Share

Penjelasan Ardi

Ana tengah menata makanan di atas meja untuk makan malam nanti. Ya. Setelah sampai rumah Ana langsung memasak untuk makan malam nanti dengan Ardi. Walau Ana tidak tahu Ardi akan pulang jam berapa hari ini, tetapi Ana tetap menyiapkan makan malam untuk sang suami.

Ardi langsung masuk rumah ketika pulang kerja. Ardi terus memikirkan bagaimana reaksi Ana ketika mengetahui jika Ardi atasannya di kantor. Ardi bernafas lega melihat Ana di ruang makan tengah asyik menata masakannya sehingga Ana tidak mengetahui jika Ardi telah pulang.

"Assalamu'alaikum.." ucap Ardi

"Wa'alaikumsalam.." balas Ana menoleh ke Ardi

"Serius banget sampai nggak dengar aku pulang."

"Maaf Pak. Bapak ingin langsung mandi dulu apa gimana? Nanti saya siapkan airnya pak."

"Saya ingin istirahat dulu sebentar." Ardi berjalan menaiki anak tangga menuju kamarnya

Ana menganggukan kepala menjawab ucapan Ardi sebelum Ardi meninggalkannya. Ana menuju ke dapur untuk membersihkan perabotan yang dipakai masak.

Ana menyiapkan air untuk Ardi mandi setelah urusan di dapur selesai. Ardi tengah duduk di balkon kamar ketika Ana meminta ijin masuk ke kamar menyiapkan air untuk dirinya mandi. Ardi masih memikirkan kejadian di kantor hari ini dimana Ana telah mengetahui siapa dirinya. Ardi berharap Ana tidak marah kepadanya. Ardi tidak bermaksud menyembunyikan jati dirinya, hanya saja Ardi belum mempunyai waktu yang tepat bercerita ke Ana.

Ardi dan Ana duduk di meja makan menikmati hidangan makan malam yang telah disajikan oleh Ana. Ana mengambilkan nasi dan lauk ke piring Ardi. Ardi dan Ana makan dalam keheningan tanpa ada percakapan atau suara. Selesai menikmati makan malam, Ardi memulai percakapan dengan Ana di meja makan sembari menikmati buah yang telah dipotong oleh Ana.

"Ana.. Ada yang ingin saya jelasin." Ardi membuka percakapan

"Bapak ingin menjelaskan apa? Saya rasa tidak ada yang perlu dijelaskan Pak," balas Ana

"Masalah di kantor tadi. Saya minta maaf belum memberitahu kamu siapa saya."

Ana tersenyum mendengar penjelasan Ardi, "Bapak tidak ada hak menjelaskan ke saya. Kita hanya menikah kontrak Pak. Saya hanya istri di atas kertas bapak. Jadi saya rasa bapak tidak perlu menjelaskan apa-apa ke saya."

Deg..

Ada rasa yang bergetar di hati Ardi kalau mendengar kalimat istri di atas kertas dari Ana. Seolah Ardi merasa orang paling jahat di dunia menjadikan wanita mungil nan cantik di hadapannya itu istri di atas kertas dan mengikatnya dalam sebuah pernikahan kontrak demi keuntungan mereka. Ah.. Lebih tepatnya keuntungan bagi Ardi agar bisa terlepas dari perjodohan papanya.

"Tapi kamu tetap tanggung jawab saya selama kamu tinggal disini Ana."

"Bapak tidak usah berlebihan Pak. Saya bisa menjaga diri sendiri. Jadi bapak tidak usah merasa saya tanggung jawab bapak atau beban bagi bapak. Saya ke dapur dulu pak." Ana membawa peralatan makan kotor mereka ke dapur. Langkah Ana terhenti ketika suara Ardi terdengar.

"Kamu tidak usah melakukan pekerjaan rumah An. Biarkan pekerjaan rumah itu dikerjakan bibi. Kamu bukan pembantu di rumah ini."

Ana membalikan tubuh dan tersenyum ke arah Ardi, "Saya memang bukan pembantu di rumah ini pak. Tapi saya ikhlas melakukan semua ini. Saya sudah terbiasa dengan semua ini. Kalau pun saya jadi pembantu di rumah ini juga tidak masalah. Agar hutang saya cepat lunas ke bapak. Maaf Pak. Permisi." Ana kembali melanjutkan langkah menuju dapur

Deg..

Lagi dan lagi Ardi merasa tersentil dengan ucapan Ana. Apa yang dikatakan Ana semuanya benar. Ardi mungkin telah menjebak Ana dengan utang seratus juta agar Ana menikah dengan Ardi dan menyelamatkan Ardi dari perjodohan orang tuanya. Padahal bisa saja Ana mengganti uang yang dipakai untuk kakaknya tiap bukan dengan potongan gaji kerjanya. Ardi menghela nafas kasar melepaskan semua beban dipikiran lalu berjalan ke kamar di lantai dua.

Ana berdiri di tepi pembatas balkon kamar rumah Ardi. Sesekali Ana menghembuskan nafas panjang berusaha menenangkan diri dari semua masalah hidupnya. Ya. Masalah hidup yang datang silih berganti bahkan bertubi sebenarnya bukan Ana yang menciptakan. Tetapi kakaknya yang selalu menciptakan masalah baru hampir setiap hari sehingga Ana harus membanting tulang dan bekerja keras untuk menutupi masalah kakaknya.

Ana menepuk jidatnya hampir melupakan pekerjaan sampingan nya di cafe. Sudah hampir satu minggu Ana tidak berangkat kerja di cafe. Pasti atasan atau bos Ana akan marah karena Ana lama tidak masuk kerja. Ana melihat jam di pergelangan tangan. Waktu telah menunjukan pukul sebelas malam yang artinya percuma saja jika Ana tetap memaksakan diri pergi ke cafe.

Hah..

Lagi dan lagi Ana menghembuskan nafas kasar. Tanpa Ana sadari dari balkon di samping kamar Ana, Ardi memperhatikan setiap gerak gerik yang Ana lakukan. Ada rasa penasaran dalam diri Ardi, namun Ardi juga buka orang yang suka mencampuri urusan orang lain jika orang itu tidak bercerita kepada Ardi. Ardi terus memperhatikan Ana dengan lekat hingga Ana beranjak masuk ke dalam kamar karena hari mulai larut malam dan Ana besok harus berangkat kerja. Akhir pekan masih lama. Pikir Ana.

***

Matahari menyinari bumi dengan cerah menandakan jika hari telah berganti. Ana yang telah selesai bersiap untuk berangkat bekerja berjalan meninggalkan kamar menuruni anak tangga menuju ke ruang makan. Tampak Ardi telah duduk di kursi yang menjadi singgasana Ardi dengan macbook di tangan.

"Maaf Pak. Saya terlalu lama bersiap," ucap Ana setelah duduk di samping kiri Ardi

"Tidak masalah An. Saya juga baru turun," balas Ardi tanpa mengalihkan pandangan dari mabok di tangan.

"Iya Pak. Terima kasih pak," tukas Ana

Ana mengambil piring Ardi lalu mengisi dengan nasi dan lauk pauk untuk suaminya. Ana mengambil nasi dan lauk pauk untuk dirinya setelah menyerahkan piring Ardi. Ardi dan Ana makan dengan suasana hening tanpa ada suara sedikit pun dari mereka.

***

"An.. Lo dicari Pak Raka," ucap Alma saat melihat Ana kembali dari pantry untuk membuat kopi

"Serius.. Lo lagi nggak ngeprank gue kan Al?" balas Ana sembari mengajukan pertanyaan

"Yaela.. Ngapain juga gue bohong. Tanya Faren kalau lo ngga percaya bsa gue," tukas Alma berpura-pura marah

"Ah.. Lo nggak asyik Al. Gitu aja marah.. Iya Al.. Gue percaya sama lo. Gue ke ruangan Pak Raka dulu Al. Makasih informasinya Al," sambung Ana meletakan kopi di atas meja kerja lalu melangkahkan kaki menuju ke ruangan Pak Raka

Tok..

Tok..

Tok..

Alma mengetuk pintu ruangan Pak Raka sembari mengucapkan salam. Ana memutar knp pintu setelah mendengarkan suara Pak Raka yang mengizinkan masuk ke dalam ruangan Pak Raka. Ana melangkahkan kaki dengan pelan saat masuk ke dalam ruangan Pak Raka.

"Permisi pak. Mohon maaf apa benar Pak Raka mencari saya?" ucap Ana dengan sopan

"Wa'alaikumsalam.. Iya An. Saya mencari kamu. Kata Alma kamu sedang ada di pantry. Duduk An," balas Pak Raka mengalihkan tatapan dari berkas yang ada di meja ke arah Ana

"Baik Pak. Iya Pak. Saya tadi sedang membuat kopi biar tidak mengantuk," lanjut Ana

"Tidak apa-apa An. Hari ini kamu ikut saya meeting setelah makan siang An," tukas Pak Raka

"Baik Pak. Apa ada lagi yang bisa saya kerjakan Pak?" sambung Ana

"Tidak ada An. Kamu boleh kembali ke tempat kamu. Jangan lupa kamu pelajari bahan meeting yang telah saya kirim ke email kamu," imbuh Pak Raka

"Baik Pak. Saya permisi," pungkas Ana lalu beranjak dari tempat duduk dan berjalan keluar meninggalkan ruangan Pak Raka setelah mendapatkan izin dari Pak Raka dengan anggukan kepala

Ana kembali ke kubikel setelah keluar dari ruangan Pak Raka untuk memeriksa email dan mempelajari materi meeting siang nanti.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status