biasa digunakan untuk menampung air.Raven mengernyit. Ada sesuatu yang jelas tidak beres. Mata tajamnya menangkap bagaimana wajah Dean kini tampak pucat.Tanpa menunggu lebih lama, Raven meraih bahu Dean dan mengguncangnya cukup kuat, mencoba membuatnya sadar dari kondisi aneh yang tengah dialaminya."Berhenti, Dean! Tatap aku!" suara Raven meninggi, penuh ketegasan. "Ada apa denganmu?"Dean tersentak. Tangannya yang hendak menuangkan air kembali ke tubuhnya terhenti di udara, sementara tatapannya yang awalnya dipenuhi kepanikan kini mulai beralih ke arah Raven. Matanya kosong, seakan ia sendiri tRaven segera menghampiri Dean yang masih sibuk mengguyur tubuhnya dengan air dingin. Pemuda itu nyaris tak peduli dengan sekelilingnya, seakan hanya ada satu tujuan dalam pikirannya, mendinginkan tubuhnya yang terasa terbakar.Tangannya gemetar saat menuangkan air ke atas kepalanya, dan tanpa ragu, ia juga meminum langsung dari wadah besar yang biasa digunakan untuk menampung air.Raven mengernyit. Ada sesuatu yang jelas tidak beres. Mata tajamnya menangkap bagaimana wajah Dean kini tampak pucat.Tanpa menunggu lebih lama, Raven meraih bahu Dean dan mengguncangnya cukup kuat, mencoba membuatnya sadar dari kondisi aneh yang tengah dialaminya."Berhenti, Dean! Tatap aku!" suara Raven meninggi, penuh ketegasan. "Ada apa denganmu?"Dean tersentak. Tangannya yang hendak menuangkan air kembali ke tubuhnya terhenti di udara, sementara tatapannya yang awalnya dipenuhi kepanikan kini mulai beralih ke arah Raven. Matanya kosong, seakan ia sendiri t
Sekali lagi, kobaran api biru menyala dengan dahsyat, memancarkan cahaya menyeramkan dan gaib ke seluruh gua. Kekuatan kuno di dalamnya meledak, mengoyak udara dan mengguncang dinding batu. Ritual ini mulai menunjukkan efeknya, tidak hanya pada Ratu Elenya, tetapi juga pada setiap vampir yang hadir. Gelombang kekuatan tak kasatmata bergetar ke segala arah, dan para vampir tersentak ketika panas yang tak tertahankan menyusup ke dalam pembuluh darah mereka. Tubuh mereka bergetar hebat, punggung melengkung seolah dihantam cambuk tak terlihat. Pada awalnya, wujud mereka menjadi semakin mengerikan, urat-urat mereka menggelap menjadi benang merah pekat yang merayap di bawah kulit, berpilin seperti akar hidup. Wajah-wajah mereka meringis kesakitan, taring semakin memanjang, seakan-akan esensi mereka sendiri sedang dikoyak dan dibentuk ulang. Jeritan memenuhi gua, campuran antara penderitaan dan ekstasi yang tak wajar. Transformasi ini adalah siksaan. Tangan-ta
Suasana di Eldoria Sanctum masih dipenuhi ketegangan yang menggantung di udara. Cahaya redup dari lilin-lilin hitam yang berjajar di sepanjang dinding batu berkelap-kelip, menciptakan bayangan yang menari di permukaan meja pertemuan. Di tengah ruangan, Philip berdiri dengan ekspresi gelisah. Pernyataan ibunya barusan mengguncang hatinya. Mata tajamnya memandang sang Ratu dengan penuh kegelisahan. "Ibu, aku tak mau jika itu membahayakanmu juga! Adakah cara lain?" Suaranya mengandung ketegangan, nyaris seperti desakan. Tangannya terkepal, menunjukkan betapa sulit menerima keputusan ini. Ratu Elenya, yang duduk di kursinya, hanya melirik putranya dengan tatapan datar. Ekspresinya tetap tak terbaca, namun ada sesuatu di balik senyum tipisnya, sebuah keteguhan yang tak bisa digoyahkan oleh siapa pun. "Aku tahu apa yang kulakukan, Nak," ujarnya dengan suara yang lembut tapi penuh ketegasan. "Ini yang terb
Langit di atas Dawnshire kelabu, seolah matahari enggan menampakkan sinarnya. Kabut tipis merayap di antara rumah-rumah tua yang sebagian besar telah ditinggalkan manusia. Aroma tanah basah bercampur dengan bau samar darah yang masih melekat di jalanan berbatu. Di beranda sebuah rumah besar yang dindingnya mulai ditelan lumut, seorang pria tinggi berdiri tegak. Dracula, pemimpin para vampir, mengenakan mantel panjang berwarna hitam yang ujungnya hampir menyentuh tanah. Matanya bersinar merah redup di bawah langit mendung saat ia mengangkat tangannya dan berseru lantang, "Wahai kaumku, berkumpullah di Eldoria Sanctum, keadaan kita sedang genting." Suara beratnya menggema di seantero desa, bergema melalui angin yang berdesir. Para vampir yang bersembunyi di bayang-bayang mulai bermunculan. Sebagian menjawab panggilannya dengan erangan kecil, lalu membungkuk hormat sebelum menghilang dalam kabut hitam pekat. Ada yang m
Pertanyaan Raven juga justru mengganggu pikiran Dean. Pekikkan suara kuda yang begitu nyaring, hentakkan sepatu kuda, semua bercampur dengan desiran suara angin. Pergerakan orang-orang di sekitarnya begitu jelas terbaca walau hanya dari suara yang di timbulkan.Bahkan suara nafas Raven di sampingnya terdengar begitu jelas. Perubahan dalam dirinya begitu drastis tak ia mengerti.Raven menepuk bahunya, menyadarkannya dari hal yang membingungkan. Raven mengajaknya pulang menunggangi satu kuda.Hari sudah pagi, banyak orang semakin padat berlalu lalang. Tempat pasar malam kini telah bersih berganti dengan hiruk pikuk kendaraan kereta kuda.Dean sangat ingin duduk di kereta kuda sekarang, karena satu kuda ini di tunggangi dirinya dan Raven serasa sempit, mau tak mau Dean jadi harus menempel pada punggung Raven. Namun apa daya, Raven hanya mampu membeli satu kuda saat iniDilihatnya keranjang belanjaan yang tampak penuh di genggamannya, ia duduk di belakang kemudi Raven dengan tak nyaman, k
Wanita yang mematung terhipnotis perlahan kesadarannya kembali, sorot matanya kembali hidup, namun sayang ketika ia sadar malah di hadapkan pada pemandangan yang membingungkan.Seorang pria tengah berguling-guling di tanah berteriak kepanasan sementara pria paruh baya di depannya berusaha melakukan sesuatu namun tak berdaya.Raven menoleh pada wanita itu, “Nona anda sudah sadar?”“Apa yang terjadi?” tanya wanita itu kebingungan.“Akan kujelaskan nanti, bisakah kau menolongku untuk membawa pria yang menolongmu ini ke tabib?”Sang wanita mengerutkan dahi makin tak mengerti, namun ia mendekati Dean, dan mengecek suhu tubuhnya.“Kebetulan aku adalah seorang perawat, lebih baik kita bawa dia ke rumahku,” ujar wanita itu sambil membantu Dean duduk.Sementara wanita itu mengurus Dean, Raven masih sempat memulung belanjaannya yang berantakkan tadi, “Ya kebetulan yang menguntungkan, aku tak mengerti apa yang terjadi dengannya, dia tiba-tiba kepanasan seperti itu setelah ….”Raven tak meneruska







