Home / Fantasi / Bride For the Matchmaker / Observasi Asisten Baru

Share

Observasi Asisten Baru

Author: IztaLorie
last update Last Updated: 2021-07-01 14:53:02

"Yang sopan sama Aden!" tegur Mbok Minah yang menarik tangan gadis itu. 

"Maaf, Den. Apa Aden yang sudah bayar benang rajut saya?" Mata gadis itu membesar, penasaran. Tidak memperhatikan teguran Mbok Minah. 

"Sudah ingat sekarang?" tanya Cakra dengan wajah sok serius.

"Jadi gaji yang dipotong lima puluh ribu itu buat ganti benang ya, Den? Sebenarnya saya juga sudah balik ke toko itu untuk membayar, tapi katanya sudah dibayari sama pria tinggi yang cakep." Gadis itu kembali memperhatikan wajah Cakra. 

"Tapi kenapa wajah Aden babak belur seperti ini? Jadi pangling saya," lanjut gadis itu. 

"Jadi kamu nggak berniat mencuri benang itu? Lalu kenapa lari? Gara-gara kamu, saya dituduh komplotan pencuri!" Cakra mendengkus keras.

"Maaf, Den. Saya dapat kabar kalau diterima di sini. Saking senangnya, sampai-sampai langsung ke lapor ke atasan. Jadi lupa belum bayar. Pas masuk-masukin baju ke koper, saya baru ingat. Tapi sebelum ke rumah Aden, saya ke toko itu dulu kok, Den. Ternyata malah sudah dibayar. Benar-benar bukan niat saya mau mencuri," terang gadis yang terlihat malu-malu.

"Baiklah. Kita anggap urusan ini selesai."

Tangan kiri Cakra terulur. "Namaku Cakra, namamu siapa?"

Gadis itu tertegun sejenak sebelum menyambut tangan pria itu. "Aura."

Sebenarnya Cakra tidaklah kidal. Dia memang selalu berjabat tangan dengan tangan kiri, agar bisa membuat kontak dengan jari kelingking kiri milik orang lain. Inilah caranya dia bisa menyusuri benang merah jodoh.

Namun, anehnya tidak terlihat garis merah di jari Aura. Sampai-sampai Cakra membalikkan telapak tangan hingga bagian punggung menghadap ke arahnya. Dia bahkan mengelus pelan jari kelingking gadis itu.

Tangan Aura dengan cepat ditarik oleh pemiliknya. Gadis itu menunduk, tapi Cakra masih bisa melihat pipi yang semerah tomat. 

"Mbok Minah, tolong antarkan Aura ke kamarnya."

"Baik, Den." Mbok Minah sudah memberi kode pada Aura untuk mengikutinya. 

"Aura, setelah kamu cukup istirahat, segera naik ke kamar saya," pinta Cakra yang mulai berjalan meninggalkan kedua pegawainya.

"Den, kok saya disuruh ke kamar? Mau apa ya, Den? Saya kerja di sini sebagai asisten pribadi, bukan pengasuh anak!" ucap Aura dengan nada yang semakin naik. 

"Saya nggak harus menyuapi dan menidurkan Aden, kan?" tanya Aura, terlihat wajahnya begitu tegang. Gadis itu bahkan menggigit bibir bawah. 

"Usul yang bagus, bisa dipertimbangkan," goda Cakra sambil mengerling. 

Dia masih sempat melihat pandangan cemas Aura yang ditujukan ke Mbok Minah. Namun, Cakra sudah lelah. Dia ingin berdiam diri sejenak, sebelum mulai mengobservasi asisten pribadinya yang baru. 

Dia menaiki tangga melingkar menuju pintu pertama yang merupakan kamarnya. Sejenak Cakra melihat ke arah kamar kedua yang tertutup rapat, penuh kerinduan. Namun, segera dia memalingkan muka dan membuka pintu kamarnya. 

Udara sejuk menerpa tubuh Cakra ketika melangkah masuk. Dia duduk di kursi berlengan yang menghadap ke pintu. Sebuah buku agenda sewarna pasir diraih oleh Cakra. 

"Aura, nama yang sesuai dengan kemampuan Ayah. Cocok dengan keluarga ini. Memiliki benang merah yang sangat tipis. Antara dia yang tidak percaya dengan cinta atau pasangannya yang tidak percaya dengan cinta? Harus dihindari! Curiga kalau dia adalah orang yang diomongkan Rista. Waspada!" Cakra mulai menuliskan hasil pengamatannya di halaman yang kosong. 

"Paling nggak, gadis itu tidak genit. Kira-kira berapa lama akan bertahan di rumah ini?" gumam Cakra setelah selesai menulis. 

Dia kemudian menutup buku agenda, kemudian menyimpannya di laci bawah meja kerja. Setelah mengunci laci itu, Cakra meraih buku agenda sewarna langit yang tergeletak di atas meja.

Dia menuliskan beberapa janji temu, lalu membuka komputer untuk melihat file klien yang belum ditangani. Terlihat foto klien yang menunjukkan telapak tangan kiri. Cakra memang sengaja meminta para klien untuk berpose seperti itu, agar bisa melihat benang yang terikat di jari. 

Dia juga sudah membuat program yang bisa menyusuri jejak benang merah ke file lawan jenis. Meskipun masih keturunan penyihir, tapi dia tidak anti dengan dunia modern. 

Suara ketukan pintu terdengar lebih keras. "Masuk, Mbok." 

Sebuah kepala tersembul dengan senyum malu-malu. Ternyata Aura, bukan Mbok Minah. Aura kemudian masuk sambil membawa nampan. 

"Apa sudah waktunya disuapi? Berarti setelah ini harus cuci kaki lalu tidur. Apa mau dikelonin juga? Dinyanyikan nina bobo atau didongengin?" sindir Cakra dengan sinis. 

"Maaf, Den. Saya nggak bermaksud menyamakan Aden dengan anak-anak. Anggap bercanda ya, Den," pinta Aura yang tertawa canggung. 

Cakra mengangguk, gadis yang satu ini memang beda. Kalau asisten yang lain pasti menyambar kesempatan itu untuk menggodanya di tempat tidur. Meskipun Cakra sering berkencan, tapi tidak pernah main-main dan berselingkuh. Dia cukup setia, setia jagain jodoh orang. Saat tahu pasangan pacarnya, dia pasti berusaha untuk mendekatkan mereka. Tentu saja setelah memutuskan pacarnya terlebih dahulu. 

"Taruh saja di sini!" Tunjuk Cakra dengan menggunakan dagu. Dia menggerakkan kursi hingga tubuhnya menempel di pinggir meja. 

"Saya juga bawa kotak P3K, Den. Tadi Mbok Minah ngasih tahu suruh obatin luka Aden dulu. Setelah itu, Aden baru boleh makan," ujar Aura yang mengulangi perintah dari seniornya.

Gadis itu menarik kursi hingga berada di samping kanan Cakra. Tanpa permisi, memutar kursi yang diduduki oleh majikannya, hingga mereka berhadapan. 

"Aden kok bisa luka-luka gini? Siapa yang sudah berani mukul Aden? Bilang sama Aura," ucap Aura yang mengoles obat merah ke luka Cakra. 

"Memangnya mau kamu apain?" tanya Cakra yang meringis saat obat itu bersentuhan dengan lukanya. 

Sebenarnya dia bisa saja meminta Rista untuk menyembuhkan lukanya dalam sekejap. Namun, Cakra ini hanya luka kecil yang akan sembuh dalam beberapa hari. Tidak perlu bantuan penyihir untuk memulihkannya.

Dalam jarak sedekat ini, Cakra bisa melihat wajah Aura dengan lebih detail. Tahi lalat yang ada di puncak alis kanan, membuat gadis itu terlihat manis. Bulu mata lentik tanpa maskara, menunjukkan kalau gadis itu tipe cuek dalam make up.

"Ya, mau Aura omongin kalau nggak boleh mukul Aden. Berkelahi itu bukan perbuatan baik, dosa. Gitu, Den," terang Aura dengan wajah polos tanpa ekspresi. 

Cakra mengaduh pelan saat menertawakan pikiran Aura. Dia lupa kalau sudut bibirnya sobek. 

"Mbok Minah bilang kalau Aden nggak pernah bisa rawat luka di wajah. Jadi, kalau lain kali Aden terluka, saya harus siap ngobatin. Jadi, ini tadi yang dimaksud Aden dengan naik ke kamar?" Aura meniup luka yang ada di pipi.

Fokus Cakra bukan ke ucapan Aura, tapi ke bibir merah muda yang mengerucut. Perutnya menegang saat gairah itu muncul dengan tiba-tiba. Buru-buru Cakra menepis pikiran yang melintas. Dia menyingkirkan tangan Aura yang memegang pipi, agar bisa memalingkan wajah. 

"Sementara saya makan, kamu lihat agenda ini. Tolong hubungi orang-orang yang ada di daftar temu. Minta mereka menjadwal ulang waktu pertemuan. Beri tahu kalau tempat pertemuan ganti di sini, bukan di biro jodoh," jelas Cakra yang menyerahkan buku agenda tanpa melihat wajah Aura. 

"Tapi, Den. Kemarin Ndoro bilang kalau suruh ngawasi Aden biar tidak keluar rumah," protes Aura. Tangan lentiknya berhenti membalik halaman, karena terkejut dengan permintaan tuannya. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bride For the Matchmaker    Berhasil Menjodohkan

    “Nona Aura, saya hendak mengenalkan Anda dengan calon istri saya.” Suara Iswanto membuat Aura menjauhkan gawai sejenak untuk memberi respon.Dari cermin, Cakra bisa melihat Aura mengangguk sebentar kemudian menunjuk ke arah gawai. Iswanto yang mengerti maksud Aura, menggerakkan tangan untuk mempersilakan dia melanjutkan bicara.“Den, nanti lagi bicaranya ya. Ini Pak Iswanto mau ada perlu,” ucap Aura dengan berbisik.“Iya, besok kita bicarakan lagi. Hari ini saya sibuk,” ucap Cakra sebelum memutus sambungan.Aura terlihat merenung sambil melihat layar gawai yang mulai menghitam. Apa gadis itu kecewa karena tidak bisa melanjutkan obrolan?Cakra kira, alasannya pasti bukan itu. Tidak mun

  • Bride For the Matchmaker    Tidak Seperti Rencana Semula

    Saat ini, pasti Aura dan Iswanto sedang menahan napas menanti reaksi Jasmin. Cakra pun tak terkecuali, dia juga ikut mengamati dalam diam.“Kalau Mas serius dengan perkataan ini, Jasmin mau minta dilamar secara serius. Seperti lamaran dalam drama,” ucap gadis yang tersenyum sangat manis.Ini adalah sebuah ujian atau memang sesuai dengan kata hati? Tentu saja Cakra tidak bisa menebak pikiran seorang wanita, itu sangat rumit.“Tentu saja, kamu pasti ingin hal yang seperti itu.”Perlahan-lahan Iswanto berlutut dengan bertumpu pada satu kaki. Terlihat Aura berlari-lari membawa sebuket bunga yang sudah dihias dengan cantik. Gadis itu kemudian menyerahkannya pada Iswanto.“Jasmin, aku tahu kalau ini sa

  • Bride For the Matchmaker    Sebagai Pengamat

    “Rupanya kamu di situ?” ucap laki-laki yang berjalan mendekati mereka.Belum juga Cakra menyusuri benang itu, jodoh Maiden sudah muncul untuk menyapa. Betapa beruntungnya mereka karena sudah mempunyai pasangan.“Eh, hai, Van. Kenalkan ini Cakra, teman baruku,” ucap gadis itu dengan riang.“Melihat dari jubahmu, kamu pasti keturunan keluarga Gilmore? Salah satu sepupu kami berjodoh dengan keluarga kalian,” ucap Evan sambil menunjuk ke arah belakangnya.Cakra mengikuti jari Evan untuk melihat siapa yang dimaksud. “Ah, Rio ternyata adalah sepupumu.”Pada akhirnya Rio bergabung dengan mereka, karena mendengar namanya disebut. Tentu saja Danar, Kristy, dan Rista juga ikut bergabung. Sebentar lagi pasti beberapa pasangan seumuran dengan mereka pasti ikut bergabung. Ini akan terasa menyesakkan.Ketika percakapan itu semakin meluas, diam-diam Cakra menyusup meninggalkan kelompok itu. Dia butuh menyendiri sekarang, agar hatinya menjadi le

  • Bride For the Matchmaker    Berkunjung ke Luvnesia

    “Hanya calon klien yang keras kepala. Sepertinya dia nggak bakal jadi klien kita,” jawab Cakra dengan datar.“Pasti orang yang minta dijodohkan dengan target tertentu. Kenapa nggak pada nurut sama Aden sih? Apa kita perlu nulis aturan itu dengan ukuran huruf yang lebih gede di beranda web biro jodoh?” tanya Aura untuk mengungkapkan kekesalan.Sejujurnya Aura merasa lega karena itu hanya calon klien, bukan wanita yang spesial di hati Cakra. Sampai sekarang Aura masih penasaran dengan status Cakra, tapi tidak berani menanyakannya.“Oya, besok kamu yang ngawasi Pak Iswanto. Saya ada janji temu selama seharian.”Perkataan Cakra membuat Aura kembali merasakan tusukan di perut. Rasanya nggak nyaman kalau tidak tahu kegiatan majikannya itu.

  • Bride For the Matchmaker    Percayalah

    “Dia sudah punya pacar atau mungkin malah suami. Saya tidak mau menjadi pebinor, yang merusak rumah tangga orang lain,” sembur Iswanto ketika bertemu dengan Cakra dan Aura keesokan harinya.“Pria itu bukan pacar atau suaminya Jasmin. Saya sudah menyelidiki dengan cermat,” bantah Cakra sambil mempersilakan Iswanto untuk duduk.Dia memberi kode pada Aura agar membuatkan kopi bagi pria itu. Aura mengangguk sekilas sebelum meninggalkan keduanya.“Apa Anda yakin? Kalau bukan pacar, lalu dia siapa? Saya sudah terlanjur berharap pada Anda. Anda tahu sendiri kalau waktu saya sudah tidak banyak lagi,” ungkap Iswanto, yang kembali mengingatkan Cakra akan tujuannya mencari jodoh.“Tenang saja. Kita tetap lanjutkan rencana awal. Saya harap A

  • Bride For the Matchmaker    Merancang Pendekatan

    Mata Binar membelalak ketika bertemu pandang dengan Cakra. Sedetik kemudian, gadis yang mengenakan kaus sewarna tanah itu membalikkan badan, lalu berlari kencang. Cakra yang tidak menduga akan hal itu pun buru-buru mengejar, tapi sesosok tubuh mungil dengan kedua tangan terentang, menghalanginya.“Aden ada keperluan apa di sini?”“Minggir!” usir Cakra dengan suara meninggi.Namun, gadis itu malah semakin bertekad menghalangi langkahnya. Padahal tangan Cakra mulai berkeringat , karena mulai takut kehilangan jejak Binar.“Aden bilang dulu, mau apa ke sini? Aden ngikutin aku?” tuduh Aura dengan mata menyipit.Karena sudah tidak sabar lagi, Cakra meletakkan kedua tangan di pinggang Aura, kemudi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status