Share

Birthday Party

5 years later

Aku menarik napas dalam – dalam. Berusaha menenangkan diriku. Ini adalah hari ke delapan aku bekerja di sini. Pintu bertuliskan kata ‘Direktur Utama’ seolah memaksa jantungku memompa lebih cepat.

Tidak tahu apa yang akan didiskusikan oleh Mr. Witson, aku dipanggil ke ruangannya tepat setelah jam makan siang selesai. Yang lebih mendebarkan adalah aku hanya asisten pengganti, sementara asisten dulu mengambil cuti melahirkan. Ya, mungkin sekitar satu tahun penuh sesuai kontrak kerjaku.

“Masuk!” Suara bariton itu mempersilakanku membuka pintu kaca.

Aku masuk dengan kegugupan penuh. Pasalnya Mr. Witson orang yang begitu dingin dan tak tersentuh. Matanya saat ini menatapku tajam, aku merasa seluruh tubuhku dikuliti hanya dengan indera penglihatnya itu.

“Duduklah.” Aku tersenyum kikuk begitu mendapati suaranya yang agak melembut.

“Ada apa, Si—“

Ah. Aku menipiskan bibirku, belum menyelesaikan kalimatku tapi Mr. Witson sudah memotongnya.

“Apa jadwal saya besok?”

“Besok ada meeting penting dengan Mr. Degraxi, jam 8 pagi di Bulgari Hotel Milano, Sir.”

“Batalkan,” ujarnya.

“Dan kamu bersiap untuk besok. Temani saya ke Barcelano.”

“Tidak ada penolakan!” katanya penuh penekanan.

Bibirku terkunci rapat begitu Mr. Witson mengangkat tangannya. Is he must kidding me? Menemaninya ke Barcelano? Untuk apa? Tapi aku tidak mungkin berkata tidak. Jelas ini perintah atasan. Atau mungkin aku bisa menyebutnya pemaksaan?

Ntahlah, rasanya tak masuk akal. Seorang bos membatalkan meeting pentingnya hanya karena akan pergi ke negara lain dengan alasan yang bahkan aku sendiri tidak tahu. 

                                                                                                                              ***

“Untuk apa kita ada di sini, Sir?” tanyaku saat akhirnya aku dan Mr. Witson tiba di hotel yang letaknya berada di tengah kota Barcelona.

Jujur saja. Semalaman penuh aku dipusingkan oleh pertanyaan yang bersarang di otakku. Bahkan setelah menerima panggilan mendesak dari Mr. Witson, rasanya kepalaku semakin memanas. Aku dimintanya membawa dress berwarna merah yang sialnya hanya ada satu di lemari pakaianku. Jadi aku tidak punya pilihan lain selain membawa dress yang bisa tergolong sexy itu.

“Apa kamu tidak punya pertanyaan lain selain bertanya hal yang sama berulang kali?”

“Tentu saja, Sir. Minimal saya harus tahu untuk apa kehadiran saya nanti.”

“Fine. Nanti malam kita akan ke pesta ulang tahun Mr. Colin. Dan tentu saja kamu akan menjadi pasangan saya nanti.”

“Ah. Ya. Kamar hotelmu ada di lantai paling atas. Jika ada perlu, kamu bisa menghubungi saya atau datang ke kamar saya di lantai 4. Lion akan mengantarmu ke kamarmu.”

Aku masih tak habis pikir. Bisa-bisanya aku diatur sesuka hatinya hanya karena dia seorang atasan. Umurnya memang sembilan tahun lebih tua dariku, tapi sifatnya terlewat otoriter.

Bagaimana mungkin Sonya, asisten pertamanya, begitu mampu bekerja padanya selama lima tahun? Rasanya aku ingin kabur kembali ke London. Jika saja masa lalu pahit itu tak pernah menghantui setiap kali aku menarik napas, mungkin saat ini aku sudah berada di kamarku. Berada di pelukan Dad dan Mom.

“Mari, Nona.” Lion mempersilakanku melangkah masuk lebih dulu ke dalam lift.

Sebelum pintu lift benar-benar tertutup. Aku bisa melihat Mr. Witson melambaikan tangannya. Bukan ke arahku, apalagi pada Lion. Melainkan pada seseorang yang berada tepat di belakang. Aku ingin mencari tahu siapa, tetapi pria – pria berbadan besar lainnya seolah menutup orang itu dari hadapanku. Sudahlah. Itu bukan hal yang penting bukan?

                                                                                                                                ***

Aku mendesah menatap diriku di depan cermin. Dress panjang merah yang kupakai benar – benar mengekspos penuh bahuku. Untung saja di bagian dada tidak begitu rendah. Jadi aku hanya perlu menguraui rambutku agar sebagian bahu tertutup olehnya.

Dari luar ketukan pintu disusul suara berat membuatku segera memberi sentuhan terakhir, memoleskan lipstik merah peach di bibirku. Aku membuka pintu kamar dan mendapati Lion sudah menunggu dengan tubuh membelakangiku.

“Apa Mr. Witson sudah menunggu?”

“Ya, Nona.”

“Aku tidak suka dipanggil begitu. Panggil saja aku Bridgette.”

“Tapi ini perintah, Nona.”

Aku menggeram kesal.

“Perintah siapa?”

“Perintah saya.” Sebuah suara bariton menyusul pertanyaanku lebih dulu. Siapa lagi kalau bukan Mr. Witson pemiliknya. Aku memutar bola mataku malas, bukankah posisiku saat ini seperti para gadis – gadis cantik di dunia fiksi? Anggap saja begitu.

“Beautiful.” Sebuah pujian keluar dari bibir tipis seorang pria dewasa yang auranya begitu mendominasi. Oh. Apa aku harus senang? Tentu saja tidak. Pria seperti itu tentu saja sudah membiasakan diri mereka untuk memuji wanita – wanita di luar sana, termasuk aku.

“Xelle pasti akan terpukau,” gumamnya. Ntah sadar atau tidak, yang pasti aku mendengarnya dengan jelas.

“Xelle?”

“Siapa Xelle, Sir?” ulangku. Memperjelas pertanyaan sebelumnya.

“Bukan siapa – siapa. Ayo!"

Tanganku ditarik paksa. Meskipun begitu, aku masih memikirkan ucapan Mr. Witson sebelumnya. Nama Xelle seperti tidak asing bagiku. Tapi siapa? Kepalaku masih bergelut begitu dalam hingga tanpa kusadari. Kami sudah berada di lantai bawah. Tempat di mana acara ulang tahu Mr. Colin dirayakan.

Semua orang terlihat begitu menikmati pestanya. Mr. Colin sendiri yang memiliki acara terlihat sibuk bersama beberapa kolega bisnisnya mungkin. Jangan tanya ke mana Mr. Witson. Pria itu masih berdiri di sampingku, terlihat sedang mencari seseorang. Aku sendiri merasa ada orang lain yang memperhatikanku sedari tadi. Tapi saat aku berusaha menangkap basah orang itu. Usahaku selalu gagal. Ntah tiba-tiba pria di sampingku mengajakku bicara. Atau beberapa pelayan yang datang menawari kami beberapa gelas wine.

“Sir, apa Anda tidak merasa ada yang sedang memperhatikan kita?”

“Siapa yang akan memperhatikan kita?” tanyanya acuh. Begitu pun aku menggeleng tak tahu.

“Mungkin kamu saja yang tak terbiasa di tempat seperti ini,” jawabnya sambil menegak wine di tangannya.

Bukan aku yang tidak terbiasa di tempat seperti ini. Tapi sepertinya memang ada yang sedang mengintai keberadaanku. Aku menoleh ke kiri kanan, semua tampak normal. Beberapa orang terlihat sedang sibuk dengan urusannya, beberapanya lagi saling bicara.

Cukup lama aku dan Mr. Witson berada di tengah keramaian pesta. Akhirnya pembawa acara mengumumkan dibukanya kegiatan utama, pemotongan kue. Terlihat Mr. Colin memberikan potongan kue pertama pada kedua orangtuanya. Kemudian disusul untuk kekasihnya. Semua orang bertepuk tangan dan bersorak riuh. Aku juga merasakan euforia saat ini. Mereka memang pasangan serasi, seperti itu yang mungkin orang-orang pikirkan.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Edison Panjaitan STh
setelah lima tahun perjalanan karir mulai beranjak
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status