Reynald yang sejak tadi terus mengocehi Rania dengan amarahnya yang menggebu itu sontak langsung terdiam saat mendapatkan sebuah tamparan keras dari tangan Rania.
“Kamu kalau ngomong hati-hati, ya! Gak usah ngerendahin orang lai sembarangan bisa nggak!” sentak Rania membara.Wanita itu benar-benar sudah tidak bisa menahan amarah yang sejak tadi ia tahan. Ucapan Reynald benar-benar menggoreskan hatinya hingga terasa begitu sakit.Reynald mengangkat tangan kanannya untuk menampar balik wajah Rania. Namun, akal sehat Reynald masih berfungsi hingga pria itu menurunkan kembali tangannya dengan posisi terkepal. “Kalau kamu bukan perempuan, udah pasti kamu habis di tangan saya!” geram Reynald menunjuk Rania seraya menatap tajam mata wanita di hadapannya itu.Reynald benar-benar kesal pada wanita di hadapannya yang telah berani menyentuh dirinya. Apalagi Rania menampar wajah Reynald yang tampan rupawan itu. Hari Reynald menjadi kacau. Berkas-berkas penting miliknya telah basah dan kotor akibat kecerobohan Rania.Pagi ini harusnya Reynald bertemu dengan salah satu client untuk membahas kerjasama mereka. Namun, Rania justru membuat semuanya menjadi kacau. Reynald tidak mungkin menemui client dengan kondisi yang kotor seperti ini, ditambah lagi berkasnya sudah rusak akibat terkena tumpahan kopi Rania.Rania membuka kedua matanya dengan takut-takut. Wanita itu akhirnya bisa bernafas lega saat melihat Reynald tidak jadi menampar dirinya."Kalau nggak bisa pegang cup minuman dengan benar itu nggak usah beli minum di tempat umum! Orang-orang ceroboh kayak kamu ini cuma bikin orang lain rugi!" cela Reynald tanpa perasaan.Rania mengepalkan tangannya kuat-kuat. "Mas pikir saya nggak rugi? Saya juga rugi! Waktu dan uang saya terbuang-buang hanya karena Anda! Kopi saya kebuang percuma itu juga gara-gara kamu! Lagian saya juga tadi udah minta maaf baik-baik ke kamu, tapi kenapa kamunya malah nyolot terus dari tadi?" seru Rania yang ikut menatap balik mata Reynald dengan tajam."Buat kamu kopi itu murah, tapi belum tentu bagi orang lain juga begitu! Jangan mentang-mentang kamu banyak uang, terus kamu bisa merendahkan harga diri orang lain seenaknya, ya!" lanjut Rania yang masih belum puas memarahi Reynald.Rania benar-benar sudah diambang emosi hingga ia tak bisa lagi menahan amarahnya. Pertikaian mereka pun semakin memanas. Semua pengunjung cafe sampai berbisik-bisik dan terlihat kurang nyaman akibat kerusuhan yang diperbuat oleh kedua orang itu.Pegawai cafe mencoba menghampiri Rania dan Reynald, lalu berusaha untuk melerai keduanya. "Mohon maaf, Tuan, Nona. Tolong jangan membuat keributan di sini," tegur salah satu pegawai cafe dengan sopan. "Tuan dan Nona bisa menyelesaikan masalah ini secara baik-baik di luar, ya?" pinta pegawai tersebut.“JANGAN IKUT CAMPUR!!” seru Rania dan Reynald secara bersamaan.Rania dan Reynald saling menatap dengan tatapan tajam mereka masing-masing, sedangkan pegawai cafe yang melihat kedua pelanggannya itu tidak mau pergi pun akhirnya meminta bantuan kepada teman-temannya untuk membereskan kedua orang yang sedang bertengkar itu.Para pegawai yang lain pun ikut turun tangan. Reynald dan Rania langsung diusir secara paksa oleh pihak cafe karena sudah mengganggu kenyamanan pengunjung lain. "Mohon maaf, Tuan, Nona. Silakan lanjutkan pertengkaran kalian di tempat lain."Kini, kedua orang itu sudah berdiri di luar bangunan cafe setelah sebelumnya mereka sempat diseret oleh para pegawai cafe tersebut. Rania dan Reynald bahkan diusir dengan cara yang cukup memalukan."Gara-gara kamu kita jadi diusir gini, nih!" tuduh Rania menunjuk Reynald."Gara-gara saya? Kamu tuh yang udah bikin semuanya jadi kacau!" seru Reynald tak terima."Saya kan udah minta maaf tadi? Kamunya aja yang bikin keributan," sahut Rania sembari bertolak pinggang."Maafmu itu nggak bisa balikin semua kerugian yang sudah saya alami akibat kecerobohan kamu. Ngerti nggak!" sungut Reynald yang juga ikut bertolak pinggang seperti Rania.Reynald benar-benar kesal. Bajunya sudah kotor dan berkas-berkasnya pun tidak bisa digunakan lagi. Reynald harus berganti pakaian dan mencetak ulang berkas-berkas yang ia perlukan sebelum dia menemui client, tapi sepertinya pria itu sudah tidak memiliki banyak waktu lagi. Reynald hanya bisa menerima nasib yang telah terjadi, meski dia pun tidak bisa ikhlas menerima kerugian yang telah ia alami saat ini."Intinya saya udah minta maaf. Saya permisi." Rania berusaha menyudahi keributan di antara dirinya dengan pria asing itu.Wanita itu tidak punya banyak waktu untuk meladeni omelan dari Reynald lagi. Lagi pula Rania juga sudah diusir dari cafe itu, jadi untuk apa dia berlama-lama menanggapi ocehan dari pria yang sama sekali tidak dia kenal?, pikir Rania."Eh-eh … mau ke mana kamu?" Reynald menarik ujung belakang baju Rania saat melihat Rania akan pergi meninggalkannya begitu saja.Pria itu tidak akan melepaskan Rania begitu saja setelah wanita itu mengacaukan harinya. Reynald tentu akan meminta pertanggungjawaban dari Rania karena sudah membuatnya rugi dan membuat suasana hatinya juga menjadi buruk."Apa lagi, sih! Masalah udah selesai, ‘kan? Saya harus kerja!" seru Rania."Kamu pikir cuma kamu aja yang harus kerja? Apa kamu pikir saya nggak sibuk?" Reynald memandang Rania dengan sinis. "Kamu nggak bisa kabur gitu aja setelah ngerusak hari saya. Asal kamu tahu ya, hari ini itu saya ada pertemuan penting, tapi semuanya kacau gara-gara kamu. Ngerti nggak!""Enggak,” jawab Rania cuek. “Maaf ya, Mas, tapi saya rasa itu bukan urusan saya," lanjut Rania tak peduli."Jelas ini urusan kamu! Kamu harus ganti rugi!" sungut Reynald.Rania yang terkejut mendengar suara beling pecah pun lantas menoleh ke arah bosnya dan melihat telapak tangan Reynald yang mengeluarkan darah.Rania lantas bergegas mengambil sapu tangan di tasnya dan berlari ke meja Reynald. Mengelap telapak tangan Reynald yang penuh dengan darah. “Ya ampun, Pak! Kenapa bisa gini?” panik Rania. Namun, Reynald hanya diam membisu dengan tatapan kosongnya. Terlihat jelas mata pria itu yang tenah memancarkan emosi.Rania kemudian berlari mengambil betadine dan kain kasa guna membelitkan luka di tangan Reynald. Dengan pelan dan telaten, Rania mengobati luka itu. Setelah selesai mengobati tangan Reynald, Rania segera membersihkan beling-beling yang berceceran di lantai.Tatapan Reynald masih terpaku pada pikirannya. Pria itu bahkan tak sadar jika Rania sudah mengobati luka di tangannya, dan Rania juga yang membersihkan pecahan-pecahan beling itu.Rania lantas kembali ke mejanya setelah selesai membersihkan pecahan-pecahan gelas kaca itu. Namun, belum sampa
“Udah lama kerja sama Reynald?” tanya Irene seraya berdiri di samping Rania dan merapikan penampilannya.“Lumayan, Mbak!” jawab Rania. Wanita itu terpaksa harus berbohong sebab Rania melihat Irene ini agak sedikit sombong.“Oh.” Hanya itu yang keluar dari mulut Irene.“Mbaknya udah kenal sama Pak Reynald?” tanya Rania yang sengaja memancing Irene.“Ya. Kami sudah kenal cukup lama. Sangat lama, dan sangat kenal,” jawab Irene sombong.“Oh.” Rania mengangguk.“Reynald belum punya pacar, kan?” tanya Irene.“Kalau itu saya tidak tahu, Mbak. Karena itu bukan wewenang saya untuk mengurus hidup orang lain,” ujar Rania yang mampu merubah ekspresi wajah Irene.Wanita itu tampak kesal mendengar jawaban dari mulut Rania. Rania seolah seperti sedang menyindir Irene. Rania kemudian pamit untuk kembali ke ruangan Indira, sedangkan Irene justru mengepalkan tangannya seraya menatap punggung Rania yang semakin menjauh.***Setelah dari toilet Reynald memutuskan untuk kembali ke kantor bersama Rania. Pr
Saat ketiga orang itu sedang fokus membicarakan perkembangan bisnis kain di perusahaan Reynald, tiba-tiba seorang wanita misterius datang dan mengetuk pintu ruangan Indira.“Masuk!” seru Indira mempersilakan.Wanita misterius itu pun masuk ke dalam ruangan Indira dengan langkah percaya dirinya bersama dengan seorang office girl yang kebetulan juga berada di depan pintu ruangan Indira. Rania menoleh sesaat untuk melihat orang yang datang tersebut, kemudian kembali fokus pada percakapan antara Reynald dan Indira.Wanita misterius itu tampak berjalan beriringan bersama dengan office girl tersebut, kemudian office girl itu meletakkan kopi yang ia buat di meja yang ada di depan ketiga orang itu, sedangkan Irene berdiri di samping office girl itu.Pembicaraan spontan terhenti saat office girl tersebut mempersilakan para tamu untuk meminum kopi yang telah ia buat. “Silakan diminum, Pak, Bu!” ucap office girl itu dengan ramah.Reynold menoleh menatap depan. Di mana office girl itu berdiri dan
Sesampainya di tempat yang telah ditentukan, Reynald dan Rania segera turun dari mobil. Keduanya berjalan beriringan menuju meja tempat bertemu dengan klien. Baru saja keduanya duduk di bangku yang telah dipesan oleh Reynald, klien itu datang. Reynald dan Rania sontak kembali berdiri dan menyambut klien mereka. “Selamat pagi, Pak Reynald. Bagaimana kabarnya?” sapa klien Reynald.“Baik. Sangat baik. Silakan duduk, Pak.” “Ini sekretaris barunya atau calon Pak Reynald, nih?” tanya klien itu saat bersalaman dengan Rania.Rania yang mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh klien itu pun mencoba menyanggahnya. Takut jika Reynald tersinggung. “Ah, saya–” Belum selesai Rania berbicara, Reynald lebih dulu memotongnya. “Dia sekretaris pribadi saya,” ucap Reynald tersenyum.“Oh, pantes. Hahahaha. Ya ya ya, saya mengerti.” Klien itu spontan tertawa. Mengerti maksud dari ucapan Reynald, sedangkan Rania justru mengerutkan keningnya merasa bingung kenapa orang itu tertawa.****“Udah dari tadi
Tak lama mobil Reynald berhenti di sebuah toko. Reynald segera keluar dari mobilnya, sedangkan Rania yang bingung pun hanya diam membeku di dalam mobil. Reynald yang melihat Rania hanya diam pun memberikan kode lewat gerakan kepalanya agar Rania keluar dari kendaraan itu.“Pilihkan sepatu yang bagus untuk dia,” titah Reynald seraya menunjuk Rania yang masih berada di belakangnya. “Baik, Pak!” patuh pelayan itu.“Ukuran sepatunya nomor berapa, Kak?” tanya pelayan itu pada Rania yang kini menatapnya bingung.“Hah? Saya?” tanya Rania bingung.“Iya, Kak. Ukuran kaki kakak nomor berapa?” “Tiga puluh delapan. Kenapa, Mbak?”“Tidak apa-apa, Kak. Sebentar ya, saya carikan dulu,” ujar pelayan itu yang kemudian mengambil beberapa wedges dan high heels yang bagus dan cocok untuk Rania.Rania hanya diam berdiri menatap bos dan pelayan toko itu dengan bingung. Beberapa saat kemudian pelayan toko itu pun datang dengan membawa beberapa kardus yang isi di dalamnya adalah model sandal dan sepatu yan
“Pagi, Pak!” sapa Rania pada satpam penjaga kantor.“Pagi juga, Bu Rania,” balas satpam tersebut.Rania melangkah masuk ke dalam kantor. Tak lama disusul oleh seorang pria berbadan tegap yang juga baru datang.“Pagi, Pak!” siapa para satpam pada Reynald.“Pagi,” jawab Reynald.Rania yang sedang menatap layar teleponnya sedikit terkejut saat tiba-tiba ada seseorang yang berjalan di sampingnya. Wanita itu sontak menoleh dan melihat siapa orang yang berada di sampingnya. Ternyata orang itu adalah bosnya.“Eh, Bapak,” nyengir Rania. “Pagi, Pak!” sambung wanita itu.“Segera bersiap. Sebentar lagi kita berangkat,” ujar Reynald tanpa menjawab sapaan dari Rania.“Baik, Pak.” Keduanya lantas menuju ke meja kerja mereka masing-masing. Namun, tiba-tiba Reynald memanggil Rania.***Seorang wanita memasuki gedung perusahaan besar dengan langkah anggun bak model ternama papan atas. Kacamata yang bertengger di hidungnya ia naikkan hingga di atas kepala. Semua mata tertuju padanya. Dengan angkuhnya