"Benarkah?"Mendengar itu, bagaimana mungkin Farnley tidak bersemangat? Jantungnya langsung berdebar kencang, napasnya pun menjadi tidak teratur.Dengan langkah cepat, dia bergegas ke depan Jeanet, mengangkat tangannya, tetapi tidak tahu harus melakukan apa."Sekarang, apa yang harus aku lakukan?""Panggil dokter, dong!" Kayshila tertawa sambil menangis. "Panggil dokter yang menangani langsung!""Eh, baik!"Farnley mengangguk, lalu berbalik dan berjalan keluar dengan tergesa-gesa, bahkan hampir kehilangan arah."Farnley!" Zenith melihatnya, lalu mengingatkannya, "Salah, itu arah ke kantin!""Oh, baik!"Farnley tersadar, segera berbalik arah, dan akhirnya keluar."Astaga ..."Kayshila menggelengkan kepala sambil tertawa, lalu teringat sesuatu. "Oh iya! Aku harus menelepon Paman dan Bibi!"Siapa tahu, mungkin Jeanet benar-benar sudah sadar!..."Bagaimana keadaannya?"Bobby dan Audrey bergegas datang. Karena hari itu akhir pekan, Jenzo tidak pergi ke kantor dan ikut menemani mereka."Kay
Dalam sekejap, semua orang melangkah masuk ke kamar rumah sakit dengan hati-hati.Audrey dan Bobby berjalan di depan, sementara perawat yang tadinya berjaga di samping tempat tidur segera mundur ke samping.Tempat tidur telah disesuaikan sedikit lebih tinggi, Jeanet setengah berbaring dengan rambut panjang yang diikat menjadi dua kepangan ikan yang longgar, terurai di dadanya.Melihat kedua orang tuanya datang, ia membuka mulut, “Ayah, Ibu …”Dia masih sangat lemah, suaranya nyaris tak terdengar. Begitu mulai bicara, air mata langsung menggenang di matanya dan tak terbendung lagi.“Huuu …”“Jeanet.”Audrey buru-buru menggenggam tangan Jeanet, suaranya pun tersendat karena isak tangis. Ibu dan anak itu pun langsung menangis bersama.“Sudah, jangan menangis lagi.”Bobby sendiri matanya merah, tapi ia khawatir istri dan putrinya akan menangis berlebihan, “Jeanet sudah sadar, ini kabar baik, jangan terus menangis.”Ia berbicara pelan pada istrinya, “Aku tahu kamu senang, tapi pikirkan Jean
"Benar juga."Zenith mengangguk, tak sungkan berkata, "Dia melihatmu, mungkin langsung pingsan lagi.""Zenith!" Farnley segera mengerutkan wajahnya. "Bicara soal aku boleh, tapi jangan doakan dia begitu!"Zenith tertegun sejenak. "Kalau memang begitu peduli, kenapa lari? Keluarga Gaby kan sudah memaafkanmu?"Hati manusia itu terbuat dari daging, dengan semua yang dilakukan Farnley selama setahun terakhir, itu sudah cukup untuk membuatnya seperti terlahir kembali.Farnley tersenyum pahit. "Dia … pernah menanyakan aku?""…" Zenith terdiam sejenak, lalu menggelengkan kepala.Tentu saja, tidak.Tatapan Farnley meredup. Dia mengambil cangkir di tangannya, menenggaknya dalam satu tegukan. "Pergiku adalah keputusan yang benar.""Lalu, apa rencanamu?"Zenith bertanya, "Kalau dia tidak menanyakanmu, kamu tidak berniat menemuinya? Kamu yakin bisa melupakannya?""Tidak bisa. Setidaknya untuk sekarang, belum."Farnley menggeleng, wajahnya terlihat pucat. "Kapan aku bisa? Aku juga tidak tahu.""Kam
Mendengar kata ‘Farnley’, Jeanet awalnya tertegun sejenak, tampak agak lamban, seolah-olah tidak mengingat orang itu.Perlahan, dia pun tersenyum, “Oh iya, keluarga mereka memang selalu punya kerja sama bisnis.”“Hmm.” Kayshila mengangguk, diam-diam mengamati ekspresi Jeanet. Atau mungkin, dia sedang menunggu sesuatu.Namun, Jeanet hanya mengucapkan satu kalimat itu lalu mengabaikannya, beralih menanyakan hal lain kepada Kayshila.“Kamu dan Zenith, kalian berdua tidak berencana mengadakan pernikahan?”Dalam hati, Kayshila berpikir, kebetulan sekali, beberapa hari yang lalu Farnley juga sempat menanyakan hal ini kepada Zenith.“Tidak akan mengadakan pernikahan, cukup cari waktu untuk mengumpulkan orang-orang terdekat dan merayakannya dengan meriah.”“Wah.” Jeanet tampak iri, “Aku boleh ikut?”“Tentu saja?” Kayshila meliriknya sejenak, “Kami menundanya selama ini, bukankah justru menunggu kamu?”“Haha!” Jeanet mengangkat dagunya, “Karena aku sahabat baikmu.”Karena ada jadwal operasi, Ka
Jeanet menenggak tegukan terakhir airnya, lalu meletakkan gelasnya. Namun, semua itu sudah menjadi masa lalu ...Satu minggu kemudian.Jeanet akhirnya keluar dari rumah sakit dan pulang untuk memulihkan diri. Sekarang, dia benar-benar sedang menikmati waktu luangnya. Kebetulan hari itu adalah hari libur Kayshila, jadi mereka pun berencana untuk pergi jalan-jalan dan menata rambut.Mereka sudah sepakat untuk bertemu, tetapi destinasi pertama yang mereka kunjungi ternyata bukanlah pusat perbelanjaan, melainkan perpustakaan.Jeanet datang ke perpustakaan untuk meminjam buku—buku akademiknya."Kamu ini ..." Kayshila tak bisa menahan tawa dan menggelengkan kepala, "Baru saja pulih, sudah menyibukkan diri lagi?""Apa yang melelahkan?" Jeanet tertawa. "Tenang saja, aku tidak akan begadang hanya untuk membaca. Aku hanya ingin membacanya di waktu luang."Dia menunjuk kepalanya. "Aku merasa otakku sudah kosong. Kalau aku tidak membaca sesuatu dan mengisinya dengan pengetahuan lagi, sepertinya ba
"Iya, benar."Jeanet melihat nomor yang tidak dikenal, tetapi karena orang di seberang tahu namanya, ia tidak bisa menahan rasa penasaran. "Ini siapa ya?""Begini, tadi Anda melihat sebuah gaun di toko kami, dan sekarang sudah tersedia. Kapan Anda punya waktu untuk datang melihatnya lagi? Perlukah kami menyimpannya untuk Anda?""Serius?"Jeanet terkejut. Ini benar-benar kejutan yang menyenangkan. Sambil tersenyum, ia mengucapkan terima kasih, "Wah, terima kasih banyak! Saya sedang sibuk sekarang, nanti saya akan datang, boleh?""Tentu, silakan datang kapan saja sesuai waktu Anda.""Baik, terima kasih."Dengan gembira, ia menutup telepon.Kayshila yang ada di sebelahnya penasaran. "Ada kabar baik, ya?""Ya." Jeanet tersenyum dan mengangguk. "Tentu saja! Gaun yang tadi aku lihat, mereka bilang sudah tersedia. Lihat betapa beruntungnya aku!"Kayshila ikut senang untuknya. "Kamu ini, ke depannya pasti akan terus beruntung.""Aku juga merasa begitu."Setelah selesai merapikan rambut, mereka
"CEO Parviz, Anda tidak bisa hanya minum jus buah!"Matteo tersenyum, "Baiklah! Ayo, bawa kemari!""Semua, tunggu apa lagi?""CEO Parviz ..."Ruangan itu penuh dengan kericuhan. Karena terlalu banyak minum jus buah, Jeanet diam-diam pergi ke toilet. Saat mencuci tangan di wastafel, tiba-tiba ia melihat wajah yang familiar di cermin.Ia langsung membeku.Itu ... Farnley?Saat Jeanet melihat Farnley, pria itu tentu juga melihatnya.Jeanet malam ini mengadakan jamuan makan bersama teman-temannya di tempat ini. Farnley mendengarnya dari Zenith, kebetulan dia juga berada di sini untuk bertemu klien.Namun, meskipun begitu, dia tetap tidak menyangka bahwa mereka akan bertemu secara kebetulan seperti ini.Farnley tiba-tiba merasa tegang. Tenggorokannya kering, tapi telapak tangannya justru dipenuhi keringat. Bibirnya bergerak, namun tak satu kata pun keluar dari mulutnya.Akhirnya, Jeanet yang lebih dulu berbicara.Jeanet berbalik dan menatapnya, tersenyum tipis. "Farnley, ini kamu? Sudah lam
Kayshila tidak begitu mengerti, sebenarnya apa yang dipikirkan Farnley?Sebenarnya, Jeanet sudah cukup lama sadar, tapi Farnley bahkan belum sekali pun muncul. Apa mungkin, dia benar-benar tidak berniat melanjutkan hubungan itu?Sebagai orang yang terlibat langsung, dia tidak muncul dan tidak bersuara, kami yang hanya penonton pun jadi tidak enak untuk banyak bicara."Sudahlah, jangan bahas dia lagi."Kayshila menggelengkan kepala, lalu menunjuk ke Matteo."Kalau begitu, kita bahas Matteo saja.""Matteo?" Jeanet mengangkat alis, bingung. "Kenapa memangnya?""Ck." Kayshila meliriknya, "Jangan bilang kamu nggak sadar, Matteo itu masih belum bisa move on dari kamu."Jeanet terdiam sejenak, lalu mengangguk pelan. "Iya, aku tahu.""Terus, kamu mau gimana?"Selama setahun ini, dibandingkan Farnley, mungkin Matteo memang tidak melakukan banyak hal, tapi itu bukan karena dia tidak mau.Saat Jeanet kambuh sakitnya, dia hanya mengenali Farnley.Setelah itu, Keluarga Gaby pun secara alami menyera
Setelah keluar dari rumah sakit, sikap Zenith terhadap Kayshila jadi jauh lebih hati-hati.Awalnya hari ini dia berniat pergi ke kantor, tapi sekarang malah tidak ingin pergi sama sekali."Kayshila, hari ini kamu mau ngapain? Aku temani semuanya, boleh ya?""Boleh." Kayshila paham maksudnya dan tidak menolak.Keduanya berjalan melewati lobi poliklinik, menuju ke luar.Tiba-tiba, Kayshila berhenti melangkah, pandangannya terpaku pada satu arah."Kayshila?" Zenith mengira dia merasa tidak enak badan, "Kenapa?""Oh …" Kayshila melirik padanya, "Lihat seseorang yang aku kenal. Kamu juga kenal.""Oh ya?"Zenith mengikuti arah pandangannya. Di loket pendaftaran mandiri, yang paling akhir dalam antrean adalah seorang perempuan."Siapa?" Zenith menyipitkan mata, berusaha mengingat."Hmm?" Kayshila menatapnya sambil tertawa, "Nggak ingat? Aktingnya sih meyakinkan.""Bukan begitu … aku beneran nggak inget. Siapa sih?""Udah deh, cukup ya."Kayshila melotot manja, "Orang itu pernah ada hubungan s
Dua bulan kemudian.Pagi-pagi sekali, Zenith sudah bangun.Dengan langkah ringan dan hati-hati, ia turun ke bawah, masuk ke ruang makan, dan mulai menyiapkan sarapan untuk Kayshila.Sejak sebulan yang lalu, Kayshila mulai mengalami gejala mual karena kehamilan.Apa pun yang dimakan pasti dimuntahkan, bahkan kadang-kadang hanya minum air pun bisa membuatnya mual.Nafsu makannya menurun drastis. Setiap kali ditanya, jawabannya selalu, “nggak lapar”.Padahal di rumah ada chef masakan barat dan Indo, ditambah lagi ada Bibi Maya yang ahli masak.Kalau saja dia sedikit saja bilang ingin makan sesuatu, langsung bisa disajikan di depan matanya.Tapi mulutnya sangat pilih-pilih dan hanya mau makan masakan buatan Zenith.Jadinya, setiap kali ada waktu, Zenith pasti turun tangan sendiri.Apalagi soal sarapan, sudah pasti jadi tanggung jawab dia sepenuhnya.Di dapur, Bibi Maya melihat dia masuk, langsung menyapa sambil tersenyum, "Tuan Muda Zenith sudah bangun? Semua bahan sudah saya siapkan.""Ya
Perjalanan ke Toronto kali ini benar-benar penuh dengan kebahagiaan. …Delapan bulan kemudian, Jeanet melahirkan seorang bayi laki-laki di Rumah Sakit Santa.Bayi besar dengan berat 3,9 kg.Cucu pertama di Keluarga Gaby, dan cucu bungsu di Keluarga Wint. Sejak lahir, ia sudah bagaikan terlahir dengan sendok emas di mulutnya.Karena kondisi tubuhnya, Jeanet tidak memilih melahirkan secara normal, melainkan melalui operasi caesar.Farnley ikut masuk ke ruang operasi. Awalnya dia menunggu di ruang persiapan, lalu setelah bayinya lahir, barulah ia masuk ke ruang operasi.Ia mengganti pakaian isolasi, mengenakan sarung tangan, lalu menerima gunting dari dokter untuk memotong tali pusar yang menghubungkan anak dan ibunya.Setelah itu, ia menggendong bayinya dan menghampiri Jeanet, memeluk ibu dan anak sekaligus."Jeanet, kamu sudah sangat berjuang."Jeanet tersenyum, "Hmm."Begitu keluar dari ruang operasi, Jeanet dipindahkan ke kamar rawat. Farnley menjaganya sepanjang malam tanpa beranjak
"Apa maksudnya?" Jeanet sempat tertegun.Adriena cemas, "Aku tanya, kamu jawab saja!""Sepertinya ... bulan lalu?" Jeanet mencoba menghitung."Aduh!" Adriena tertawa sambil menangis, "Anak ini! Hubungan kalian begini, sudah sekian lama nggak haid, kamu nggak ada rasa curiga sedikit pun?""Aku ..." Jeanet menggeleng polos, "Sejak sembuh dari sakit, datang bulanku memang nggak teratur.""Tapi nggak sampai se-nggak teratur ini juga!"Adriena melirik Farnley, "Kamu percaya nggak, dia muntah-muntah kayak gitu gara-gara kamu!""Hah?" Jeanet kaget, "Masa sih?""Kenapa nggak?"Adriena tertawa geli, "Kalian anak muda memang kurang pengalaman! Kalau pasangan itu hubungannya dekat banget, ceweknya hamil, cowoknya bisa ikut-ikutan muntah!"Sambil mendorong mereka, dia berkata, "Masih bengong aja? Cepat ke rumah sakit, periksa dulu!""Oh ..."Begitu sampai rumah sakit dan hasilnya keluar, semua pun terdiam."Apa aku bilang?" Adriena membaca laporan medis sambil tersenyum lebar, "Benar kan, kamu ham
Azka yang bertubuh tinggi dengan mudah mengangkat Jannice di atas bahunya, ke mana pun pergi, Jannice tak perlu berjalan sedikit pun.Jannice pun girang dan berteriak, "Aku milik tempat ini! Tempat ini bagaikan surga!"Ucapan itu terdengar oleh para orang dewasa, membuat mereka tak bisa menahan tawa.Seiring berjalannya waktu, para tamu pun datang satu per satu.Pernikahan pun tiba sesuai jadwal.Di taman tua yang klasik, hamparan karpet merah digelar. Azka kembali menggendong Kayshila, mengantarnya menuju pernikahan.Ia menyerahkan sang kakak kepada Zenith, "Kakak ipar, kakakku kuserahkan padamu."Pemuda itu kini berbicara jauh lebih lancar daripada dulu."Tenang saja." Zenith menerima mempelainya, di belakangnya ada Jannice dan Kevin sebagai flower boy dan flower girl, menaburkan kelopak bunga ke udara.Saat sesi lempar bunga, dengan teriakan Kayshila, "Aku lempar ya! Satu, dua, tiga!"Dia melemparkan buket bunga ke belakang.Buket itu terbang di udara, dan di tengah riuh para tamu,
Awalnya, niat Kayshila adalah untuk tidak menggelar pernikahan lagi.Namun, saat urusan ini jatuh ke tangan Adriena, ditambah lagi dengan Ron, pasangan suami istri ini memang merasa sangat bersalah kepada putri mereka. Dengan adanya kesempatan seperti ini, bagaimana mungkin mereka tidak memanfaatkannya sebaik mungkin?Dan juga, Ron dan Calista telah resmi bercerai setengah tahun lalu, dan keesokan harinya, Ron langsung mendaftarkan pernikahan dengan Adriena, menjadikan mereka pasangan sah secara hukum.Pertikaian yang telah berlangsung selama lebih dari dua puluh tahun itu akhirnya mencapai sebuah akhir.Setidaknya, bagi mereka, ini adalah akhir yang baik.Pernikahan mereka digelar dengan sangat megah. Para tokoh kalangan elite dari seluruh Kanada yang bisa hadir, datang semua.Ron akhirnya bisa menegakkan kepala, menikahi perempuan yang telah dicintainya sejak muda, dan kini akhirnya ia bisa berdiri di sisinya secara sah.Dalam pernikahan itu, Kayshila dan Zenith mengambil cuti dan da
"Baik, aku mengerti."Setelah menutup telepon, Kayshila berdiri di hadapan Zenith. Mata Zenith sedikit memerah, suaranya tenang namun terdengar datar."Dia sudah pergi."Kayshila memejamkan mata sejenak, tak mengatakan apa pun. Dia hanya melangkah maju dan memeluknya.Dia bisa merasakan tubuh Zenith sedikit gemetar.Di saat seperti ini, hatinya pasti sangat terluka, ya?Kini, tampak jelas bahwa yang paling patut dibenci adalah Gordon dan Morica. Hidup Jeromi bisa dibilang penuh dengan ketidakberuntungan.Akhir hidupnya yang seperti itu seolah-olah membuat seluruh perjalanan hidupnya di dunia ini menjadi sia-sia.Kayshila menepuk-nepuk punggung Zenith dengan lembut. "Adakan pemakaman yang layak untuknya. Iringi dia ke peristirahatan terakhirnya dengan baik.""Mm." Zenith mengangguk dengan suara serak.Meski berniat menggelar pemakaman yang layak, pada kenyataannya tak banyak orang yang hadir.Selama beberapa tahun terakhir, Jeromi tinggal di Toronto dan tak memiliki banyak teman. Dia me
Jeromi perlahan membuka mulut, menatap langit-langit, "Aku ini hidupnya pendek. Tapi sejujurnya, aku sudah lama merasa cukup dengan hidup ini.""Bagiku, sejak meninggalkan Jakarta, meninggalkan kamu, ibu, dan kakek … setiap hari setelahnya terasa lebih menyiksa daripada mati."Suasana dalam ruangan sunyi senyap.Kayshila diam-diam menggenggam tangan Zenith.Orang bilang, ketika seseorang menjelang ajal, kata-katanya menjadi tulus.Kalau dulu Jeromi mengucapkan kalimat seperti ini, orang mungkin akan curiga, apakah dia hanya sedang berpura-pura.Tapi melihat kondisinya sekarang … apa gunanya berpura-pura lagi?Sudah terlihat jelas, dia benar-benar sedang sangat menderita.Jeromi melanjutkan, "Satu-satunya keinginanku dalam hidup ini adalah kembali ke Jakarta, kembali ke sisi Ibu …"Ia perlahan menoleh ke arah Zenith, "Zenith, kumohon padamu, bawalah aku pulang, bolehkah?"Bibir Zenith menegang, hatinya terasa perih dan sesak.Pria di hadapannya ini dulu adalah saudara kandungnya, tapi j
Mereka tidak perlu mengkhawatirkan apa pun, bahkan untuk mengurus Jannice pun sudah tidak diperlukan lagi.Paman Kevin sangat menyayangi keponakan perempuannya, dan ia sering mengajaknya bermain keliling seluruh area perkebunan.Tahun itu, saat mereka datang, Toronto sedang berada dalam musim dingin. Namun kini, musim semi telah tiba, bunga-bunga bermekaran, taman terlihat sangat indah, sangat cocok untuk anak-anak bermain.Memasuki bulan April, Toronto akan berganti ke musim panas, yang akan berlangsung hingga Oktober. Pada saat itu, perkebunan akan terlihat secantik lukisan cat minyak.Adriena pun mengusulkan, "Kayshila, bagaimana kalau nanti acara reuni kalian diadakan di sini saja?"Semakin dipikir, ia merasa ide itu sangat masuk akal."Tempatnya luas, kalian juga hanya mengundang kerabat dan teman dekat saja, pasti cukup untuk menampung semua. Kota Azka juga dekat dari sini, jadi kalau mau menjemput orang juga mudah. Momen ini langka, kalian kakak-beradik bisa berkumpul kembali."