Share

7. Tak Punya Muka Lagi

Hari senen adalah mimpi buruk bagi Lila, sebab dia harus masuk kantor dan bertemu dengan Ezekiel. Mau ditaruh di mana mukanya. Parah sekali apa yang dilakukannya pada Ezekiel. Lebih parahnya lagi, Lila benar-benar memepermalukan dirinya sendiri.  

"Lil, kenapa sih? Mukanya kaya orang pingin berak gitu?" ucap Yolanda. 

"Pak Ezekiel di ruangannya nggak, ya?" tanya Lila harap-harap cemas. Dia sungguh berharap hari ini Ezekiel tidak datang ke kantor, jadi Lila punya waktu untuk menyiapkan mentalnya. Ada dua hal yang harus dia lakukan pada bosnya itu. Pertama, mengembalikan dompet, kedua, meminta maaf atas perbuatan tidak senonohnya malam itu. 

"Kayaknya tadi aku lihat dia udah berangkat, deh."

"Aduh, mampus aku!" Lila memegangi kepalanya frustrasi. 

"Kenapa sih, Lil? Kamu bikin masalah lagi sama Pak Ezekiel?" 

"Lebih parah dari itu." Seketika Lila ingin berubah menjadi kertas-kertas di atas meja saat mengingat peristiwa memalukan malam itu. 

"Coba cerita," pinta Yolanda penasaran. Dan saat Lila menceritakan apa yang terjadi pada malam acara gathering, mulut Yolanda seketika menganga. "Serius? Wah, parah banget kamu, Lil." 

"Iya, kan? Huhuhuhu ... gimana nih, Yol?" 

"Mendingan kamu sekarang cepetan ke ruangan Pak Ezekiel dan minta maaf, deh." 

"Gitu, ya?" Wajah Lila sudah pucat pasi. Kakinya terasa berat untuk beranjak dari meja kerjanya dan melangkah ke ruangan Ezekiel. 

"Buruan, Lila!"

Lila menarik napas dalam-dalam. Dia siapkan mentalnya kuat-kuat untuk menghadapi bosnya. Entah apa reaksi Ezekiel nanti saat melihatnya, Lila sudah pasrah meskipun rasanya dia tak punya muka lagi di hadapan Ezekiel. 

"Masuk!" Suara Ezekiel terdengar saar Lila mengetuk pintu ruangannya. Sekali lagi Lila menarik napas dalam-dalam, kemudian mendorong pintu dan melangkah masuk. 

"Pak Ezekiel, mmm ... saya mau mengembalikan dompet bapak yang ketinggalan di kamar kos saya," ucapnya dengan suara bergetar. Lila sama sekali tidak berani menatap ke arah Ezekiel. Dia tidak tahu kalau seulas senyum tipis tersungging dari bibir sang bos. 

"Taruh di meja," perintah Ezekiel.

"Iya, Pak." Lila meletakkan dompet kulit warna coklat tua itu ke atas meja. "Pak, saya ...."

"Formal banget sih, Lil?" potong Ezekiel membuat Lila terkesiap. "Nggak mau meluk-meluk saya lagi?" 

Oh, astaga. Lila mulai masuk pada situasi yang ditakutinya. "S-saya minta maaf, Pak, atas kelakuan minim akhlak saya malam itu. Saya ... malam itu, nggak sadar sudah mempermalukan diri sendiri dan juga membuat bapak sangat kerepotan." 

"Hmmm." 

Cuma itu. Cuma itu tanggapan Ezekiel. Tidak mungkin semudah itu dia lolos. Entah kenapa Lila merasa bosnya itu sedang menyusun strategi kejam untuk lebih mempermalukannya. 

"Saya sungguh minta maaf, Pak. Tolong jangan pecat saya." 

Ezekiel tergelak, membuat Lila yang sejak tadi menunduk terpaksa mengangkat wajahnya menatap Ezekiel. Sialan, dia terlihat jauh lebih tampan saat tertawa, gerutu Lila dalam hati. 

"Ngapain minta maaf. Aku yang untung, kok," ucap Ezekiel dengan santainya. 

"Maksud bapak?" 

"Iyalah, laki-laki mana yang nggak mau semalaman dipeluk-peluk, dicium-cium, digesek-gesekin badannya sama cewek seksi. Badan kamu mulus juga, terus dada kamu empuk, kenyal lagi."

Lila terbelalak. Badan mulus, dada empuk dan kenyal apa maksudnya. Apa Ezekiel sempat membuka-buka pakaiannya. Apa dia sudah diapa-apain oleh bosnya itu. Kenapa Lila tak pernah memikirkan hal itu. Dia hanya fokus pada rasa malunya yang segunung. 

Seketika dia menyilangkan kedua lengan ke dadanya. Lila yang tadinya malu bukan main, berubah menjadi kesal. Bisa-bisanya dia malah dilecehkan secara verbal seperti ini. Keberaniannya tiba-tiba muncul entah dari mana.

"Bapak ngapain saya malam itu?" tanyanya dengan suara yang tak lagi bergetar. 

"Kamu rasanya sudah saya apain?" 

"Saya nggak ingat!" 

"Kamu sendiri yang menyodorkan diri sama saya, masa saya tolak?" 

"Hah?!" Tenggorokan Lila tercekat. Apa benar dirinya sudah diapa-apakan oleh Ezekiel. Tapi rasanya tidak ada yang aneh di area sekitar kewanitaannya. Atau dia hanya meraba-raba badannya saja. Ya ampun, kenapa jadi begini. 

"Tenang aja, saya cuma nicip dikit kok. Saya juga malas ngerjain cewek mabok." 

Rasa-rasanya Lila ingin menangis saking kesalnya. Ternyata kejadiannya lebih buruk dari yang dia bayangkan. Dasar bos kampret mesum. Kalau tak ingat dia butuh pekerjaan ini, sudah dia jambak rambutnya, tonjok mukanya dan cupit pantatnya sampai membiru.

"Saya permisi, Pak," pamit Lila buru-buru meninggalkan ruangan Ezekiel. Dari pada dia realisasikan apa yang ada di benaknya, bisa-bisa hari ini juga dia harus angkat kaki dari kantor. 

Di ruangannya, Lila melampiaskan kekesalannnya dengan meremas-remas kertas bekas print data yang tak terpakai. Yolanda yang melihat tingkah aneh Lila keheranan.

"Kenapa lagi, Lil? Pak Ezekiel nggak nerima permintaan maaf kamu?" tebaknya.

"Lebih parah lagi, Yol. Lebih parah lagi!" sahut Lila dramatis. 

"Gimana, gimana?" Yolanda semakin penasaran, sampai-sampai dia beranjak dari mejanya dan mendekati Lila. Untung saja kepala sekretaris, Bu Ana, sedang tidak berada di tempat. 

Lila menceritakan apa yang dikatakan Ezekiel di ruangannya tadi. Lagi-lagi cerita Lila membuat mulut Yolanda menganga. Kali ini dia malah sampai menutup mulutnya dengan telapak tangan. "Kamu diapa-apain Pak Ezekiel? Ih, pengeeen," ucapnya membuat mata Lila mendelik ke arahnya.

"Sekalian aja minta dihalalin, Lil."

"Halalin gundulmu!" hardik Lila sambil menimpuk kepala Yolanda dengan tumpukan kertas. "Ngeselin banget tahu dia tuh. Dasad bos kampret, bos mesum. Tukang memanfaatkan keadaan. Hiiiihh!" Lila gemas sendiri. Sudah tak terhitung banyaknya kertas yang dia remas-remas untuk melampiaskan kekesalannya. 

"Berarti ... Pak Ezekiel udah lihat seluruh badan kamu dong, Lil." 

"Nggak ngerti. Nggak mau mikir itu!" 

"Kata-katanya itu bikin emosi, tahu. Aku merasa dilecehkan. Masa dia bilang aku nyodorin diri terus masa harus dia tolak? "

"Ya kan emang kamu nyodorin diri, Lil. Gimana, sih?" 

Lila mendecak sebal. "Aku kan mabok berat. Mana sadar aku ngapain aja. Inget aja paginya."

Yolanda meringis. "Kayaknya Pak Ezekiel lagi ngerjain kamu deh, Lil." 

"Bodo amat lah, gedek banget aku sama dia," ucap Lila bersungut-sungut. 

"Pak Ezekiel kayaknya naksir kamu deh, Lil. Sumpah!" 

Lila memutar bola matanya. "Bodo amat," timpalnya dengan mulut manyun. 

"Ya kalau nggak ngapain dia mau nganter kamu sampai kos, mau gendong kamu, mau nyuap ibu kos, trus mau dijadiin bantal guling sama kamu semalaman."

"Karena otaknya mesum!" sergah Lila sebal. 

"Biar mesum tapi ganteng," kikik Yolanda. Sementara Lila memijit keningnya. Kalau kesal selalu membuat kepalanya puyeng. Harus diobati pakai bakso kuah pedas dan jus jeruk segar di kantin sepertinya. 

"Kalian malah ngerumpi, kerjaan yang saya kasih sudah beres belum?" Suara Bu Ana membuat Lila dan Yolanda seketika mengatupkan bibir. Yolanda pelan melipir ke mejanya sambil menghindari tatapan tajam Bu Ana. 

"Sebengar lagi selesai, Bu," timpal Lila sambil meringis.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status