Share

Pertengkaran Hebat

Sesampainya di rumah setelah rentetan acara pernikahan yang padat itu, Arum memilih mandi untuk mengusir gerah. Waktu itu digunakan Pras untuk membuka I*******m milik istrinya. Dia ingat berteman dengan beberapa rekan kerja Arum di kantor walau selama ini pun dia juga sudah melakukannya. Pras menyusun rencana kecil dari sana. Dia ingin mencari beberapa petunjuk dari teman-teman barunya. Melihat daftar teman mereka, lalu mengumpulkan beberapa nama yang terkait dengan Viki, dan mencocokkannya dengan semua daftar teman Arum yang menjadi temannya di I*******m.

Enggak mungkin kan aku DM ke salah satu temen Arum? Pasti mereka bakalan bingung kenapa aku enggak langsung aja tanya ke Arum daripada repot-repot DM mereka. Lagipula ya kalau si Viki ini memang teman kerja Arum, kalau bukan gimana? Yang ada malah pada curiga nanti temen-temen Arum sama kita.

Tentu saja karena daftarnya cukup banyak dan Arum juga sudah akan selesai mandi, pekerjaan itu tak akan selesai malam ini. Pras bahkan berpikir akan menyerah saja dan langsung menanyakan semuanya pada Arum. Dia hampir tidak bisa menahan diri lagi karena rasa penasaran. Pras segera meletakkan ponsel Arum tepat saat pintu masuk itu di buka.

"Besok pagi-pagi banget aku anterin ke terminal ya, Mas," kata Arum sambil mengeringkan rambutnya.

"Ya pasti lah dek. Sebelum subuh kita udah harus berangkat loh!" Pras mengingatkan.

“Iya Mas. Kan biasanya juga begitu,” Arum merespon.

"Hm, Dek, di kantor kamu enggak ada cerita apa-apa gitu? Biasanya kamu udah heboh ngobrolin semuanya, terutama Pak Yos," pancing Pras tentu saja.

"Cerita apa ya, Mas? Enggak ada tuh. Ya biasa lagi sibuk aja sama kerjaan, Mas. Keliling sana sini. Bintang utamanya emang selalu akan Pak Yos. Hehehe. Ya gitu-gitu aja ding," jawab Arum setelah berusaha mengingat.

"Hm, gitu. Asti masih suka curhat sama kamu?" tanya Pras lagi masih mencoba peruntungan.

"Ya kalo itu mah pasti, Mas. Hehe. Dia kan lagi hamil muda sekarang, jadi lagi banyak ceritanya," jawab Arum santai dan sama sekali tidak menaruh curiga.

"Owh ya tah? Bagus lah kalo gitu. Jadi makin jarang dong kamu keluar sama dia?" tanya Pras masih berlanjut.

"Iya, Mas. Udah sibuk sama suaminya sendiri lah dia. Enggak bebas kaya dulu lagi," jawab Arum.

"Terus kamu sekarang kalo keluar-keluar sama siapa dong?" Pras berharap bisa mendengar satu nama disebut.

"Ya sama siapa aja sih, Mas yang bisa. Kan banyak temen aku di sana. Ada Rizki, Tri, Agus, Bari, macem-macem. Mas kan juga udah tahu siapa-siapa aja yang biasa keluar sama aku?" Arum malah balik bertanya.

"Hm gitu," Pras bicara lagi. "Ya jangan lupa yang penting selalu kabar-kabar, sesingkat apapun itu. Selalu jujur dan terbuka kalau ada apa-apa. Jangan dipendem sendiri,” nasehat dari Mas Pras.

Sempat penasaran kenapa tidak ada nama Viki disebut di sana. Walau Arum juga menyebutkan kata ‘macam-macam’ yang berarti bisa siapa saja. Pras memilih untuk berpikiran positif dulu dengan sang istri sebelum mendapat bukti apapun. Faktanya memang teman laki-laki Arum sangat banyak dan selama ini dia juga tidak pernah mempermasalahkan dan mereka selalu terbuka satu sama lain dengan siapapun mereka berhubungan.

Arum yang siang ini sudah kembali pada pekerjaannya di Kota Malang, memulai pekerjaannya seperti hari-hari biasanya. Mungkin sudah sekitar dua minggu yang lalu kunjungannya ke Kota Blitar dan Pras belum mengunjunginya lagi sejak saat itu. Kebetulan, hari ini hari Senin yang memang selalu disibukkan dengan laporan mingguan pekerjaan. Tidak hanya dirinya yang sibuk, tapi juga semua teman-temannya. Sebuah telepon masuk dari Pras saat Arum sedang menyiapkan sebuah presentasi untuk Pak Yos. Tumben sekali suaminya itu menelpon pada jam seperti ini, maka Arum langsung saja mengangkatnya.

"Ada apa, Mas?" tanya Arum.

“Kamu di kantor?" Pras bertanya balik.

"Iya dong, Mas," jawab Arum singkat.

"Mas mau tanya sama kamu, tapi tolong jawab jujur ya," ucapan yang cepat mengundang kerut di kening Arum.

"Iya, Mas tanya aja," jawab Arum yang masih buta mengenai arah pembicaraan ini akan di bawa kemana.

"Apa kamu punya temen yang namanya Viki?" tanya Pras.

DEG.

Terkejut karena nama itu disebut, tapi Arum tetap berusaha tenang. Memilih untuk pergi ke ruangan Rizki dan Tri yang memang saat itu sedang tak ada orang karena mereka sedang dinas luar. Hanya memastikan obrolannya dengan Pras lebih leluasa.

"Iya Mas bener. Kenapa ya, Mas?" tanya Arum ragu-ragu.

"Hm, Mas mau tanya aja hubungan kamu sama dia tuh gimana sebenernya?" tanya Pras lagi.

"Y-ya temen biasa aja mas. Sama kaya lainnya. Lagian kita beda departemen juga!" jawab Arum.

Jawaban yang seketika meneriakkan kata bohong bagi Pras karena dia sudah menemukan bukti yang lebih jelas dari sebelumnya. Ada seseorang teman yang memang sudah menceritakan padanya mengenai Viki dan bagaimana isu perselingkuhan dan keretakan rumah tangga mereka sudah merebak di kantor Arum saat ini.

"Yakin tah?" tanya Pras mencoba memberi kesempatan untuk sang istri.

"Ya  lah Mas yakin!" jawab Arum berusaha meyakinkan.

"Hmh. Terakhir kali waktu kamu ada di Blitar, Mas liat di panggilan keluar kamu banyak telepon dari Viki itu. Termasuk di W******p juga malah kamu beberapa kali video call sama dia. Sama temen kamu yang lain kamu gak sesering itu komunikasinya. Apalagi beda departemen kaya yang kamu bilang. Terus Mas coba cari-cari temen kamu yang namanya Viki di I*******m. Akhirnya ketemu juga walau awalnya Mas juga antara yakin dan enggak. Mas juga dapat fotonya dari temen kamu di sana. Mas juga dapet info kamu sering pulang sama dia," kata Pras tenang.

"Ya… tapi aku emang cuman temen kok Mas sama dia. Mas boleh tanya langsung sama dia kalo Mas enggak percaya! Mas juga tahu sendiri kan selama ini aku emang punya banyak temen laki-laki?" tantang Arum.

"Mas percaya kok kalo dia temen kamu, tapi bukan berarti di antara temen enggak boleh ada perasaan kan, Dek?" tanya Pras sudah terlanjur percaya dengan apa yang dia lihat dan dengar.

"Mas ini ngomong apaan sih? Aku tuh gak ada apa-apa Mas sama dia. Lagian kan aku juga udah ada Mas. Aku ini perempuan yang berstatus istri dan udah punya suami!" Arum masih mencoba bicara lagi. Kesedihan mulai melandanya. Nada suaranya mulai bergetar.

"Dari awal Mas bilang harus terbuka harus jujur. Di mana sih ada temen yang intensitas komunikasinya lebih sering daripada sama pasangan sendiri? Ya kalo emang temen kamu itu bisa bikin kamu lebih bahagia, Mas enggak apa-apa kok. Mas bisa lepasin kamu walau mungkin Mas enggak ikhlas," kata Pras begitu sendu dengan suara yang tak kalah galau.

"Apaan sih Mas maksudnya? Kok gak jelas gini ngomongnya? Enggak usah mikir aneh-aneh lah, Mas! Aku kan udah bilang, aku sama Viki itu temen. Enggak ada hubungan lebih di antara kita berdua!" Arum makin bingung. Dia hanya berusaha meyakinkan Pras dengan sisa-sisa tenaganya. Air mata mulai jatuh dengan sendirinya.

"Ya, Mas ngrasa sih makin kesini tuh kita kaya makin jauh. Awalnya emang baik-baik aja ngejalanin hubungan jarak jauh kaya gini, tapi makin kesini kok malah kaya gini. Mas enggak tau apa karena ini kamu deket sama dia atau justru karena dia kamu jauh dari Mas? Mas cuman kecewa aja karena harus gini caranya. Kalo kamu pengen lepas dari awal kamu bisa ngomong," jelas Pras lagi dengan suara yang tak kalah bergetar di seberang.

"Enggak usah aneh-aneh ya, Mas! Kita baik-baik aja dari kapan hari juga. Dua minggu lalu ketemu juga enggak ada masalah! Ini kenapa malah kaya gini sekarang? Enggak ada yang mau lepas dari Mas! Aku enggak pernah bilang kaya gitu!" akhirnya Arum menangis hebat tertahan.

"Ya ini semua bukan dari Mas kan, Dek? Dari kamu sendiri. Mas cuman ngikutin aja apa yang kamu mau. Mas cuman nurutin semua bukti yang udah ada di depan mata!" kata Pras lagi.

Terdengar suara Arum menangis di seberang sana. Sudah tidak tahu harus merespon apa. Hatinya terasa sangat sakit saat ini.

"Ya udah, mending kita pikirin aja dulu masing-masing!" Pras memilih menutup teleponnya.

Tangan Pras tidak kalah bergetar di kamarnya. Menjatuhkan ponselnya di ranjang dan meneteskan air mata. Dia menangis.

Ya Allah. Apa aku banyak kurang banget ya Dek sama kamu? Apa aku emang enggak bisa bikin kamu seneng? Aku tahu aku enggak bisa selalu nemenin kamu kaya suami kebanyakan. Aku juga enggak bisa kasih kamu banyak hadiah apalagi harta. Mas cuman berharap kamu bisa lebih bahagia walau tanpa Mas.

Bahkan di titik ini Pras masih menyalahkan dirinya sendiri atas apa yang terjadi. Pras membenamkan wajahnya di bantal. Menumpahkan semua emosinya di sana. Reno sedang sekolah dan sang ibu sedang ke pasar, tidak akan ada yang mendengar tangis pilunya. Pras leluasa menunjukkan kehancurannya siang ini karena seorang wanita yang selalu dia cinta bahkan sejak di bangku kuliah. Hatinya serasa remuk dan hancur berkeping-keping. Perasaannya begitu kuat mengatakan bahwa hubungan itu benar adanya, walau sang istri berulang kali mengelak. Pras tahu benar saat ada sesuatu yang disembunyikan di sana.

Pras memang berkata pada Arum untuk memikirkan segalanya, tapi sebenarnya dalam lubuk hatik yang paling dalam, dia tahu bahwa ini lah akhirnya. Keputusannya untuk bercerai dengan Arum tampaknya sudah bulat. Semuanya memang sudah dimulai sejak mereka memilih hidup berjauhan. Pernikahan mereka memanglah bom waktu yang siap meledak kapan saja. Perselingkuhan yang Pras yakini terjadi ini adalah tombol pemicunya saja. Tombol yang berhasil meledakkan segalanya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status