Sebuah motor tiba-tiba ngerem mendadak tepat di hadapan meja yang sedang Nathan dan Leona tempati. "Harus banget di sini ya parkirnya," kesal Nathan. Pria itu tak jadi makan bubur yang sudah di depan mata."Sabar, mas." Leona memperhatikan pemilik motor itu dari atas ke bawah. Dari perawakannya, dia seperti mengenali. Tapi entah siapa Leona lupa.Tidak lama kemudian, pria berbalut jaket kulit berwarna hitam itu membuka helm mode slowmo. Dan ketika sebuah benda yang menutup kepala itu terbuka, jantung Leona seolah berhenti berdetak dengan bibir yang menganga heran.Dia tidak percaya dengan apa yang dilihat di depan mata. Rasanya seperti mimpi. Namun tangan halusnya berhasil menampar pipinya dan terasa nyeri. 'Apa aku nggak salah lihat?' Batinnya berkata."Kalau parkir jangan sembarangan bisa? Di sana juga masih luas, kan?" Nathan beranjak dari duduknya sambil melirik ke arah parkiran yang masih longgar di sediakan kang bubu
Nathan terus melajukan mobilnya cepat dalam batin kesal sekaligus kecewa. Dia tidak pernah menyangka hubungan Leona dan Dimas ternyata belum benar-benar berakhir. Dia juga marah karena permintaan Dimas yang konyol. Bisa-bisanya dia menyuruh cerai dan ingin Leona kembali. Huft!Nathan memukul stir cukup keras hingga membuat Leona berjengit saking kagetnya."Mas?" Lirihnya."Ya.""Apa kamu marah?""Hm.""Maafkan aku karena tidak jujur sejak awal. Aku tau kamu kecewa. Aku tau kamu pasti akan membenciku setelah ini." Leona berusaha meluluhkan hati Nathan yang membeku. "Aku sudah berjanji akan menjelaskan semuanya sama kamu. Apa kamu mau mendengarnya?""Hm." Hanya dua huruf singkat yang Leona dengar dari mulut Nathan.Wanita itu menghela napas panjang, lanjut menatap wajah suaminya dari samping sebelum akhirnya mulai berbicara."Dia adalah Dimas, mantan pacarku sejak masih duduk di bangku
"Ya Tuhan." Leona mengusap dada karena kaget. "Kirain siapa, bu. Saya lagi nunggu ibu pulang." Wanita bersuami Nathan itu berlari-lari kecil menghampiri tetangganya."Ngapain mesti nungguin? Kan rumahnya enggak dikunci." Bu Tika melirik ke arah rumah Leona di mana ada Nathan yang sedang duduk di teras sambil bermain ponsel. "Itu siapa, mbak Leona?" Rasa penasaran Bu Tika beralih dalam mode on."Eung ...." Leona menggaruk kepala. Bingung mau jawab apa."Pacarnyakah? Kamu kan sudah lama enggak pulang. Atau jangan-jangan calon suami kamu, ya?" "Dia itu—.""Nduk??? Bener itu kamu?" Seseorang berlari-lari ke arah Leona sambil mengembangkan senyum bahagia. Ternyata bu Leni - ibu kandung Leona. Wanita bergelung itu memeluk tubuh Leona erat seraya menepuk-nepuk punggung anaknya."Kapan kamu pulang? Kenapa ndak kasih kabar ibu dulu. Kalau dadakan gini kan ibu belum sempet masak makanan kesukaan kamu?"Leona melepas pelukan seraya tersenyum. "Ndak apa-apa, Bu. Leona sengaja enggak kabarin ibu
Pikiran siapa yang tidak kacau mendengar anaknya sudah hamil padahal dia belum pernah menikahkan dengan seorang pria? Itulah yang dipikirkan Bu Leni saat ini. "Bu?" Leona memanggil sang ibu dengan raut sedih."Jangan bilang kamu sudah hamil di luar nikah, nduk?" Leona menggeleng cepat. Mendekat ke arah ibu lantas menggenggam erat jemari Bu Leni yang selama ini sudah membesarkannya. "Leona tidak hamil di luar nikah, Bu. Leona punya suami."Bu Leni mengelap wajahnya dengan kerudung. "Maksudmu?""Leona sudah menikah.""Menikah?" Wanita tak percaya hingga melongo beberapa saat. "Iya, Bu. Dan pak Nathan yang saat ini ada di depan ibu adalah suami Leona." "Astaghfirullah." Mata bulat Bu Leni langsung membeliak menatap pria tampan yang kini telah menjadi menantunya. "Kok Astaghfirullah, Bu. Apa ibu enggak senang?""Jadi bos kamu itu suami kamu sendiri, nduk? Bagaimana bisa?" Leona memandang Nathan yang kini tengah menatapnya iba. Dan di sana ia lihat Nathan mengangguk seolah memberikan
Pagi menjelang, pria pemilik perusahaan kosmetik itu sudah bangun dari tidur tak lelapnya. Ya, untuk kali pertamanya seumur hidup Nathan harus tidur di kasur keras dengan ranjang yang sedikit reot. Untung saja tidak tumbang saat mereka tempati bersama. Ditambah drama nyamuk yang semakin membuat kesal Nathan, pria itu harus merelakan kulit putih mulusnya menjadi santapan serangga berukuran kecil yang terdengar ngung-ngungan di telinga.Keluar dari kamar, Nathan berjalan ke arah dapur untuk mengambil air mineral. Tubuhnya keringetan karena hanis olahraga. Ralat - Nathan keringatan karena merasa gerah karena tak ada satu pun AC yang dipasang di rumah sederhana istrinya.Krucuk-krucuk!Glek-glek. Bos muda itu terlihat menenggak segelas air minum dan menghabiskannya tanpa sisa. Pandangan Nathan pun mengedar menatap sekeliling rumah istrinya yang sudah terlihat tua dan usang.Meja dapur yang sudah berumur puluhan tahun, terlihat kero
"Ciyeee ...." Nathan dan Leona refleks melepas pelukan ketika mendengar suara yang tak asing bagi mereka. Lantas mencari dari mana asal suara itu."Alya." Nathan menangkap sosok iparnya yang tengah ngik-ngikan melihat kelakuan pasangan suami istri itu."Astaga!" Leone menepuk jidat. "Sejak kapan kamu di sana, Alya?""Ciye ciyeee. Panik nih ye ..." ledeknya lagi masih sambil cekikikan."Cukup, Alya. Kakak tanya sekali lagi sama kamu. Ngapain kamu di situ. Kamu nguping pembicaraan kakak sama Kak Nathan?""Ekhem ekhem. Santai aja kali, kak. Aku ini adikmu yang sudah dewasa juga." Alya semakin cekikikan melihat ekspresi di wajah Leona yang terlihat cemas."Dewasa dari Hongkong. Kamu masih sekolah, Alya." Wanita beristri bos itu melangkah mendekat ke arah adik satu-satunya yang masih tetap cekikikan kunti.Leona menatap wajah Alya sambil memegang kedua pundak adiknya. "Dengarkan!" Titah Leona. "Kamu itu masih sekola
"Buuuu ...., Bu Leniiiii," teriak Wati bersemangat di depan rumah Leona. Wanita berdaster merah dengan rambut disanggul itu sudah membawa rombongan warga untuk melabrak Bu Leni yang sudah diam-diam mengizinkan pria asing menginap di rumahnya.Merasa ada yang memanggil nama ibunya, Leona menghentikan aktivitasnya mengulek sambal. "Kaya ada yang panggil ibu.""Bu! Bu Leni. Keluar, Bu!" teriaknya kedua kali. "Tuh 'kan bener. Kamu juga dengar kan, mas?""Iya." Nathan sedang melahap tempe goreng crispy buatan istrinya yang super kriuk."Kok tumben pagi-pagi begini.""Kita cek sama-sama yuk, Bu," lanjut meletakkan sambal di atas piring.Keluar rumah, Leona dan Bu Leni terkejut melihat segerombolan warga yang sudah berkumpul belike antri sembako."Ya Tuhan, ada apa ini, Bu.""Ibu juga tidak tau.""Eh, Bu. Kok ibu berani-beraninya nyimpen cowok asing di rumah tanpa laporan Pak RT.""Betul. Jangan-jangan itu simpanan kamu ya, Leona. Kamu baru pulang kemarin kak. Bu Tika yang liat sendiri. Iya
TutttttSuara nada sambung terdengar di telinga Joshua ketika berusaha menghubungi Leona. Sudah tiga hari sejak mengambil cuti bersama Nathan, wanita itu sangat sulit dihubungi. Padahal Joshua sudah sangat merindukannya."Leona, sebenarnya kamu ke mana, sih? Kenapa cutimu harus bebarengan dengan Nathan?" Gumamnya usai memasukkan ponsel ke dalam saku.Pria itu kembali menyesap rokok dengan pandangan yang fokus pada tanaman bonsai di depan kantin. Ya, Joshua sedang melamun di sana sambil menahan rindu yang semakin menggebu. "Eh, Joshua. Sendiriankah?" Dea menyapa wakil perusahaan untuk sementara waktu sampai Nathan kembali."Menurutmu?" Jutek."Boleh aku duduk?""Hm.""Belakangan ini kamu sering melamun. Boleh tau kenapa?""Enggak usah kepo.""Aku bukan kepo, tapi ingin tau.""Sama saja.""Ya sudah." Dea hendak pergi. Namun langkahnya tiba-tiba dicegah oleh Joshua yang dengan sigap mencekal lengannya."Tunggu!"Refleks Dea berbalik, dan untuk pertama kalinya jantung wanita itu berdeba