Share

Sahabat Masa Kecil

POV 3

Jam 4 sore semua keluarga Raharjo sudah siap menyambut kedatangan calon Diana dan keluarganya.

Dikna yang tadi sempat pulang ke rumah mertuanya, kembali lagi untuk ikut menemui mereka.

Semua sudah berpakaian rapi dan wangi, juga dengan dandanan yang cetar.

Diana yang biasanya tak memakai kerudung, kali ini dia mengenakannya. Dia terlihat cantik dengan kerudung yang dipakainya itu.

"Maya, nanti kalau mereka sudah datang, kamu jangan ikut nimbrung di sini ya. Aku gak mau ngerasa malu karena keluarga Raharjo memiliki menantu sepertimu," ucap Diana seraya melirik Maya yang duduk di samping Galih.

Maya menunduk, tangannya merem*as rok yang dipakainya. Ucapan Diana membuat hatinya mencelos, bahkan keberadaannya pun membuat mereka malu.

Tak banyak bicara, Maya lantas hendak meninggalkan tempat itu. Sejatinya dari awal dia cuma ikut menunjukkan rasa bahagianya karena kakak iparnya sebentar lagi akan melepas masa lajangnya.

"Maya, kamu mau ke mana? Ada orang ngomong bukannya dijawab malah mau pergi gitu aja! Gak punya etika kamu ya." Bu Ullah-mertua Maya- menghardiknya.

"Katanya aku gak boleh nimbrung di sini, Bu," jawab Maya.

"Iya tapi aku belum selesai bicara! Kamu boleh keluar hanya saat mau menyuguhkan minum atau makanan untuk mereka. Setelah itu kamu langsung masuk lagi." Diana cepat menyela ucapan Maya.

"Iya, Mbak." sahut Maya lantas dia pun melanjutkan langkahnya.

Ada rasa asing saat dia berada di tengah keluarga ini. Suami yang dulu mengejar dan mencintainya kini telah berubah.

Rasa lelah menghadapi keluarga yang semena-mena membuat Maya sedikit putus asa.

Galih menyusul istrinya untuk masuk ke dalam. "Maya, kenapa wajahmu cemberut begitu?"

Maya mengangkat wajahnya, menatap pria yang telah membersamainya selama 3 tahun ini.

"Mas, bagaimana kalau sekarang aku ke rumah ornagtuaku saja? Aku belum sempat sungkem sama mereka," ucap Maya dengan wajah memohon.

"Lalu nanti siapa yang menyiapkan semuanya? Udah tahu keluarga lagi repot kamu malah mau lepas tanggung jawab," sahut Galih ketus.

"Kan ada Ibu sama Dikna, semua makanan sudah siap dan ditaruh di wadahnya masing-masing tinggal ngeluarin saja." balas Maya.

"Gak ada ya! Ibu dan Dikna itu sibuk menemui mereka sama seperti yang lainnya. Lagipula setiap lebaran kan orangtua kamu yang bakal datang ke sini," balas Galih.

Maya tak dapat membantah lagi, jika dia lakukan itu maka dia cuma akan mendapatkan kemarahan dari suaminya.

Orangtua Maya memang setiap tahunnya akan berkunjung ke rumah besannya. Dan setiap mau pulang, selalu saja minta bungkusin makanan atau pun kue-kue lebaran.

Kadang juga mereka gak akan pulang jika belum mendapat apa yang mereka mau yaitu uang, Bu Ullah memang kadang memberikan mereka uang agar lekas kembali ke rumahnya lagi.

Karena alasan inilah Bu Ullah dan keluarganya selalu mempunyai hak atas diri Maya.

Karena itu mereka meminta Maya untuk senantiasa menuruti setiap permintaan mertuanya. Meskipun Maya sendiri sudah merasa tak tahan tinggal bersama keluarga suaminya, dia tak lebih seperti babu yang setiap saat harus mengerjakan perintah mereka.

****

Terdengar suara mobil memasuki halaman rumah Bu Ullah. Semua keluarga lantas menyambut mereka dengan menghampiri mereka di depan teras.

Dari dalam mobil, keluar wanita paruh baya yang berpenampilan modis namun tetap tertutup dengan gamis dan hijabnya. Disusul lelaki paruh baya yang masih terlihat tampan dan berkharisma diusianya yang sudah tak lagi muda.

Terakhir disusul Arya, lelaki muda berusia kira-kira 26 tahun keluar dari dalam mobil p*jero itu. Wajahnya tampan dan menyejukkan setiap mata yang memandangnya. Dengan postur tubuh tinggi dan berkulit putih menambah nilai plus dirinya.

"Selamat datang di rumah kami," ucap Pak Sandi, bapak mertua Maya kepada tamunya.

Pak Sandi dan istrinya saling bersalaman dengan mereka, tamu-tamunya. Diana lantas menggandeng Arya dengan binar di wajahnya.

Orangtua Arya tersenyum ramah dengan sambutan calon besannya. Baru kali ini dia menginjakkan kaki di rumah itu.

Mereka berjalan beriringin menuju ruang tamu. Setelah itu Bu Ullah mempersilakan mereka untuk duduk.

"Terima kasih sudah menyambut kami dengan sangat ramah, Pak, Bu," ucap Ayah dari Arya.

"Pasti kami akan memperlakukan calon besan kami dengan sangat baik, Pak," jawab Pak Sandi.

Arya duduk di samping Diana. Dikna dan Galih duduk di samping orangtua mereka.

Selagi mereka mengobrol, Dikna masuk ke dalam dan meminta Maya untuk segera menyuguhkan minuman kepada mereka.

"Mbak Maya, tamunya sudah datang. Buruan kamu bawa minumannya ke ruang tamu!" perintah Dikna.

Maya lantas mengikat rambut panjangnya dan dia ke dapur untuk mengambil minuman yang sudah dia persiapkan.

Perlahan dia berjalan ke ruang tamu membawa teko dan gelas yang ditaruhnya diatas baki.

Arya mengernyitkan dahinya saat melihat Maya keluar. Dia nampak berpikir dalam dan mengingat sesuatu.

Lantas dia berbisik kepada ibunya, Bu Indah. Perempuan itu pun melihat Maya dengan seksama. Sementara Pak Angga-ayah dari Arya-fokus mengobrol dengan Pak Sandi.

Maya tak tahu jika dirinya diperhatikan oleh 2 orang sekaligus. Dia lantas meletakkan teko dan gelas-gelas itu di meja.

"Maya?!" ucap Arya seraya menelisik wajah Maya.

Maya mendongakkan wajahnya, dahinya mengkerut. Sedetik dua detik dia masih bingung dengan orang yang ada di depannya.

"Ini Kak Arya, May!" seru Arya begitu tatapan mata mereka bertemu.

Maya membelalakkan matanya, seulas senyum terbit di wajah manisnya. Meskipun dia terlihat kusut, namun kecantikannya tak dapat disembunyikan.

Diana yang ada di samping Arya terlihat gusar, dia tak suka Arya bersikap manis dengan Maya. Apalagi berakrab ria dengan iparnya itu.

"Kak Arya, ya ampun ... udah lama banget gak ketemu jadi gak ngenalin!" seru Maya dengan mata berbinar.

Bu Indah tersenyum lembut ketika Maya juga menatapnya.

"Bu Indah, lama gak berjumpa," ucap Maya lantas mencium takdzim tangan wanita itu.

Bu Indah mengelus lembut rambut hitam milik Maya.

Keluarga Raharjo merasa tak percaya jika mereka saling mengenal sebelumnya. Bagaimana mungkin Maya yang miskin dan k*mpungam bisa mengenal orang terhormat seperti Arya dan keluarganya, itu yang ada dalam pikiran keluarga itu. Bukan cuma mengenal tapi terlihat dekat dan akrab.

Begitu pun Pak Angga dia juga menyapa Maya dan membiarkan tangannya dicium oleh gadis itu.

Sejenak mereka melepas kerinduan, saling bertanya kabar dan sesekali bercanda.

"Maya, kenapa kamu pindah rumah gak bilang-bilang, kami khawatir padamu. Padahal saat itu Ayah dan Ibu memutuskan untuk menjadikanmu sebagai putri angkat mereka." ucap Arya.

"Maaf kami memang pergi mendadak karena bank sudah—." Maya tak melanjutkan ucapannya, dia merasa sedih mengingat masa itu.

"Sudahlah, kami mengerti. Jangan diingat lagi masa-masa pahit itu. Ehm ... terus kamu di sini ...." Bu Indah sengaja menggantung ucapannya, takut menyinggung perasaan Maya.

Diana hendak menyahuti perkataan Bu Indah, tapi Bu Ullah dengan cepat mencegah dan memberinya kode untuk diam.

Melihat Maya berpenampilan kumel dengan wajah kusam kontras sekali dengan penampilan keluarga Raharjo yang glamor, membuat Arya dan keluarganya berpikir jika Maya bekerja pada keluarga itu.

Lantas ibu dari Galih itu berjalan dan menghampiri Maya."Maya ini sebenarnya ....

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status