Boy adalah seorang fotografer ternama. Dia juga merupakan putra dari salah satu keluarga konglongmerat di negeri ini. Boy sangat tergila-gila dengan sosok Clara Adista, sang model papan atas yang telah menjadi kekasihnya. Namun sayangnya, Clara memilih menikah dengan pria lain, hingga suatu malam Boy yang patah hati dan mabuk berakhir dengan meniduri asisten pribadi Clara yang bernama Milly. Singkat cerita, Milly hamil, hingga Boy mau tidak mau akhirnya menikahi Milly. Lalu, apakah yang akan terjadi dengan kehidupan pernikahan mereka? Dapatkah Milly yang sederhana mengimbangi gaya hidup Boy yang mewah itu?
View MoreMilly mengamati segala penjuru ruangan. Itu adalah Apartmen baru milik Boy, pria yang baru saja memperistrinya. Sebenarnya, Milly sudah pernah ke apartmen lama Boy, namun, apartmen yang akan dia tinggali ini rupanya apartmen baru yang telah disiapkan oleh Boy untuknya.
Ya, tentu saja. Boy bisa dengan mudah membeli apapun yang diinginkan oleh pria itu. Boy merupakan anak dari pengusaha kaya raya, ditambah lagi, karirnya menjadi seorang fotografer ternama membuat kekayaan pria itu tak diragukan lagi. Milly tahu, jangankan unit apartmen ini, gedung apartmen ini pun Boy bisa membelinya.
Milly tahu bahwa Boy memang kaya, tapi dia baru tahu kemarin, ketika dirinya menginjakkan kaki di rumah orang tua Boy dan menyaksikan bahwa Boy ternyata adalah putra salah satu konglongmerat ternama di negeri ini.
“Masuklah, dan bawa barang-barangmu ke sana. Kamarmu di sana,” ucap Boy sembari menunjukkan sebuah pintu yang ada di sebelah kanannya. Dengan santai, pria itu bahkan menuju ke lemari pendingin, mengambil sebotol air mineral, kemudian menenggaknya tanpa menghiraukan Milly yang kini sedang menatapnya dengan tatapan bingungnya.
Boy baru sadar jika Milly tak segera melakukan perintahnya, dan malah menatapnya dengan tatapan penuh tanya. “Kenapa?” tanya Boy kemudian.
“Uum, kita tidur terpisah?” tanya Milly dengan wajah polosnya.
“Ya. Aku tidur di kamar satunya. Karena itu aku beli apartmen ini. Apartmenku sebelumnya hanya ada satu kamar.”
“Uum, tapi kenapa? Bukankah kita sudah menikah?” tanya Milly kemudian. Dia bingung dengan apa yang diinginkan Boy. Mungkin, jika mereka menikah karena perjodohan atau kontrak, hal ini akan masuk akal jika dilakukan. Masalahnya adalah, mereka menikah karena Milly sedang hamil. Mereka sudah pernah melakukannya, dan kini Milly tengah mengandung anak Boy, karena itulah mereka menikah. Jadi untuk apa mereka tidur terpisah?
Boy kemudian menghela napas panjang. Dia masuk ke dalam kamarnya, kemudian keluar dengan sebuah map. Boy duduk di sofa ruang tamu apartmennya “Kemarilah, ada yang ingin aku bahas sama kamu.”
Pikiran Milly sudah tak enak. Dia akhirnya menuruti permintaan Boy, duduk di sebelah Boy dan melihat pria itu mulai membuka map yang dia bawa.
“Ini kontrak pernikahan kita.”
Milly menatap Boy seketika setelah pria itu mengucapkan kalimatnya. “Kontrak?”
“Ya. Kita menikah secara kontrak.” Milly ternganga karena Boy mengatakan hal itu seperti sudah sewajarnya. “Kamu baca saja bagaimana kontraknya. Tanda tangan jika kamu setuju, dan kasih tahu aku mana poin-poin yuang harus direvisi menurutmu.”
Milly masih shock dengan fakta ini. Dia mengira saat Boy memutuskan untuk bertanggung jawab padanya, pria ini akan melakukannya dengan sepenuhnya. Dia mengenal Boy. Meski Boy adalah anak orang kaya, dan pria ini merupakan fotografer populer yang koneksinya tak main-main, Boy bukanlah pria jahat. Boy hampir tak pernah memanfaatkan kepopulerannya dan kekayaannya untuk menjadi seorang bajingan. Dia pria baik. Karena itulah Milly memendam perasaan p[ada pria ini. Namun rupanya…
Milly menerima map tersebut, membaca poin-poinnya, dan dia semakin sedih dibuatnya. Inti dari semua yang tertulis dalam surat tersebut adalah, bahwa Boy bertanggung jawab secara finansial terhadap Milly dan bayinya. Namun hanya itu, pria itu tak memiliki kewajiban apapun terhadap diri Milly dan bayinya kecuali hanya menyangkut tentang finansial. Mereka akan hidup sendiri-sendiri, tanpa mengurus urusan pribadi masing-masing.
“Kenapa kamu melakukan ini?” tanya Milly dengan suara lirih.
“Apa maksudmu dengan kenapa? Ini akan mempermudah hubungan kita.”
“Kita akan menjadi orang asing meski sedang tinggal bersama.”
“Maaf, aku lupa mencantumkan di sana. Aku tak akan setiap hari tinggal di sini,” ucap Boy kemudian.
“Kamu tinggal di mana?”
“Di Apartmen lamaku. Kamu tentu tahu, kan? Hanya beberapa blok dari sini.”
Milly mengangguk lemah. “Disini, tidak ada tahun perceraian kita.”
Kali ini giliran Boy yang menatap Milly penuh tanya. “Kamu ingin aku mencantumkannya?”
“Bukankah ini surat kontrak pernikahan? Aku hanya ingin tahu sampai kapan kontrak ini berlaku.”
“Aku tidak tahu.” Boy menjawab jujur. “Sejujurnya, aku tidak berencana menceraikanmu. Tapi jika suatu saat kamu menemukan pasangan yang layak dan kamu cintai, maka kamu bisa mengajukan perceraian padaku.”
Milly menatap Boy dengan sungguh-sungguh. “Kenapa kamu tidak berencana menceraikanku?”
Boy bangkit seketika. Dia menghela napas panjang sebelum menjawab “Aku sudah tak memiliki hidup lagi. Perempuan yang kucintai sudah bahagia dengan pria lain. Jadi, apa lagi yang kucari? Aku hanya berusaha bertanggung jawab padamu. Jika suatu saat kamu menemukan kebahagiaanmu dengan pria lain, maka tandanya tanggung jawabku telah berakhir.” Boy menatap Milly, kemudian tersenyum lembut, sedangkan matanya menuntukkan tatapan kesedihan.
Milly bisa melihat dengan jelas, bahwa Boy sedang patah hati. Boy mencintai Clara —mantan pacarnya, sekaligus teman dekat Milly, dengan tulus. Kini, Clara sudah hidup bahagia dengan suaminya. Sedangkan Boy tampak hancur hatinya. Astaga…
“Tidak bisakah… kamu… mencoba mencintai… perempuan lain?” tanya Milly kemudian.
Boy menggelengkan kepalanya. “Kenapa kamu bertanya seperti itu?”
Milly ikut bangkit, kemudian dia menjawab “Karena kamu juga pantas bahagia.” Milly menghela napas panjang kemudian dia tersenyum dan berkata “Baiklah. Kita sepakat. Pernikahan ini akan berakhir saat aku menemukan pria yang telah kucintai, atau kamu menemukan perempuan yang kamu cintai. Bagaimana?”
“Enggak. Kalau aku yang lebih dulu menemukan perempuan itu, maka kamu akan berakhir dengan rugi.”
“Siapa bilang aku rugi? Aku nggak rugi.” Milly kemudian menandatangani surat kontrak tersebut, lalu mengembalikannya pada Boy. “Kita sepakat dengan keputusanku tadi. kita berdua sama-sama berhak bahagia.” Ucap Milly dengan sungguh-sungguh sembari mengembalikan kontrak tersebut kepada Boy. Boy hanya ternganga melihatnya.
Milly memilih meninggalkan Boy, menuju ke sebuah pintu yang tadi disebutr sebagai kamarnya. Membawa kopernya ke dalam sana dan menunci dirinya di dalam sana.
Boy hanya menatap Milly dengan ternganga. Dia sempat mendengar percakapan Milly dengan Clara, bahwa Milly menyimpan perasaan untuknya. Karena itulah Boy melakukan hal ini, membuat agar Milly bisa melupakannya. Namun rupanya… dia salah. Ya, Milly sudah pasti tak memiliki perasaan padanya.
***
Di dalam kamarnya. Milly mengamati segala penjuru ruangan. Itu adalah kamar yang sangat mewah, sangat berbeda dengan kamarnya di rumah orang tuanya yang sederhana. Milly mengamatinya, kemudian pandangan matanya mulai mengabur.
Matanya berkaca-kaca, kemudian air matanya menetes begitu saja menuruni pipinya…. Jadi… seperti inikah rasanya? Dia akan menjalani kehidupan pernikahan dengan pria yang dicintainya, namun sepertinya… dia harus puas menganggap pria itu sebagai pria asing untuknya. Kenapa jadi seperti ini? Bisakah dia menjalani hari-harinya seperti ini nantinya?
-TBC-
Halo... ini adalah cerita baruku... aku harap kalian suka yaa... jangan lupa tinggalkan rating, komen dan juga Vote yaa... agar aku lebih semangat lagi lanjutin ceritanya... terima kasih... :)
EPILOGBoy keluar dari kamar Milly, dan dia sudah mendapati makanan yang tertata di meja makan keluarga Milly. Memang, semalam Boy dan Milly menginap di rumah keluarga Milly, karena Boylah yang meminta. Milly tidak thu apa rencana Boy, bahkan saat Boy meminta ayah dan ibunya izin untuk tidak masuk kerja hari ini.“Kamu sudah siap? Ayo kita sarapan.” Ajak Milly sembari menyiapkan tempat duduk Boy.Boy akhirnya duduk di sana. Tepat di sebuah kursi di sebelah kursi Milly. Sedangkan kedua orang tuma Milly duduk berhadapan dengan mereka.“Ibu sama Bapak beneran sudah izin nggak masuk kerja, kan?” tanya Boy setelah dia duduk.“Iya, kan kamu yang minta semalam. Jadi ayah sama ibu enggak masuk kerja hari ini, memangnya ada apa, sih?” tanya Milly sembari mengambilkan Boy menu sarapan di piringnya.“Rahasia. Kita akan berangkat bersama setelah sarapan.”“Dih&he
Bab 35 – Akhir BahagiaSetelah urusannya dengan Kirana selesai, Boy tak mengajak Milly kembali pulang. Dia malah membawa Milly menuju ke studio fotonya, tempat dimana dirinya bekerja. Milly menatap Boy seketika saat mobil suaminya itu sudah terparkir di sana.“Boy, kenapa kita ke sini?”“Kenapa? Kamu memangnya mikirnya kita ngapain ke sini?”“Aku nggak tahu apa rncana kamu.”“Aku nggak punya rencana apapun. Lagian memangnya salah ya? Kalau aku ngajak istriku ke tempat kerjaku?” tanya Boy kemudian.“Ya… nggak salah, sih…”“Tapi?” tanya Boy saat dia tahu bahwa Milly belum menyelesaikan kalimatnya.“Boy, di sini kan banyak model papan atas yang dulunya kenal aku. Para pegawai kamu juga kebanyakan kenal aku, dan tahuya aku ini adalah mantan asisten Clara. Apa… kamu nggak malu?” tanya Milly de
Bab 34 - Pengakuan“Boy? Kenapa kamu ngomong gitu?” tanya Milly kemudian. “Apa kamu mau tinggalin aku?”“Enggak!” Boy menjawab cepat. “Aku berkata begitu karena yang kulihat, kamu tak cukup bahagia denganku.”“Tidak ada hal yang lebih membahagiakan selain bisa hidup bersama dengan orang yang kita cintai. Aku bahagia bisa hidup denganmu meski tanpa cinta yang tak akan mungkin bisa kugapai.”“Kata siapa kamu tidak bisa menggapainya?” tanya Boy dengan cepat.Milly menunduk dengan ekspresi sedihnya. “Aku tahu, Boy. Selera kamu cukup tinggi. Mantan kekasih kamu biasanya adalah model, dan juga bukan orang biasa seperti aku. Mencintai kamu seperti pungguk yang merindukan bulan. Kamu terlalu jauh aku gapai, karena itulah, meski aku cinta kamu, aku tidak akan pernah berharap lebih agar kamu membalas cintaku.”“Dasar p
Bab 33 – Mencurahkan rasaMilly sudah selesai makan. Dia sudah menghabiskan satu mangkuk mie instan dengan Boy yang setia mengamatinya. Sebenarnya, Milly malu. Tapi, mau bagaimana lagi. Tak mungkin Milly memutuskan untuk pindah tempat.Boy sendiri masih duduk dengan tenang sembari melipat lengannya di atas meja. Matanya seolah-olah tak ingin meninggalkan Milly, membuat Milly salah tingkah dibuatnya.Milly meminum jus jeruk yang sudah dia siapkan di sebelah piringnya, kemudian dia bangkit dan akan membereskan sisa makanannya.“Aku beresin ini dulu ya,” ucap Milly pada Boy sebelum dia pergi meninggalkan Boy menuju ke arah dapur.Boy mengamatinya saja. Dengan spontan Boy bangkit, kemudian kakinya melngkah menuju ke arah Mily. Boy berdiri tepat di sebelah Milly, menyandarkan tubuhnya di sana sebelum dia berkata. “Maaf karena sudah meninggalkanmu semalam.”Milly sempat menghentikan perg
Bab 32 – Rasa cemburuSetelah mendapatkan pencerahan dari ibunya, Boy lantas segera bangkit, lalu mandi dan mengganti pakaiannya. Ketika Boy akan pergi meninggalkan kamarnya, dia teringat dengan sesuatu. Diamatinya kamarnya, kemudian Boy melakukan tindakan yang seharusnya dia lakukan sejak lama.Boy mulai mengumpulkan foto-foto Clara yang masih ada di sana, dan dia berencan untuk menyingkirkannya. Ya, tiba-tiba saja dia sadar, bahwa apa yang dia lakukan selama ini pasti menyakiti Milly. Boy jelas-jelas tahu bahwa Milly sudah lama menyukainya. Namun Milly malah mendapatkan perlakukan seperti ini darinya.Boy kemudian merogoh ponselnya, dia bersiap untuk menghubungi Milly, namunrupanya ponsel perempuan itu tidak aktif. Akhirnya, Boy menghubungi ponsel ibu Milly, karena entah kenapa Boy yakin bahwa Milly kini sudah pulang ke rumah ibunya.“Nak Bobby? Ada apa ya? Kok pagi-pagi telepon?”“I
Bab 31 – BertengkarMilly tidak tahu, apa yang terjadi dengan Boy. Sepanjang hari ini, Boy memang tampak berbeda. Kemudian tadi, saat makan malam tiba, Boy seolah-olah ingin menunjukkan pada Andre bahwa Milly adalah istri yang begitu dipuja oleh Boy. Milly tidak tahu apa yang direncanakan Boy. Dan kini lihat, ketika Milly masih sibuk mencuci piring, Boy memeluk tubuhnya erat-erat seolah-olah tak ingin Milly pergi meninggalkannya.Apa yang terjadi dengan Boy? Apa yang sedang direncanakan pria ini? Ketika Milly masih bertanya-tanya dalam hati, dia mendengar Boy membuka suaranya.“Apa kamu bahagia hidup denganku seperti ini?”Pertanyaan Boy tersebut terdengar tak biasa di telinga Milly. Boy tak pernah mempertanyakan hal-hal seperti itu sebelumnya. Boy biasanya tidak peduli dengan hal-hal pribadi yang dirasakan oleh Milly. Namun, kenapa sekarang Boy berubah? Apa yang kini sedang dipikirkan oleh Boy?&ldq
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments