Maya senang banget karena sudah bisa menggunakan ponselnya. Dengan langkah ringan dia kembali masuk ke dalam rumah.Diana sudah tak nampak di depan televisi. Mungkin dia sudah tidur di kamarnya. Saat hendak memasuki kamar, Maya mendengar suaminya sedang mengobrol dengan seseorang."Iya, besok kita jalan. Kita beli apa yang kamu mau," ucap Galih.Maya membuka pintu kamarnya, reflek Galih mematikan sambungan teleponnya. Ada raut keterkejutan di wajah pria itu, namun dengan cepat dia menetralkannya kembali."Mas, kamu baru saja berbicara dengan siapa di telepon?" tanya Maya dengan wajah menelisik pada suaminya yang masih memegang ponsel."Siapa? Gak ada tuh, kamu salah denger kali," sahut Galih mengelak."Gak mungkin aku salah dengar, Mas. Nyata-nyata baru saja aku mendengarmu berbicara," balas Maya lagi."Gak ada, May. Udah ah, aku ngantuk mau tidur." sahut Galih ketus.Maya yakin dia tak salah dengar tapi dia juga tak mau bertanya lebih banyak lagi takut suaminya marah.Dilihatnya Gali
Maya gelisah, dia masih memikirkan suaminya. Rasa curiga di hatinya semakin menjadi ketika Galih menyangkal pertanyaannya semalam.Dengan telinganya sendiri dia mendengar suaminya mengobrol tapi dengan alasan tak jelas suaminya mengelak. Dan itu semakin membuat Maya yakin, ada yang ditutupi oleh suaminya.Dia mencari ide untuk bisa menemui suaminya di toko. Maya berniat mengirimkan makanan untuk bekal makan siang Galih."Bi Marni, saya keluar sebentar ya. Ada perlu, mau ke toko." Maya minta ijin."Iya, Mbak. Gak apa-apa, rumah biar saya yang jaga," sahut Bi Marni seraya membersihkan kaca.Setelah berpamitan, akhirnya Maya menuju toko sembako milik mertuanya dengan berjalan kaki.Ada beberapa ibu-ibu yang sedang mengobrol di depan rumah mereka. Melihat Maya, mereka menyapa dan bertanya."Mbak Maya, mau ke mana? Kok, jarang kelihatan, sih. Di dalam rumah terus ya? Malahan yang sering tuh, kita lihat Mas Galih keluar sama Mbak Dewi," sapa seorang tetangga."Iya, Mbak. Malahan yang gak ta
Ada apa ini, Maya?! Kenapa kamu membuat suamimu marah, hah?!" teriak Bu Ullah dengan mata melotot.Maya belum sempat memberikan jawaban karena Galih dengan cepat menyahut ucapan ibunya."Tanyakan pada menantumu itu, Bu. Kenapa dia mencurigai suaminya sendiri ada main dengan sepupu jauhnya?" tunjuk Galih pada Maya.Pria itu merasa ada angin segar karena ibunya datang dan pastinya dia akan mendapat pembelaan. "Dewi? Jadi kamu curiga Galih dan Dewi berselingkuh, May?" tanya Bu Ullah tak percaya.Maya hanya diam tak menjawab pertanyaan mertuanya, percuma saja batinnya. Ibu dari suaminya itu tak akan bisa berlaku adil. Melihat Maya yang hanya diam mematung, dia pun semakin murka."Harusnya kamu itu ngaca, bukannya malah main fitnah! Udah gak bisa ngasih anak, sekarang malah dikit-dikit curiga!" omel Bu Ullah lagi."Kalau aku ada buktinya bagaimana, Bu? Apa Ibu tetap akan membela dia," ucap Maya dengan menunjuk suaminya."Heh, jangan kurang ajar kamu ya! Makin lama makin ngelunjak aja!" t
"Enggak, Mbak Yu. Untuk sementara boleh ya aku nitip Dewi sama Farel di sini. Kasihan kalau aku tinggal di rumah sendirian, gak ada yang bantu jagain Farel. Dewi juga kan selama ini gak bisa masak karena repot dengan anaknya, kalau di sini kan enak, udah ada yang masakin, ada yang bantu jaga Farel juga jadi dia gak capek-capek banget," jelas Bu Nur."Oh gitu. Ya udah gak apa-apa biar Dewi sama Farel di sini aja. Lagi pula Maya sekarang kerjaannya juga gak terlalu banyak, kok. Nanti dia bisa ikut jaga Farel," sahut Bu Dewi enteng, tanpa minta persetujuan Maya.Dewi tersenyum cerah karena Bu Ullah memberinya ijin tinggal di rumah itu selama mereka pergi. Dia melirik Maya yang kini melihatnya tak suka. Sejak mendengar kabar dari Ria dan para tetangga, Maya memang semakin tidak menyukai Dewi."Tapi, Budhe. Kayaknya ada yang gak suka aku tinggal di sini," sindir Dewi seraya melirik Maya.Bu Ullah dan Diana tahu siapa yang dimaksud oleh perempuan itu."Aku mah welcome sama kamu, Wi. Yang l
Dewi mengangguk pasrah, niat hati ingin dilayani oleh Maya gagal seketika. Selama ini dia melihat semua orang di rumah itu dengan mudahnya meyuruh Maya melakukan apa saja tapi ternyata tidak dengan dirinya.Maya kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku. Dia lalu memilih pergi meninggalkan mereka semua yang ada di situ. Dia bergabung bersama Bi Marni yang ada di dapur, membantunya membereska peralatan dapur."Mbak, Bu Nur nitipin anak dan cucunya di sini ya?" tanya Bi Marni memastikan."Iya, Bi. Dan sepertinya tugas kita di rumah ini akan bertambah. Tapi saya ingatkan Bibi untuk tidak terlalu menuruti Dewi, cukup lakukan tugas Bibi saja seperti biasa," saran Maya kepada wanita paruh baya itu."Siap, Mbak Maya!" sahut Bi Marni dengan tersenyum lucu."Mbak, ngapain Mbak beberes itu, biar Bibi yang lakuin. Kan Mbak Maya sebentar lagi mau masak buat makan malam," cegah Bi Marni."Gak apa-apa, Bi. Aku bantu dikit aja, biar Bibi bisa segera pulang," sahut Maya, tangannya cekatan membersihk
Malam itu Maya tak dapat tidur dengan nyenyak, takut jika ketiduran nanti maka suaminya itu akan menghampiri Dewi. Sejak mendengar berita kedekatan mereka berdua pikirannya selalu negatif, hatinya selalu panas.Baru saja matanya terpejam, tiba-tiba tubuhnya berjingkat. Maya tergagap, spontan dia membuka matanya. Dia menoleh ke samping dan tak ada suaminya di sana.Pikiran buruk tiba-tiba melintas begitu saja. "Apa mungkin Mas Galih menemui Mbak Dewi?" Jantungnya berdegup lebih kencang, badannya tiba-tiba terasa panas dingin tak siap seandainya dia melihat sesuatu yang tak diinginkan.Gegas dia melangkah pelan dengan tubuh gemetar, tak ingin langkahnya didengar oleh mereka. Tak lupa dia membawa ponsel untuk berjaga-jaga, jika diperlukan nanti.Dibuka pintu kamarnya sepelan mungkin agar tidak menimbulkan suara, kemudian dia berjalan perlahan. Semakin mendekati kamar tamu, jantungnya berdegup semakin kencang.Pintu kamar di mana Dewi tidur tertutup rapat. Maya sudah berada tepat di dep
Saat Maya melewati kamarnya, dia mendengar suara yang meresahkan telinganya. Suara des*han demi des*han saling bersahutan. Dia juga mendengar er*ngan kenikm*tan yang sangat dikenalnya, tak salah lagi itu suara suaminya. Tubuh Maya menegang, dia melangkah pelan dengan jantung berdegup kencang, keringat dingin sudah membasahi sekujur tubuhnya, tulangnya seakan luruh tak ada daya. Tangannya gemetar, dengan sisa tenaga yang dimilikinya dia meraih gagang pintu itu dan ....CEKLEK!Pintu terbuka, matanya nanar menatap ke dalam sana. Tak sanggup menahan beban tubuhnya, Maya luruh jatuh ke lantai.Di depan matanya sendiri, sang suami bermain cinta dengan perempuan lain. Seolah tak pernah mendapatkan nafkah batin, Galih bermain dengan begitu buasnya.Galih dan Dewa serempak menatap ke arah Maya, wajah keduanya terlihat pucat pasi begitu aksi b*jatnya diketahui."Maya?!"Galih terkejut dengan kedatangan istrinya, dilihatnya Maya begitu syok dengan kelakuannya hingga tak bisa bangkit lagi.Refl
PLAK!PLAK!"Maya!?"Galih berteriak dengan wajah merah padam, Maya terlihat tak bisa dikendalikan.Tak sampai disitu dia juga menjambak rambut Dewi yang ingin melawan. Galih berusaha menghalangi Maya dan mendorong tubuhnya, beruntung Rangga menolongnya dan berusaha menenangkannya.Dengan nafas terengah-engah, Maya menatap kepada pasangan l*knat itu."Hei, ngapain kamu masih di sini? Aku ingatkan kamu ya, jangan pernah ikut campur urusan rumah tanggaku!" Galih memperingatkan Rangga."Aku sudah terlanjur datang dan aku tak akan pergi begitu saja sebelum masalah ini selesai," jelas Rangga penuh penekanan.Rangga membalas tatapan taj*am Galih, tak ada rasa takut sedikitpun di hatinya kepada pria itu. Rangga memilih tinggal hanya untuk Maya bukan yang lainnya."ini semua tak ada hubungannya denganmu, cepat pergi! Aku ingin bicara dengan istriku," ucap Galih geram."Sudah aku katakan, aku tak akan pergi kecuali Maya yang memintaku," sahut Rangga membalas.Pak RT datang ke rumah itu dengan