Beranda / Romansa / Brother Luck(not) / The beginning 2

Share

The beginning 2

Penulis: Susi_miu
last update Terakhir Diperbarui: 2021-08-18 15:44:06

Day after day.

Week after week.

Month after month.

Banyak perubahan setelah kedatangan Axe. Kehidupan keluargaku terasa lengkap. Aku masih tidak menyangka kenyataan bahwa aku memiliki saudara laki-laki.

Kucoba tanyakan ini pada mom bagaimana semua terasa masuk akal. Di usia kami saat ini, kenapa kami baru dipertemukan. Seharusnya sedari dulu kami bersama, saling berbagi kasih sayang. Saling mengerti karakter masing-masing dan saling melindungi.

Nyatanya, aku maupun Axe tidak seperti itu. Dia begitu menutup diri, walau begitu dia tidak lagi mengasingkan dirinya di dalam kamar. Aku cukup bersyukur akan hal itu, setidaknya aku bisa mengenalnya meskipun dia seperti buku tebal. Aku harus membacanya lembar demi lembar, agar aku tahu akan ada apa di halaman berikutnya. Tapi mom tak pernah mau memberitahuku alasan sebenarnya keberadaan Axe yang tak bersama kami sejak dia kecil.

Sayangnya mom lupa bagaimana aku. Jika tidak ada jawaban memuaskan, aku akan mencari tahunya sendiri.

“Hai, Axe. Mau temani aku belanja? Ada beberapa buku yang mau kubawa pulang, dan ya ... temanku berulang tahun lusa. Aku juga ingin membelikannya kado.” 

Tidak ada jawaban darinya, kulihat Axe sedang fokus mengulik laptop. Akhir-akhir ini dia terlihat sibuk setelah beberapa bulan lalu dad mengajarinya serta memberinya kepercayaan mengurus perusahaan. Dad bilang Axe sangat cerdas, jadi tidak butuh waktu lama baginya untuk mempelajari itu semua.

“Sepertinya kau sibuk. Maaf ya.”

Baru beberapa langkah aku meninggalkannya. Kurasakan telapak tangan kiriku terisi penuh oleh Axe. Dia melangkah di sampingku. Tatapannya fokus ke depan. Aku penasaran bagaimana bibirnya melengkung sempurna.

Selama ini, selama tinggal bersamanya, aku tak pernah melihatnya tersenyum apalagi tertawa. Jujur saja, dia begitu misterius. Ntahlah. Mungkin dia butuh waktu lebih lama untuk beradaptasi.

“Where we go?” Suara serak dan dalam Axe menyandarkanku, sepertinya dia tahu aku sedang memikirkan sesuatu.

“Kita akan ke perpustakaan di pusat kota, setelah itu kita akan pergi ke toko pakaian. Aku ingin memilih beberapa dress musim panas untuk Aklena.”

Tidak ada jawaban darinya. Seperti biasa, perjalanan kami hanya diselimuti keheningan. Meskipun dingin, terkadang Axe memperlakukanku dengan lembut. Seperti yang dia lakukan saat menautkan telapak tangannya di tanganku. How sweet.

                                                                                                                                    ***

“Apa kau sudah selesai?”

Jika kalian berpikir Axe yang menelponku. Jawabannya adalah benar. Sesampai di perpustakaan tadi dia menemaniku. Sesekali membaca buku di sana. Dia begitu tenggelam dengan buku di tangannya, hingga tak menyadari bahwa aku telah menyelesaikan kebingunganku memilih beberapa buku untuk kubawa pulang.

Berbeda dengan di perpustakaan. Saat kami tiba di toko pakaian, Axe memilih menungguku di parkiran, di dalam mobilnya. Aku berusaha memaksanya masuk. Tapi rasanya dia jauh lebih keras kepala.

“Ya. Aku sedang menuju tempat parkir.”

Setelah membayar belanjaanku. Buru-buru aku melangkah keluar. Sialnya hal itu justru membuatku tidak melihat sekitar.

Seseorang tiba - tiba berteriak marah ke arahku, aku hanya bisa mengucap kata maaf karena aku tahu akulah pihak bersalah di sini. Sayangnya kata maaf saja rasanya tidak cukup. Seseorang itu, sebut saja pria berbadan besar itu menatapku sengit. Lalu berteriak marah lagi ke arahku.

“Apa kau tidak punya mata? Apa kau tidak bisa berjalan dengan benar? Kau lihat, ponselku hancur karena kecerobohanmu.”

“Maaf, Tuan. Saya akan ganti rugi. Katakan saja berapa harganya.” 

“Orang kaya, heh?” tanyanya mendekat.

Seketika alam bawah sadarku mengingatkan, bahwa aku harus menyelematkan diriku dari tatapan tajamnya, pria itu seperti punya niat buruk terhadapku.

Tapi ntah kenapa tubuhku membeku. Aku tidak bisa memberi perlawanan. Nyaliku ciut saat dia menggenggam erat kedua tanganku, bahkan kantong kertas belanjaanku terjatuh begitu saja. Aku berusaha berteriak meminta tolong. Sialnya, suaraku terasa tercekat.

“Sepertinya akan menyenangkan menikmati tubuh kecilmu ini,” bisiknya sensual. Bibirnya mulai mendekat dan aku tidak tahu lagi harus berbuat apa, yang bisa kulakukan hanya berharap Axe datang menolongku.

“Let her go.”

Oh, God. Syukurlah. Aku mengenal betul suara serak dan dalam itu. Thanks, Axe. Kau datang tepat waktu.

“Jangan ikut campur urusanku. Pergilah!”

“Urusanmu? Kau sudah berani menyentuh milikku. Apa aku harus diam?” tanya Axe dengan nada tenang.

Milikku? Kata itu seolah menari-nari di atas kepalaku. Apa maksudnya? Axe sedang tidak bercanda bukan? Atau mungkin Axe hanya ingin orang itu benar-benar melepaskanku?

"I told you. Let her go."

"Dia harus membayar kerugianku."

"Berapa?"

"Aku tidak butuh uang. I want her. I want to drink her. Dia sangat cantik. What you think? Apa kau mau memberikannya pada--"

Aku tidak memotong ucapan pria itu. Semua terasa begitu cepat. Berikutnya yang kutahu, Axe sudah menghajar pria berengsek itu. Tak ada ampun, Axe terus memukulnya hingga pria itu terjengkang cukup jauh. Sempat ada perlawanan darinya. Tapi hanya satu pukulan yang berhasil menyentuh sudut bibir Axe. 

Aku meringis melihat keadaan mereka. Bukannya apa. Minggu lalu aku memberikan jas abu yang kubeli khusus untuk Axe. Dan hari ini jas itu rusak, bagian lengannya koyak hampir menyentuh pundak.

Sayang sekali. Seharusnya aku tidak meminta Axe menemaniku jika akhirnya seperti ini. Aku sungguh tidak suka keributan.

"Axe, stop it!"

"Akh!"

Tubuhku terdorong jauh ketika berusaha menjauhkan keduanya. Sontak suaraku menarik perhatian Axe, buru-buru dia menghampiriku.

"Are you oke?" tanyanya cemas.

"Ya." Terlihat kelegaan di mata Axe.

Bukankah dia begitu peduli padaku?

"You bleeding." Aku menyentuh sudut bibirnya dan itu berhasil membuat Axe menatapku penuh, lalu tangannya tiba - tiba meraih tanganku. Tak lama kemudian matanya terpejam meresapi tanganku di rahangnya.

"Hei, Axe. Are you okay?"

Seakan tersadar, Axe langsung membuka mata kembali menatapku.

"Ya," jawabnya cepat.

"Urusan kita belum selesai. Jika aku bertemu denganmu lagi. Akan kubuat kau menyesali perbuatanmu hari ini." Pria itu melangkah pergi. Aku hampir tak percaya apa yang Axe lakukan padanya. Wajahnya benar-benar babak belur, tidak sebanding dengan apa yang dia berikan pada Axe.

"Ayo kita pergi." Tanpa menghiraukan pria berengsek itu. Axe menarik tanganku menuju ke arah parkiran kami.

Sebelum tubuhku benar-benar ditelan mobil, aku melihat pria itu masih di tempatnya. Tersenyum sinis sembari menatap aku dan Axe. Matanya menyiratkan bahwa dia tidak membual tentang ucapannya tadi. Aku merasa kejadian hari ini seperti sudah direncanakan. Ntahlah, mungkin saja itu hanya perasaanku. Jadi lupakan.

                                                                                                                            ***

"Could you promise me?" ucapku beberapa saat setelah kami sampai, yang mana hal itu langsung membuat Axe menatapku tajam.

Aku tak peduli. Fokusku saat ini hanya pada lukanya. Ya, setiba di rumah, aku dengan cepat menarik Axe ke dapur. Mengambil handuk kecil dan membersihkan darahnya. Saat ini posisi kami masih sama. Axe berdiri sedangkan aku duduk di meja bar. 

Merasa tak ada jawaban. Kutatap wajah tampannya dan kembali bersuara, "berjanjilah kau tak akan seperti tadi. Jangan memukuli orang lagi." Aku masih sabar menunggu, meski belum ada jawaban darinya.

Ini yang aku benci dari Axe. Dia tidak banyak bicara.

"Dengar. Aku ingin kau berjanji padaku. Kalau tidak aku aka--"

"Apa?" potongnya cepat.

"Menciummu seperti ini." Kedua tanganku meraih rahang Axe cepat. Kudekatkan bibirku pada bibirnya, Kukecup pelan dan berulang-ulang sebagai bentuk kasih sayang.

Terlihat Axe berusaha menahanku, meski tidak benar – benar melakukannya.

"Baiklah. Tapi jika suatu saat aku tidak bisa menepati janjiku. Maka, kau akan menghentikanku seperti yang kau lakukan tadi," ujarnya sambil menyentuh bibir bawahku. Tatapannya menyiratkan sesuatu yang tak bisa kuartikan.

Ini juga pertama kalinya dia bicara panjang lebar padaku. Sesuatu yang baru, sesuatu yang bahkan tak pernah kupikirkan. Padahal aku tak punya maksud apa – apa selain mengecup sekilas bibirnya, sebuah ciuman yang artinya aku menyayanginya sebagai seorang kakak.

Apa ini artinya Axe sudah membuka diri, tanyaku dalam hati.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (8)
goodnovel comment avatar
Wina Purnama
ya masak ciuman sayang adik kakak di bibir. kan ucul
goodnovel comment avatar
Merry Moha
parah banget lu dek
goodnovel comment avatar
paw paw
mana ada kakak adek udh remaja pd ciuman
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Brother Luck(not)   Sekuel

    Hai, Kak. Selamat pagi. Mohon maaf setelan catatan penulis ini bukan update chapter Brother Luck(not) ya. Aku mau kasih tahu kalau sekuel sudah bisa dibaca lewat aplikasi Goodnovel. Yuk, mampir dan bantu aku dengan vote dan komen kalian😇 Boleh berikan review kalau suka ya. Kalian masih bisa ketemu Axelle🤭 But, he's not a main character anymore ya. Udah diganti Om T😅 Di sana para karakter penuh dengan misteri. Aku sudah up empat chapter. Kuy, merapat💃💃💃 migrain bareng aku lagi😁 besok aku akan double update juga. Berikan dukungan kalian buat Rose dan T😁 Btw, ada bab yang tidak ada di sini aku jelaskan di sana. Sebelumnya terima kasih banyak, sudah baca dan support karya pertamaku di sini. I love you guys❤❤❤

  • Brother Luck(not)   Extra Part

    Several months later... Aku dengan tangan terinfus menatap Axe, di sampinnya terdapat Oracle, sedang berjalan menghampiriku. Dia membawa seorang bayi di dalam dekapan. Kepalanya terus menunduk memperhatikan wajah anak perempuan kami tanpa henti. Senyum sempurna melengkapi kebahagiaan Axe. Usahanya melayaniku saat sedang mengidamkan sesuatu berbuah manis, dia akhirnya dipertemukan secara langsung bersama anaknya.Aku ingat pernah memaksa Axe membuatkanku roti canai, makanan khas Asia, dengan tangannnya sendiri. Axe bisa memasak, tidak tahu dengan makanan sejenis itu, tapi subuh – subuh buta aku tetap mendorongnya bangun untuk menjadi koki dadakan demi keinginan anaknya.Butuh perjuangan membangunkan Axe saat dia sedang lelah – lelahnya setelah menyentuhku tanpa henti. Salahnya sendiri tidak pernah puas. Aku mana tahu kalau anaknya tiba – tiba menginginkan sesuatu.Meski dengan terpaksa, Axe tetap menjalankan kewajibannya. Waktu itu, dengan mata setengah terbuka

  • Brother Luck(not)   Epilogue

    Aku menatap cincin yang tersemat kembali di tanganku dengan senyum haru dan bahagia. Janji suci atas nama Axe sudah kuucapkan. Tersisa satu lagi, tapi Axe tak kunjung melakukannya. Dia hanya menatapku dengan mata berbinar bahagia, seperti seorang idiot yang mendadak menjadi seorang jutawan.Dia mau tunggu apa lagi?Sampai aku memulai lebih dulu? Yang benar saja!“Kau membuat semua orang menunggumu terlalu lama,” kataku pelan dan nyaris berbisik.“Yakin?” tanya Axe memastikan. Dia mengangkat sebelah alis menatapku curiga. “Mereka atau kau yang sebenarnya sudah tidak sabar?” lanjutnya lagi dengan senyum menggoda.“Terserah kau saja, Axe.”Aku langsung berpaling menatap wajah – wajah di sana. Orang – orang penting di hidupku berkumpul dalam satu frame. Ada Oracle, mom, dad, ayah dan ibu mertuaku, serta Rose yang begitu cantik dengan balutan dress hitam. Di sampingnya ada Theo yang selalu menguntit ke mana pun Rose pergi. Aku rasa pertanyaan Axe waktu itu sangat

  • Brother Luck(not)   Marry Him

    Kau tahu ada apa dengan gugurnya bunga mawar? Karena saat pertama kali mekar, dia terlalu indah. -Theodore Witson. -------------------------------- “Rose, sekali lagi terima kasih. Aku tidak tahu akan jadi seperti apa hidupku tanpa bantunmu.” Kupeluk erat – erat tubuh wanita cantik, yang saat ini membalas kehangatan dariku.“Sama – sama,” bisik Rose sembari mengusap naik turun pundakku pelan.“Harus dengan cara apa aku membayar semua kebaikanmu selama ini?”Aku tak tahan lagi sampai yakin suaraku terdengar getir. Tidak tega rasanya mengambil Oracle dari Rose. Tapi harus bagaimana? Jika aku membiarkan Oracle bersama Rose, anak itu akan kehilangan figur keluarga lengkap. Axe pasti tidak akan membiarkan itu terjadi. Dia sudah terpisah dari Oracle sejak Oracle sendiri masih dalam kandungan, mana mungkin pria itu mau merelakan Oracle. Dan kalau harus jujur, aku juga menginginkan Oracle. Meski rasa bersalah pada Rose akan jauh lebih be

  • Brother Luck(not)   Love is Love

    “Sudah siap?” Aku menoleh ke samping mendengar pertanyaan Axe.Dari bandara Kanada, kami langsung melaju menuju apartement Rose. Saat ini aku dan Axe masih berada di dalam mobil yang terparkir di basement.Dia bertanya apakah aku sudah siap ... jawabanku tidak. Aku tidak sanggup harus menerima penolakan Oracle, saat dia melihatku ada di hadapannya. Seperti kata Axe waktu itu, dia akan mengajakku menjemput Oracle setelah semuanya selesai.Ya, semua telah selesai terhitung sudah tiga minggu berlalu pembalasan dendam Axe.Paman Danial akhirnya dinyatakan bersalah dan dihukum seberat – beratnya selama 35 tahun penjara. Perlindungan dari perdana mentri atas dirinya tidak berlaku, karena bukti – bukti sudah di depan mata. Terlebih Paman Danial semakin diberatkan oleh kehadiran para tawanan yang Axe bebaskan sebagai saksi di pengadilan.Waktu itu, persidangan berlangsung selama kurang lebih dua minggu. Tidak ada penyangkalan dan uji banding membuat semuanya

  • Brother Luck(not)   Hello Daddy

    “Awas, Axe!”Dor!Aku memeluk Axe seerat mungkin, menjadikan tubuhku sebagai tameng untuknya. Dia pernah membiarkan peluru menggigit tubuhnya karena kesalahanku. Sekarang aku ingin melakukan hal yang sama, mengorbankan diri untuk orang yang kucintai.Bunyi tembakan memberi jeda untukku bernapas. Seharusnya aku sudah merasakan panas yang menjalar oleh peluru itu. Tapi sampai saat ini semua masih terasa aman. Aku tidak mengerti, tubuhku baik – baik saja tanpa alasan.“Lain kali jangan lakukan hal ini. Jangan melindungiku. Aku bisa menjaga diri sendiri. Apa yang akan terjadi padamu jika aku tidak cepat?”Tubuhku dilepas paksa dan baru kusadari senjata Axe mengeluarkan asap saat dia menurunkan tangannya.Apa yang telah kulewatkan?Cepat – cepat aku berbalik. Sedikit tak percaya mendapati Arthur tergeletak di lantai dengan mata terbuka dan peluru yang menancap tepat di dahinya.“Aku tidak ingin membunuh. Tapi membiarkan dirimu ditembak adalah kesalahan palin

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status