Bandar udara Minang Kabau sudah mulai ramai ketika kami keluar dari pintu kedatangan. Sebagian penumpang dari pesawat yang kami tumpangi, berjalan ke arah konveyor tempat bagasi diturunkan. Aku berjalan ringan menuju pintu keluar, diiringi oleh Keanu yang menarik kopernya, masih dengan ranselku teronggok diatasnya.
"Ayahmu sudah sampai, Mei?" tanyanya, menghentikan gerakanku mencari ponsel di dalam tas kecil yang kuselempangkan di bahu.
"Harusnya, sih sudah. Beliau selalu menunggu lebih awal dari jam kedatangan." Baru saja aku hendak menyalakan ponselku, dari arah kerumunan orang yang menunggu di depan pagar pembatas luar pintu kedatangan, terdengar seseorang memanggilku.
Suara yang tak asing lagi di telinga. Suara yang telah menemani masa kecil hingga rema
Sayup-sayup kudengar suara ayah yang sedang mengobrol. Ketika membuka mata, kulihat di sampingku bundo juga telah tertidur. Kepalanya terayun-ayun karena mobil melewati jalan yang tidak rata.Ternyata kami sudah hampir sampai di kota kelahiranku. Satu hal yang membuatku selalu mencintai daerah ini, tak banyak yang berubah di sini. Waktu seakan berhenti ketika memasuki kota ini. Berapa bulan pun aku tak mengunjunginya, kota ini masih terlihat sama, tidak seperti Jakarta, perubahan akan terjadi hanya dalam beberapa bulan saja.Pendingin udara mobil sudah dimatikan ayah. Jalanan yang sepi dan udara yang sejuk karena masih banyak pepohonan yang menaungi kiri dan kanan jalanan, membuat ayah merasa tak membutuhkan penyejuk udara buatan. Kebiasaan ayah jika berkendara di kampung.
Keanu menghentikan langkahnya ketika tangannya menggenggam jemariku. Menatapku dengan tatapan yang tak kumengerti. Dan senyum simpul itu kembali terkembang."Ada apa, Kean?" Aku menarik tanganku yang digenggamnya.Risih, beberapa tatapan terpaku pada kami. Betapa tidak, dua orang seolah tak mengenal tempat dengan salah seorang menatap mesra pasangannya seperti adegan dalam film drama. Jika di dalam film, para figuran hanya berlalu lalang tak peduli, tidak dengan kejadian nyata. Mereka melirik penuh dengan keingin tahuan, membuatku tak nyaman."Kean, kenapa, sih?" Aku mengulang pertanyaanku, "Malu, tau!"Seolah tersadar tengah berada di tempat umum, Keanu menurunkan tanganku. Senyum masih melekat di bibirnya."Ini tanda kamu nerima aku, kan?" bisiknya memamerkan jari manisku yang telah dilingkari cincin berhias batu Aquamarine pemberiannya.
Kedatanganku bersama Keanu ke Solo ternyata bertepatan dengan hari-hari persiapan pernikahan Evan—sepupunya—keponakan dari Tante Anjani. Tak ayal, kehadiranku menjadi keriuhan tersendiri diantara keluarga besarnya. Apalagi, Keanu memang sudah lama direcoki dengan pertanyaan sejuta umat pada kaum lajang, "Kapan menikah?""Oh, jadi ini calon mantu Lik Anjani. Pantes Keanu mau nunggu lama," ujar salah seorang kerabat Keanu."Iya, doakan saja lancar urusan mereka berdua," sahut Tante Anjani dengan senyum teduhnya.Calon mantu, kata-kata yang tak pernah terpikirkan olehku akan disebut oleh orangtua dari laki-laki yang mencintaiku. Aku terlalu takut jika kehadiranku kembali tak diterima, tapi ketakutan itu seperti tak beralasan. Keramah-tamahan keluar
Tidak terlintas dipikiran untuk meluruskan kesalahpahaman yang membuat heboh jagat grup alumni. Bukan bermaksud membohongi mereka, hanya saja aku ingin Dendra menyerah dalam usahanya untuk mendekatiku kembali karena melihat berita itu.Ngomong-ngomong soal Dendra, aku baru sadar keberadaannya di dalam grup. Entah sejak kapan dia masuk. Untuk memenuhi rasa ingin tahuku, aku mengetikkan pesan pada Rani, sahabatku yang menjadi admin di group, sekaligus biang penyebab kehebohan group pagi ini.[Ran, lagi sibuk?] pesan kukirim.Dalam hitungan sepersekian detik, pesanku dibalas oleh Rani, [Eh, calon manten. Jahat Lo Mei, nggak ngomong-ngomong 😭]Rani memang sahabat dekatku ketika SMA, akhir-akhir
Aku kira hubunganku dengan Keanu akan berjalan baik-baik saja. Restu dari kedua orangtua telah kami raih. Hatiku pun mulai menerimanya secara utuh. Bukan hanya karena fisiknya yang sempurna, tapi caranya memperlakukanku membuatku merasa istimewa. Namun dalam suatu hubungan, ada saja masalah yang harus dihadapi. Seperti malam ini.Rasa lelah untuk menembus kemacetan setelah mendarat dari Solo, membuatku dan Keanu malam ini memilih untuk makan malam pada sebuah warung tenda kaki lima yang terdapat tak jauh dari gedung apartemenku. Selain itu, Keanu juga ingin mengobati rasa rindunya pada kuliner Indonesia. Tempat yang kami datangi juga cukup nyaman dan bersih.Suasana warung tenda begitu ramai malam ini. Kebanyakan pengunjungnya adalah pekerja kantoran yang baru pulang bekerja. Banyak diantara pengunjung yang datang, menikma
"Kean, biar nanti aku yang menjemputmu. Sepertinya mau hujan." Aku menelpon Keanu segera, ketika kulihat di luar jendela awan gelap sudah menggantung menutupi langit, bergulung-gulung tertiup angin. Cuaca hari ini seolah menegaskan perasaanku yang kelabu."Ok, aku sarapan di hotel saja. Karena barang-barangku belum semua di-packing," sahutnya terkesan dingin.Keanu tak mengajakku sarapan bersamanya pagi ini seperti biasa. Mungkin dia masih ingin menenangkan diri karena pertengakaran kami kemarin.Cuaca yang dingin, makin saja terasa dingin karena sikap Keanu. Sepertinya pria itu benar-benar kesal dengan sikapku kemarin. Aku mendengkus membuang napas kasar, berharap sedikit melepaskan gundahku. Dalam hitungan jam, aku akan kembali pada kehidupan nor
Setelah sosok Keanu sudah tak lagi terlihat dari tempatku berdiri, barulah aku beranjak meninggalkan pelataran bandara. Menoleh kembali ke arah pintu keberangkatan, berharap sosok jangkung itu akan muncul kembali dari pintu itu. Yakin, dia telah benar-benar pergi, aku beranjak ke area parkiran.Matahari sore yang redup menyambutku saat berada di tempat parkir. Awan mendung masih saja menggantung. Sinar crepuscular yang menyeruak di antara awan, menciptakan garis-garis cahaya bagai ribuan pedang yang dihujamkan ke bumi. Menimbulkan rasa sunyi yang makin menjadi.Darahku berdesir, tatkala membuka pintu mobil. Aroma parfum Keanu yang menempel pada sandaran jok membuatku seolah merasakan kehadirannya disana. Wanginya masih nyata. Sambil menunggu udara panas dari dalam mobil keluar, aku menyandarkan tubuh ke sandaran k
Sampai di apartmen, aku tak langsung naik ke lantai unitku, berniat berbelanja beberapa makanan ringan dan bahan baku makanan di minimarket 24 jam yang terdapat di lantai basement gedung. Belanja dengan cepat, agar aku bisa segera kembali ke unitku. Seharusnya sebentar lagi Keanu sudah sampai di negara transit, dan mungkin akan menelponku.Keluar dari minimarket, kuperiksa ponsel yang sedari tadi disimpan di dalam tas. Tiba-tiba saja seseorang menubrukku, membuat ponsel yang baru saja kukeluarkan, terpelanting dan tergilas oleh troli yang didorong seseorang yang keluar dari minimarket.Krak! Terdengar bunyi suara pecah dari benda pipih itu."Ah!" Pekikan berbarengan keluar dari mulutku dan orang yang menggilas ponselku.&nbs