Share

Bab 2 - Makan Malam

Milly keluar dari kamarnya saat sore telah tiba. Dia menuju ke arah dapur dan bersiap-siap untuk menyiapkan makan malam. Rupanya, di dapur telah tersedia bahan-bahan masalan. Boy mungkin telah menyediakannya. Milly lantas bergegas untuk memasak.

Sebenarnya, Milly tidak terlalu pandai dalam memasak, dia hanya bisa memasak masakan-masakan sederhana. Malam ini, Milly akan membuat ayam goreng kecap, karena dia melihat ada ayam di dalam lemari pendingin.

Milly mengamati sekitarnya, tampak sangat sepi. Apakah Boy pergi? Atau pria itu kini sedang berada di dalam kamarnya?

Milly tak mengambil pusing tentang hal itu. Dia akan tetap memasak untuk dua orang. Kalaupun Boy pergi, nanti pria itu pasti akan pulang saat makan malam tiba, karenanya, Milly tetap memasak untuk dua orang.

Sembari memutar lagu di ponselnya, Milly mulai memasak. Dia akan memasak seenak mungkin, karena ini akan menjadi masakan pertama yang dia buat untuk Boy. Semoga saja Boy menyukainya.

Lama Milly menghabiskan waktunya di dapur sembari bersenandung, hingga akhirnya, masakannyapun selesai juga. Waktu sudah menunjukkan pukul enam sore, Milly menengok ke arah pintu kamar Boy namun pria itu belum juga keluar dari kamarnya.

Milly kemudian memutuskan untuk mandi, mengganti pakaiannya lalu memanggil Boy untuk makan malam bersama.

Setelah Milly selesai mandi dan mengganti pakaiannya, dia lantas menuju ke kamar Boy, mengetuknya berkali-kali, namun tidak ada jawaban dari pria itu.

Apa Boy keluar?

Milly merogoh ponselnya, kemudian mulai mencari nomor Boy dan menghubunginya. Sekali, dua kali, tiga kali, namun Boy tak juga mengangkat panggilan Milly. Milly masih berusaha menghubungi Boy sembari menunggunya di ruang makan.

Akhirnya, panggilannya diangkat oleh Boy. Kalimat pertama yang diucapkan Boy adalah “Aku sibuk.”

“Uuum, aku masakin makan malam…”

“Kamu makan dulu aja, aku ada kerjaan.” Lalu panggilan dimatikan begitu saja.

Milly membatu, mencerna apa yang baru saja terjadi. Di hari pertama dia menjadi seorang istri, dia diperlakukan seperti ini oleh suaminya. Diberi surat kontrak, ditinggalkan sendirian, dan kini dirinya harus menunggu ketidak pastian.

Milly mengusap lembut perutnya, dia merasakan kesedihan yang amat sangat. Bukan tanpa alasan, selama ini, Milly memang telah memendam rasa terhadap Boy. Dia mengenal Boy ketika dirinya menjadi asisten pribadi Clara Adista, sang model papan atas yang saat itu merupakan kekasih Boy.

Boy yang tampak sangat mencintai dan perhatian dengan Clara mau tidak mau mencuri hati Milly. Boy bukanlah orang biasa, pria itu memiliki banyak koneksi, ditambah lagi, pria itu terkenal di kalangan model. Jika mau, Boy bisa saja menjadi seorang Playboy, mengingat banyaknya model yang menaruh hati padanya, namun dengan setia Boy tetap memilih bersama dengan Clara. Hal tersebut turut serta membuat Milly semakin mengagumi sosok Boy.

Kini, Milly masih tidak percaya, bahwa Boy sudah menjadi suaminya. Meski pernikahan mereka hanya karena terpaksa, meski pernikahan mereka hanya karena kontrak, nyatanya, Milly tidak bisa memungkiri dirinya sendiri bahwa dirinya sangat bahagia saat bisa menjadi istri seorang Bobby William.

Milly akhirnya memutuskan untuk menunggu Boy. Meski dia sudah lapar, namun istri yang baik adalah istri yang setia menunggu suaminya. Dia tidak sabar melihat reaksi Boy ketika menyantap hasil masakannya malam ini.

****   

Sampai jam setengah sepuluh, Boy belum juga pulang. Milly sudah kelaparan, tapi dia tetap setia menunggu. Milly hanya meredakan laparnya dengan minum susu. Dia juga mulai memanaskan masakannya dan menaruhnya kembali di meja makan. Berpikir bahwa Boy akan segera pulang.

Benar saja, tepat pada jam sepuluh malam, Boy pulang. Milly menyambutnya di ruang tengah, dan suaminya itu tampak lelah seakan ingin segera masuk ke dalam kamarnya.

“Uum, kamu mau mandi dulu atau bagaimana?” tanya Milly kemudian.

Boy mentap Milly penuh tanya. “Ya, aku akan mandi dan langsung tidur.”

“Ehh? Nggak makan malam dulu? Aku sudah panasin masakannya.” Milly masih berharap jika Boy mau makan malam bersamanya. Makan malam pertama sebagai suami istri.

Boy melirik ke arah meja makan. Di sana masih tersaji menu makan malam yang tampak belum tersentuh. “Kamu nungguin aku? Kamu bisa makan sendiri, kan?”

“Uummm, kupikir…”

“Aku sudah makan di luar.” Boy menjawab cepat. “Kamu makan sendiri saja, aku akan mandi dan beristirahat.” Setelah mengucapkan kalimat itu, Boy meninggalkan Milly begitu saja memasuki kamarnya.

Milly menatap kepergian Boy dengan tatapan nanar. Dia tak percaya bahwa Boy akan melakukan hal ini padanya. Sepanjang sore dia sudah berusaha memasak, sepanjang malam dia sudah menunggu pria itu sampai kelaparan, dan kini, Boy memilih tetap meninggalkannya. Sebenarnya, kenapa Boy tampak begitu membencinya? Apa karena pernikahan ini yang telah mengikat pria itu?

***  

Milly memutuskan membungkus semua makan malamnya. Pada saat itu, Boy keluar dari kamarnya dan bersiap mengambil air minum. Boy melihat Milly tampak bersiap-siap akan pergi, padahal waktu sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam.

“Mau kemana?” tanya Boy dengan nada sedikit cuek sembari mengambil sebotol air mineral dari dalam lemari pendinginnya.

“Uum, karena aku tadi masak banyak, jadinya aku bungkus buat Ibu sama ayah. Aku boleh ngantar makanan ini ke mereka, kan? Soalnya sayang kalau dibuang.”

“Sudah malam. Mending simpan aja. Bisa diangetin besok.”

“Uumm, nggak apa-apa, kok. Toh rumah kontrakan ibu nggak jauh dari sini.”

“Memangnya kamu mau jalan kaki. Jam segini mana ada kendaraan.”

“Yaaa nggak apa-apa.”

Boy bersedekap seketika. “Kamu itu cewek, dan kamu lagi hamil.”

Milly masih fokus dengan rantangnya. “Aku lagi pengen makan sama ibu, memang salah, ya?”

Boy mendengkus sebal. Dioa lalu masuk ke dalam kamarnya, kemudian kembali dengan membawa sebuah jaket dan juga kunci mobilnya. “Ayo kuantar,” ucapnya sembari menuju pintu keluar. Milly menatap Boy dan dia semakin bingun dibuatnya. Sebenarnya, Boy kenapa? Setengah jam yang lalu, pria itu menjadi pria kejam yang tak perhatian dan tak peduli dengan Milly, namun lihat, sekarang Boy seakan berubah seratusdelapan puluh derajat. Apa yang diinginkan pria itu? apa tujuannya?

Milly pada akhirnya mengikuti saja perintah Boy. Dia mengikuti Boy ke basement, memasuki mobil Boy kemudian pria itu mulai mengemudikan mobilnya meninggalkan gedung apartmennnya.

Dari ujung matanya, Milly melihat bahwa Boy tampak tak suka melakukan hal ini, pria itu mungkin capek dan butuh istirahat, lalu kenapa Boy memaksakan kehendaknya untuk mengantar Milly?

“Nanti kamu langsung pulang saja.” Milly membuka suaranya.

“Kenapa?”

“Rumah kontrakan Ibu kan ada di dalam gang, mobil kamu nggak bisa masuk, dan nggak ada tempat parkirnya.”

“Terus kamu pulangnya gimana?” tanya Boy kemudian yang masih fokus dengan jalanan di hadapannya.

“Aku nginep di rumah Ibu saja malam ini.”

Boy melambatkan laju mobilnya, lalu dia menatap ke arah Milly seketika “Maksudmu?”

“Nginep semalam, nggak apa-apa, kan?” tanya Milly kemudian.

Sekali lagi, Boy mendengkus sebal, dia kemudian menjawab “Terserah kamu.” Kemudian Boy mulai melajukan mobilnya, tanpa menghiraukan Milly lagi.

Sampailah mereka di depan gang rumah orang tua Milly. Milly mengambil rantang makanannya kemudian keluar dari dalam mobil Boy, dan setelah itu, Boy segera pergi begitu saja meninggalkan Milly seolah-olah pria itu tak mempedulikan apa yang akan dilakukan Milly.

Milly menatap mobil Boy yang mulai hilang dibalik tikungan jalan. Matanya nanar, hatinya terasa pilu. Makan malam pertama yang dia idam-idamkan berakhir seperti ini. Sangat menyedihkan. Apa yuang harus dia katakan pada ibunya nanti? Apa dia harus jujur bahwa pernikahannya tidak berjalan dengan lancar?

Sembari menghela napas panjang, Milly memasuki gang rumah ibunya. Apapun yang terjadi, dia tidak akan membuat kedua orang tuanya khawatir dan kepikiran. Dia bisa mengatakan bahwa Boy sedang pergi ke luar kota mendadak malam ini, Ibunya tidak akan curiga. Dia hanya perlu menyingkirkan raut wajah sedihnya saat ini. Ya, semuanya akan baik-baik saja, Milly hanya perlu banyak bersabar.

-TBC-

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status