Elena sedang terlelap ketika ponselnya berdering berkali-kali. Meskipun matanya terasa sangat berat, ia tetap memaksakan diri untuk meraih benda itu.Siapa tahu itu dari suaminya. Ia tidak ingin abai dengan masalah sekecil apapun."Halo?"[Nona Elena, ada seseorang yang sedang mengintai restoran. Sudah sejak seminggu yang lalu.]"Hmm?"Kening Elena mengernyit, berusaha mencerna apa yang dikatakan oleh penelpon. Ia menjauhkan ponsel dari telinganya dan melihat jam kecil di layar bagian atas. Masih jam 2 siang. Nama Chad terpampang di layar."Masih jam 2 siang. Siapa yang mengintai restoran di siang hari?" balasnya sebelum menguap.Tubuhnya benar-benar terasa lelah tanpa sebab, padahal ia tidak melakukan apapun seharian kecuali jalan-jalan di taman dekat apartemen bersama Freya dan Altan.[Apa? Sekarang jam 3 pagi, Nona Elena. Ada orang berpakaian serba hitam sedang mengendap-endap dan mengintip bagian dalam restoran. Demi Tuhan! Apa itu?]Suara panik pemuda itu membuat kesadaran Elena
Jack tidak pernah menyangka bahwa Elena sangat merindukannya sampai-sampai wanita itu menangis di pelukannya. Hatinya terasa hangat dan penuh. Merasa dihargai dan diinginkan.Belum pernah ada orang yang begitu menginginkannya sebesar ini. Meskipun istrinya kaya raya dan memiliki aset dimana-mana, tapi wanita itu tetap bergantung padanya. Seolah-olah ialah yang mampu memenuhi semua kebutuhan istrinya."Kenapa menangis, hm?""Aku sangat merindukanmu," ucap Elena di sela-sela tangisnya. "Maafkan aku. Tapi aku benar-benar ingin selalu dekat denganmu."Senyumnya melebar. Tentu saja ia merasa bahagia mendengar kalimat itu. Egonya sebagai laki-laki seperti dimanjakan.Daripada mendapatkan istri yang serba mandiri, ia lebih suka jika Elena selalu membutuhkannya. Meskipun ia juga membebaskan istrinya melakukan apapun yang wanita itu mau."Maaf jika aku terlalu lama meninggalkanmu. Nanti setelah usia kandunganmu sudah memenuhi syarat, kau bisa ikut aku kemanapun.""Benarkah?" tanya istrinya den
"Bagaimana kau bisa berpikir seperti itu?" tanya Jack dengan wajah terlihat sangat penasaran.Elena mengedikkan bahunya. Bukan hal yang baru baginya."Kau lupa aku hidup puluhan tahun dengan Matthew Patt? Aku juga beberapa kali menonton film-film action yang di dalamnya ada propaganda gelap atau terselubung, lengkap dengan intrik-intrik dan politik. Terkadang penulis skenario atau novel sengaja memasukkan kisah nyata dengan tujuan tertentu, namun masyarakat akan mengira bahwa itu semua hanyalah fiksi.""Wow! Kau memang pantas menjadi pemimpin Greenlake. Aku tidak heran kalau Alan sebenarnya hanyalah pionmu, sedangkan kau adalah pengendali di balik layar," seru suaminya dengan takjub.Ia menghela nafas panjang. "Aku sebenarnya tidak ingin hidup seperti ini. Menjadi konglomerat tidak seindah yang terlihat. Jika saja bisa memilih, aku lebih baik menjadi orang sederhana yang tidak pernah berurusan dengan hal-hal seperti itu.""Kau benar. Tapi inilah hidup kita. Banyak musuh yang mengintai
Hal yang membuat Nathan dan Brad selamat ketika suara tembakan itu terdengar adalah refleks mereka yang sangat bagus.Sebelum peluru menembus kaca depan mobil milik Jennifer, mereka melihat sepucuk pistol dari balik jendela yang sedikit terbuka dan diarahkan pada mereka.Keduanya sudah berpengalaman di lapangan dalam menghadapi berbagai kriminal. Sama-sama pernah menjadi intel meskipun bekerja untuk instansi dan perusahaan yang berbeda."Seharusnya aku meminjam mobil milik Jack setelah pulang dari Paris," gerutu Nathan sambil menyiapkan Glock 17 miliknya."Setuju. Mobil ini terlihat mewah tapi seperti sampah. Baru terkena satu peluru saja sudah retak," balas Brad kesal.Mereka berdua masih merunduk sambil mengamati rumah kumuh itu. Nathan langsung mengeluarkan tangannya dari jendela yang terbuka dan menembakkan pelurunya ketika moncong pistol itu kembali terlihat.Sekali, dua kali, tembakan sempat meleset. Hingga yang ketiga kalinya, terdengar suara teriakan kesakitan."Kurasa mereka
Brad langsung mengangkat kedua tangannya ketika sepucuk pistol jenis kaliber 32 Bettle Army diacungkan ke arahnya. Sebisa mungkin ia memasang ekspresi ketakutan sambil berkali-kali melihat moncong pistol itu."Ayah, jangan menakutinya! Lihatlah dia ketakutan sekarang. Dia ini manajer artis, bukan polisi," sergah Jennifer sambil merentangkan kedua tangannya di depan Brad seolah-olah ingin melindungi.Alex Harris, pria yang rambutnya sudah mulai dipenuhi dengan uban itu menatap Brad dengan kedua mata menyipit curiga."Kau yakin dia bukan polisi yang sedang menyamar? Badannya sama besarnya dengan agen yang tertembak itu," cerca pria itu dengan mata setajam elang."Maaf, Tuan. Saya bisa mendapatkan tubuh ini dari hasil gym. Saya tidak pernah memegang senjata apapun," jawab Brad dengan suara sedikit bergetar.Astaga, dia benar-benar sudah seperti seorang aktor Hollywood terkenal. Apalagi wajahnya berkeringat, semakin mendukung aktingnya. Bukan karena takut, melainkan karena gerah."Lihat?
Elena sedang fokus melihat laporan keuangan tahunan Greenlake ketika tiba-tiba sebuah pesan dari nomor asing masuk ke dalam ponselnya.Keningnya mengernyit. Seperti familiar dengan nomor itu, tapi milik siapa?Karena penasaran, ia langsung membuka pesan itu tanpa berpikir panjang. Isinya sebuah foto. "Apa ini?" gumamnya bingung.Foto sebuah kertas lusuh dengan banyak titik dan garis. Ada tulisan "darurat" di bagian bawah kertas. Tangannya menekan nomor pengirim untuk melakukan panggilan. Apa dia mengenal si pengirim itu?Nomor tidak aktif."Sayang!" teriaknya dengan keras. Ia merasa bahwa foto itu bukan ditujukan untuknya. "Sayang, ke sinilah sebentar!"Ia tahu teriakannya menggema sampai ke luar apartemen, tapi ia tidak peduli. Terdengar langkah kaki dan suara pintu digeser dari arah balkon."Ada apa? Kenapa berteriak-teriak seperti itu?" tanya suaminya sambil menghampirinya."Ada apa? Ada sesuatu?" tanya Freya dengan kedua mata membulat dari pintu kamarnya. Wanita itu memegang pons
Nathan Wilson dulunya adalah seorang tentara yang bekerja di bawah Kementrian Pertahanan langsung. Ia dan David Foster bekerja di gedung Pentagon. Sering menjadi partner untuk menyelesaikan tugas.Mereka berdua adalah tim andalan dan sering dijuluki sebagai duo harimau Pentagon. Sama-sama cerdas dan kuat. Pintar membaca strategi musuh. David bahkan membuat tato pentagon di jari tengah bagian samping. Pria itu menganggap bahwa menjadi anggota Pentagon adalah suatu kebanggaan tersendiri.Tapi semuanya harus berakhir, ketika ada proyek yang bertentangan dengan hati nurani Nathan sebagai manusia. Berbeda halnya dengan David. Pria itu begitu brutal menyerang warga sipil yang tak bersalah hanya demi membuat bangga negara.Di saat itulah, Nathan memutuskan untuk mengundurkan diri. Dia memang tentara, tapi tujuannya adalah untuk melindungi warga sipil. Bukan untuk membantai warga negara lain yang disebabkan oleh propaganda gelap negaranya sendiri."Sepertinya dia sudah mati. Tadi aku sangat y
Untuk sekelas mantan tentara di Departemen Pertahanan, David Foster terlihat sama sekali tidak profesional. Membawa permasalahan pribadi sampai harus mengorbankan banyak orang bukanlah hal yang patut dibanggakan."Masalah apa yang membuatmu sampai membenci Jack Reeves? Bukankah dia adalah atasan yang baik selama ini?"David mendengkus, lalu tertawa terbahak-bahak. Namun, tawa itu dengan cepat berhenti. Wajahnya berubah menjadi geram."Sejak presiden baru menurunkan Menteri Pertahanan yang lama dan menggantinya dengan Jayden Kingston, aku harus dipindahkan ke FBI di Portland karena tidak mau mendukung pria tua bangsat itu," kata David sebelum menggeram.Nathan menatap pria itu heran. "Apa hubungannya dengan Jack Reeves?""Kau masih bertanya? Seharusnya aku yang menjadi kepala agen khusus, bukan dia! Aku adalah tentara khusus yang sudah sangat berpengalaman, jadi posisi itu seharusnya menjadi milikku! Bukan milih bocah ingusan seperti dia!" teriak David marah.Sebelah alis Nathan terang