Share

Bab 6

“Jadi saya meminta dengan hormat kepada, Pak Jevan untuk tidak lagi menggoda kekasih saya.”

Rion, mengatakan hal tersebut dengan tegas kepada Jevan. Sedangkan Jevan, yang mendengar penuturan dari Rion barusan. Lantas, memandang Rion dengan raut wajah yang sulit dijelaskan. Tatapannya tajam, menandakan bahwa Jevan tak suka dengan apa yang Rion katakan barusan. Sedangkan Maura, gadis itu tak tahu harus bagaimana. Perkataan Rion barusan, benar-benar diluar dugaan Maura. Yang gadis itu bisa lakukan saat ini hanya diam dan menyimak apa yang akan terjadi selanjutnya.

“Rion, jangan coba-coba kamu untuk membodohi saya ya. Saya jelas-jelas tahu bahwa Maura ini tidak memiliki kekasih. Jadi kamu jangan terlalu percaya diri!”

Jevan mengatakan hal tersebut dengan nada kesal.

“Saya tidak mencoba untuk menipu Bapak, apa yang saya katakan itu benar adanya Pak Jevan. Maura ini memang kekasih saya, mulai detik ini, “ Ujar Rion penuh penekanan.

“Saya tidak percaya, sebelum saya mendengar langsung pengakuan dari Maura, “ balas Jevan sambil menoleh ke arah Maura yang nampak kebingungan.

Baik Jevan dan juga Rion sama-sama menoleh ke arah gadis itu, Maura nampak kebingungan. Terlihat jelas dari raut wajah gadis itu yang terlihat cemas. Maura bingung harus menjawab apa, disatu sisi dia masih memiliki perasaan terhadap Jevan. Namun, disisi lain Rion yang memegang kendali hidupnya saat ini.

Maura harus apa?

“E-ehm, i-itu, “ gadis itu nampak gugup. Bahkan berbicarapun rasanya susah. Dia benar-benar belum menyiapkan jawaban apa yang tepat untuk situasi seperti ini.

“Saya masih ada pekerjaan, iya saya masih ada pekerjaan. Dan harus saya selesaikan sekarang. Jadi, permisi saya duluan.”

Maura benar-benar tidak bisa berpikir saat ini, masa bodoh dengan apa yang akan terjadi selanjutnya, Untuk saat ini, Maura terlalu lelah jika harus disuruh untuk berpikir. Jadi, jalan keluar yang paling tepat untuk masaah ini. Kabur dan lari. Keduanya memandangi kepergian Maura dengan raut wajah datar. Jevan yakin 100% bahwa Rio bukanlah kekasih Maura, Jevan mengira bahwa Rion hanyalah terlalu berharap kepada Maura. Sedangkan Rion, acuh saja. Dia tahu bahwa Maura masih mengharapkan Jevan, dia tak terlalu ambil pusing perihal jawaban Maura barusan. Rion tetap fokus dengan tujuannya untuk menjaga Maura.

Pandangan Maura saat ini tengah fokus menuju ke layar laptopnya, jari-jemarinya tak henti-hentinya menari diatas keyboard laptop tersebut. Namun, tak bisa dipungkiri Maura masih memikirkan semua kejadian yang barusan ia alami. Gadis itu tiba-tiba saja berhenti sejenak, kini dia menghembuskan nafas yang sangat panjang. Pandangannya beralih tak menghadap ke arah layar laptopnya lagi. Maura menatap kosong ke depan.

“Aku benar-benar bingung, “ gumam Maura pelan.

“Mas Jevan, benar-benar mempermainkan aku. Sebenarnya dia memiliki rasa yang sama terhadapku atau tidak? Aku sangat bingung akan hal itu. Disatu sisi, dia sangat meremehkan perasaanku. Namun, disisi lain dia bersikap seolah memiliki perasaan yang sama terhadapku. Kenapa kamu benar-benar abu-abu, Mas?”

Gadis itu kemudian, melipat kedua tangannya diatad meja. Maura lantas menenggelamkan wajahnya diatas lipatan tangannya tersebut. Ingin seklai rasanya ia berteriak.

“Apa aku terlalu bodoh, mengharapkan cinta dari Mas Jevan ya? Tuhan bantu aku, aku mohon.”

“Bangun, pemalas!”

Maura sontak terkejut, saat dengan tiba-tiba saja ada seseorang yang membentanya. Gadis itu lantas kembali duduk dengan tegap. Dilihatnya, di depan Maura berdiri Sarah yang memandang Maura dengan tatapan nyalangnya sambil melipat kedua tangannya di depan dada. Maura yang mengetahui bahwa Sarah lah yang ternyata mengejutkannya barusan. Lantas, memutar bola matanya malas. Maura benar-benar muak akan wanita di depannya ini. Mau apalagi dia?

“Jam kerja malah asyik tidur ya kamu, dasar pemalas!”

“Mau apa kamu, Sarah?”

“Tidak sopan, aku ini atasan kamu, Maura!”

“Mau apa?”

Maura sedang malas untuk berdebat dengan nenek lampir di depannya ini. Membuang-buang tenaganya saja.

“Pergi ke ruangan Pak Jevan, sekarang!”

“Ada apa memangnya?”

“Lampu di ruangan Pak Jevan mati, jadi kamu ganti ya.”

“Kenapa harus aku? Panggil saja OB, itu kan bukan tugasku.”

“Kamu membantah? Ini perintah Pak Jevan!”

“Tidak masuk akal, suruh saja OB. Aku sedang sibuk.”

Brakkk

Sarah memukul meja di depannya dengan keras. Giginya menggertak. Maura ini benar-benar menguras kesabarannya. Sangat tidak sopan sekali anak ini, diperintah oleh atasan bukannya nurut malah membantah.Wajah Sarah merah padam, matanya menatap tajam kea rah Maura. Sedangkan yang ditatap hanya memandang datar ke arah Sarah. Tak sedikitpun ada rasa takut pada gadis itu.

“Kamu itu, kalau diberitahu jangan membantah!”

Sarah mengatakan hal tersebut sambil menunjuk tepat di depan wajah Maura. Maura hanya memutar bola matanya malas. Tak ingin berdebat dengan Sarah, Maura memilih untuk menuruti apa kata gadis itu. Maura lantas berdiri dari duduknya, pergi beranjak begitu saja meninggalkan Sarah yang semakin dibuat kesal oleh sikapnya.

“Hey! Mau kemana kamu?”

Sarah berteriak, saat melihat Maura yang malah pergi begitu saja.

“Benerin lampu,” balas Maura tanpa menoleh kea rah Sarah dan tetap berjalan lurus ke depan.

“Dasar gadis kurang ajar!”

Saat sudah berada di depan ruangan Pak Jevan, Maura lantas membuka secara perlahan pintu tersebut dan masuk ke dalam. Di dalam ruangan ini sepi, taka da siapapun dan yang membuat Maura terkejut, di dalam ruangan tersebut sudah ada tangga tepat di bawah lampu yang katanya harus diganti.

Aneh sekali.

“Kenapa sudah ada tangga disini? Tapi lampunya belum diganti. Apa mungkin sudah disiapkan tangganya ya, agar lebih mudah. Mungkin saja begitu”

Tak mau ambil pusing, Maura kemudian berjalan menuju ke arah meja tempat kerja Jevan. Gadis itu kemudian mengambil bola lampu baru yang akan dipasang. Maura berdir di depan tangga yang akan dia naiki. Sebelunya gadis itu berdoa terebih dahulu agar tidak terjadi apa-apa pada dirinya. Setelah yakin perlahan Maura mulai menaiki anak tangga itu satu persatu. Kedua tanganya berpegangan pada samping kiri dan kanan tangga. Tangan kanannya memegang bola lmapu yang baru itu, matanya fokus menghadap ke atas. Awalnya lancar saja, sampai Maura tiba pada anak tangga ke 6 entah mengapa tiba-tiba saja, anak tangga tersebut seperti hendak terlepas. Maura panik kala dia merasa anak tangga yang dia naiki bergoyah.

“Loh, ada apa ini”

“Kenapa tangganya goyang-goyang begini? Astaga, bagaimana ini?”

Maura diam sejenak, gadis itu panic bukan main. Dia tidak tahu harus berbuat apa sekarang.

Dan tanpa Maura duga, anak tangga itu lepas, kemudian kaki Maura tergelincir. Keseimbangan tubuh gadis itu rubuh.

Dan akhirya,

Pyarrrr

Brukkk

Bola lampu yang tadi Maura pegang jatuh ke lantai dan pecah. Bersamaan dengan tubuh Maura juga yang terjatuh dari atas anak tangga tadi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status