Meskipun semalam Angel kurang tidur tetapi pagi ini perempuan itu bangun lebih awal. Kamarnya yang kurang nyaman serta suara-suara desahan di sebelahnya begitu mengganggu Angel. Tanpa perlu melihat secara langsung Angel sudah tahu apa yang terjadi. Yang tidak diketahuinya adalah apakah suara-suara di kamar sebelah itu sengaja dikeraskan agar Angel bisa mendengar.Angel sedikit beruntung karena masih ada kamar mandi lain yang terletak di luar kamar Ben. Kamar mandi tersebut berada di belakang. Meskipun berukuran kecil dan tanpa bath tub, namun setidaknya Angel tidak perlu mengganggu Ben.Ben dan Lolita belum bangun dari tidur mereka saat Angel menapakkan kaki di ruang belakang. Mungkin keduanya masih pulas dalam lelap akibat kelelahan bercinta semalam.Hingga sampai selesai mandi Angel masih ditemani sunyi. Ia tidak melihat wujud pasangan itu. Angel memutuskan untuk membuat sarapan. Akibat melewatkan makan malam kemarin alhasil pagi ini perempuan itu merasa perutnya melilit.Membuka ku
Dengan tergesa-gesa Angel berjalan menuju unit apartemen yang ditempatinya dengan Ben. Setelah lelaki itu menyuruhnya Angel benar-benar pergi membelikan obat penurun panas untuk Lolita. Meski hati kecilnya tidak ingin melakukannya, tapi Angel tidak memiliki pilihan lain selain menuruti apa pun yang menjadi keinginan Ben.Lalu selama di perjalanan mulai dari apotik hingga saat Angel sedang menyetir untuk kembali ke apartemen, Ben tidak berhenti menerornya, menanyakan apa Angel berhasil mendapatkan obat tersebut. Lelaki itu juga meminta agar Angel buru-buru pulang dengan menyetir lebih kencang lagi agar segera tiba di apartemen.“Mana obatnya?” Baru saja Angel membuka pintu apartemen, Ben langsung menagihnya.Angel menyodorkan kantong kecil berwarna putih dengan logo dan nama sebuah apotik pada Ben.Dengan gerakan cepat Ben menyambutnya lalu bergerak pergi ke dalam kamar, seakan terlambat satu detik saja maka kekasihnya itu akan kehilangan nyawa.Selama hitungan detik Angel termangu di
Suara bariton milik Ben menahan langkah Angel. Perempuan itu lantas menoleh pada pemilik raut gagah yang mencegatnya.“Iya?”“Mau kabur ke mana kamu?”“Kabur?” Angel mengernyitkan dahi. Ia sama sekali tidak kabur atau melarikan diri. “Aku mau ke kantor, udah telat banget,” jawabnya sembari melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya.Ben menarik langkah mendekati Angel kemudian berdiri tegak di hadapan perempuan itu lalu seperti biasa menyorot Angel dengan tatapan penuh intimidasi.“Jangan jadikan kantor atau pekerjaan sebagai alasan atas kesalahan kamu.”“Kesalahan yang mana?” Angel sungguh tak mengerti Ben sedang membicarakan apa.“Jangan berpura-pura lugu. Kita sama-sama tahu apa yang sedang aku bicarakan.”Angel menahan napas saat menyadari yang dimaksudkan Ben adalah kekasihnya. Memangnya apa ada topik lain di antara mereka selain perempuan itu?“Jadi ini tentang Lolita?”Ben mendengkus.“Kenapa dengan dia?”“Kamu sengaja meracuninya. Kamu bermaksud untuk mencelakai dia.
Setelah drama panjang di apartemen dengan Ben, alhasil pagi ini Angel datang terlambat ke kantor. Saat perempuan itu tiba Luna bergegas menyusulnya. Melihat dari raut wajahnya, asisten Angel itu tampak panik. Dan Angel bisa menebak apa penyebabnya.“Bu Angel, kenapa baru datang? Pak Budi menunggu dari tadi. Saya juga sudah menghubungi Ibu tapi nggak ada respon.”“Tadi ada sedikit urusan dan saya harus menyelesaikannya, saya nggak tahu kalau kamu menelepon, saya fokus menyetir,” jawab Angel menyampaikan alasannya. “Sekarang di mana Pak Budi?” sambung perempuan itu menanyakan suplier mereka.“Sudah saya suruh menunggu di ruangan briefing, Bu, dan sepertinya dia sudah tidak sabar karena terus menanyakan Ibu.”“Saya ke sana sekarang,” putus Angel lalu menggegas langkah menuju ruangan dimaksud. Luna mengikuti di belakangnya dengan gegas yang sama.Seorang laki-laki berkemeja abu-abu tampak sedang termangu saat Angel masuk. Melalui ekspresi yang tercetak dengan jelas di wajahnya Angel juga
Angel sudah berada di ruangannya. Perempuan itu tengah memijit-mijit pelipisnya dengan siku tertumpu ke meja. Belakangan kepala pusing menjadi penyakit langganannya. Entah kenapa. Mungkin beban pikirannya terlalu berat. Atau bisa jadi karena ia sebenarnya tidak siap dengan kejadian buruk yang datang bertubi-tubi menimpa hidupnya. Mulai dari kedua orang tuanya yang meninggal secara mendadak hingga pada kehidupan pernikahannya bersama lelaki yang sama sekali tidak mencintainya dan tidak bisa menghargainya sedikit pun.Saat ini waktu menunjukkan pukul satu siang. Namun Angel tidak memiliki keberanian untuk keluar dari ruang kerjanya. Perempuan itu merasa malu. Setelah pertemuan dengan Budi tadi pagi Angel kehilangan muka. Bukan hanya pada Budi lantaran tunggakan pembayaran material, namun terlebih pada para pegawainya. Bukan tidak mungkin cerita tentang Ben yang memiliki kekasih meski sudah menikah berkembang luas pada pegawai yang lain. Bukankah kita tidak bisa mengontrol mulut dan tind
Ben tak segera menjawab setelah mendapat pertanyaan dari Rendra.Dan kenapa juga Lolita harus memperdengarkan suaranya di saat yang tidak tepat seperti sekarang?“Ben, gue nggak budeg. Itu suara cewek kan? Bukannya istri lo masih di kantor ya?” Rendra keheranan. Tadi setelah dari kantor Galaxy Group, pria itu melesat dengan cepat menuju apartemen Ben. Ia tidak mampir ke mana-mana. Jadi tidak mungkin Angel mendahaluinya.Merasa tidak mungkin lagi untuk mengelak, pada akhirnya Ben memutuskan untuk berterus terang. Toh ini adalah Rendra, temannya yang sudah sangat mengenal Ben dan sudah sangat hafal sebajingan apa dirinya.“Itu Lolita, Ren.”“What the heck!” Rendra menunjukkan ekspresi terkejut bukan main.“Maksudnya Lolita mantan lo?” sambung lelaki itu lagi.“Gue nggak pernah putus sama dia.”“Apa maksudnya lo nggak pernah putus?”“Gue nikah sama Angel karena terpaksa asal lo tahu. Bukan karena gue yang mau.”“Terpaksa gimana?” Rendra ingin agar Ben memperjelas jawabannya.“Panjang cer
Berhubung seharian ini Ben tidak masuk maka Angellah yang mengambil alih hampir semua tugas laki-laki itu. Apalagi asisten pribadi sekaligus wanita kesayangannya juga absen.Angel hanya mengangkat bahu ketika ada yang bertanya ke mana perginya Lolita. Para pegawai pasti heran lantaran perempuan itu juga ikut-ikutan tidak muncul.“Bu Angel, udah jam sembilan, Ibu nggak pulang?”Suara Luna yang terdengar membuat Angel menjauhkan mata dari laptop yang sejak tadi ditekurinya lalu mengalihkan pada jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Keasyikan bekerja membuat Angel lupa waktu. Tahu-tahu sudah malam.Termenung sesaat, pikiran Angel melayang membayangkan situasi di apartemen. Apa yang Ben lakukan di sana? Apa masih mengeloni kekasihnya yang manja itu?Tapi pasti Lolita sudah sehat lalu pergi dari apartemen. Dan Ben juga tidak mungkin betah berlama-lama di apartemen seperti hari-hari sebelumnya. Jadi Angel pikir lebih baik ia pulang sekarang. Ia bisa beristirahat dengan tenang. Bukan
Kata demi kata yang dituturkan dengan ringan itu membuat Angel termangu hitungan detik lamanya.Apa dirinya tidak salah dengar?Ben memintanya berbuat baik pada Lolita dan jangan membuat perempuan itu tersinggung. Tapi apa Ben tahu kalau yang dilakukan kekasihnya itu jauh membuat Angel tersinggung?Dan tentang berbuat baik, secara tidak langsung Angel sudah menerima kehadiran Lolita dalam kehidupan Ben dan bahkan membiarkan mereka melanjutkan hubungan kasih. Jadi kurang baik apa lagi Angel?Namun, mendengar Ben mengajak Lolita tinggal di apartemen yang mereka tempati dalam waktu yang lama jujur saja membuat Angel terkejut.“Kenapa Lolita harus tinggal dengan kita?” Angel mempertanyakan hal itu setelah bangun dari ketermanguan.“Karena dia kekasihku.” Lelaki itu memberi jawaban singkat, jelas dan lugas.‘Tapi aku istrimu, Ben. Kedudukanku jauh lebih tinggi dari dia.’Sayangnya rangkaian kalimat tersebut hanya mampu Angel lafalkan di dalam hati. Sebab ia tahu percuma menyatakannya. Ia t