Share

4

Author: Gleoriud
last update Last Updated: 2022-03-21 20:14:02

Dengan terpaksa, motor Keke ditinggal di rumah Bujang. Pria itu mengeluarkan motor tuanya, yang entah taun berapa keluarannya, yang jelas menurut Keke motor itu lebih butut dari pengertian butut itu sendiri.

Keke tidak yakin akan mendaratkan pantatnya di sana, karena tempat duduknya hampir dipenuhi oleh Bujang, tinggal sedikit.

"Tidak ada motor yang lain, Bang?" Keke terpaksa mengeluarkan unek-uneknya. Dia yakin, sebentar lagi waktu Maghrib akan habis.

"Hanya ini, Ke," sahut Bujang, dia sudah bersiap-siap menyalakan motornya, tapi melihat keraguan Keke, Bujang membatalkan niatnya.

"Jadi bagaimana? Apa tunggu Pak Iwan jemput kamu?"

"Nggak mungkin dijemput, Bang. Ini satu-satunya motor di rumah."

"Terus?"

"Ya, sudahlah! Antar saya saja."

"Naiklah!" Bujang menyalakan motornya, dan Keke hanya bisa menghela nafas melihat asap hitam mengepul keluar dari dalam knalpot. Bunyinya pun, seperti bau kabel terbakar.

"Cepat, Ke! Bentar lagi kayaknya mau hujan lagi."

Keke tak punya pilihan lain, dia naik dan duduk di belakang Bujang. Dan, rasanya tidak nyaman, Keke mencoba beringsut ke belakang agar mereka tak bersentuhan, tapi mau geser ke mana? Alhasil, Keke hanya memangku tangannya di dada agar tak menempel pada pria itu.

Mereka mulai melewati pohon-pohon sawit yang gelap, hanya ada cahaya redup dari pondok penjaga kebun sawit yang letaknya agak ke dalam.

"Kalau malam sepi banget, ya, Bang?" Keke bergidik ngeri, bisa saja harimau atau beruang muncul dari sana.

"Lumayan, tapi kalau terbiasa, nggak apa-apa juga."

"Kalau saya jadi Abang, saya akan pindah."

"Sayangnya aku bukan kamu, Ke."

Mereka melalui jalan berbelok, berkerikil, lalu menurun, sesekali motor Bujang terpeleset.

Tiba-tiba Keke merasa ada yang tak beres dengan motor butut itu. Dan benar, akhirnya benda itu mati.

"Bentar, Ke." Bujang menepi, sedangkan Keke turun dan melihat benda itu penasaran.

Bujang berjongkok sambil menyalakan Hp senternya.

"Ada yang korslet." Bujang bangkit, mata tajamnya awas melihat ujung jalan.

"Nggak ada bengkel di sini, Bang." 

"Iya, nggak ada." 

"Gimana lagi, Bang?"

"Biar aku dorong motornya, kamu nggak apa, kan, kalau diantar jalan kaki?"

Keke harus jawab apa, demi apa pun, jalan ini sepi, tak ada rumah, karena merupakan perbatasan desa. Tidak ada juga kendaraan umum. Keke tak punya pilihan.

"Masih jauh ini, Bang. Tiga puluh menit lagi kalau jalan kaki."

"Kamu kuat nggak, Ke?"

"Kuat sih, tapi lumayan capek kalau dorong motor."

"Sekalian antar ke bengkel."

Mereka mulai berjalan berdampingan. Awan hitam bersibak, sehingga cahaya bulan yang terbentuk setengah cukup menjadi penerang.

Keke melirik Bujang sekilas, begitu tenang, bagaikan air di sungai dalam. Dia bahkan tak bicara jika Keke tak memulainya 

"Kenapa tak beli motor baru saja, kata Ayah, Abang punya banyak uang, buktinya mesjid di desa Abang yang bangun, kan?" 

"Mungkin nanti, Ke. Lagi pula motornya jarang digunakan, karena sering bawa mobil barang."

"Oh," sahut Keke sambil menyelipkan rambut ke telinganya. "Kata Pak Iwan, kamu bentar lagi wisuda, ya?"

"Benar," jawab Keke, tumben dia balik bertanya.

"Waktu cuma sebentar, padahal rasanya baru kemaren kamu hanyut di sungai."

"Apa benar Abang yang selamatkan saya?"

"Iya,"

"Gimana ceritanya?"

"Kamu kebawa arus, pas mandi sama teman-temanmu, tak ada yang berani karena airnya deras setelah hujan."

"Terus Abang yang lompat?"

"Iya,"

"Oh," sahut Keke. Cerita itu berulang kali didengar dari ayahnya, bahkan ayahnya bilang, kalau Bujang tak menolongnya, mungkin dia sudah tiada.

"Walaupun terlambat, saya ucapkan terimakasih atas pertolongannya."

"Sudah lama pun, Ke," sahutnya.

"Iya." Keke tersenyum, dia mengingat Bujang, rasanya Bujang yang dulu dan yang sekarang tak jauh berbeda.

"Capek, Ke, kalau capek, berhenti dulu."

"Nggak, lanjut aja, ayah pasti udah nunggu."

"Baiklah!"

***

Bujang sengaja tak mampir ke rumah Keke, pria itu langsung ke bengkel langganannya tanpa banyak bicara.

Sedangkan Pak Iwan bernafas lega saat melihat anak gadisnya itu pulang ke rumah dengan selamat.

"Alhamdulilah, kau sampai juga di rumah, kami cemas terjadi apa-apa denganmu, karena musim hujan juga. Mana motornya?"

"Ditinggal di tempat Bang Bujang, Yah!" Keke menselonjorkan kakinya, lumayan capek. Keke memijit betisnya pelan.

"Loh, kenapa?"

"Nggak mau nyala."

"Iya, ayahmu cuma pandai Makai, entah sudah berapa lama olinya tidak diganti," sahut ibu Keke, dia menyodorkan segelas air putih pada Keke, dan langsung habis dalam sekali minum.

"Terus?"

"Bang Bujang yang ngantar, sialnya, motor Bang Bujang juga mati di jalan, akhirnya jalan kaki sama-sama."

"Nggak disuruh mampir dia, Ke?"

"Nggak mau dia, Bu."

"Padahal ayah ingin minum kopi sama-sama."

Keke diam saja.

"Ayo, makan malam!" kata Ibu Keke.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
siti fauziah
lanjut,,, penasaran
goodnovel comment avatar
Siti Yusuf
nggak mesti harus jadi CEO untuk membuat cerita nya menarik buktinya cerita Bujang lapuk dari kampung ini sangat menarik
goodnovel comment avatar
Listiadi Lstd
cerita cukup menarik
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Bujang Lapuk ( Malam Pertama dengan Om Perkasa )   100

    Setelah melakukan berbagaipertimbangan, Amir kemudian menyerahkan dirinya kepada kepolisian dan mengaku semua kesalahannya. Pada hari itu juga, Alam diringkus oleh polisi dan mereka sama-sama masuk ke dalam sel tahanan.Di hari yang sama, pada hari itu juga Anne menghembuskan nafasnya terakhir di rumah sakit, setelah kecelakaan yang menyebabkannya kritis selama 2 hari. Sedangkan Hendrik masih dalam keadaan kritis. Peristiwa kecelakaan itu menjadi santapan para pencari berita, karena Anne adalah seorang yang dipandang di negri ini sebagai pebisnis muda yang sukses dan lahir dari keluarga kaya raya.Tak ada kejahatan yang tidak mendapatkan balasan. Mungkin Bujang tidak memiliki kemampuan untuk membalas karena dia kalah kekuatan dan kekuasaan. sehingga melakukan hukuman yang sangat besar kepadanya pada pagi itu televisi dipenuhi oleh berita tentang kematian wanita konglomerat yang memang namanya sudah dikenal sebagai wanita pebisnis yang sangat beruntung dalam mengelola semua bisnisnya

  • Bujang Lapuk ( Malam Pertama dengan Om Perkasa )   99

    Keke menangis sesenggukan melihat keadaan Bujang yang sudah selesai melakukan operasi patah tulang. Anne bertingkah sebagai Dewi penyelamat, berhasil membuat semua orang percaya dengan bualannya, yang mengatakan bahwa dia adalah penyelamat Bujang, hanya Keke yang berusaha menahan geram pada wanita itu, tapi dia lebih memilih untuk bungkam saja, karena yang terpenting sekarang adalah kesembuhan Bujang terlebih dulu."Maafkan Keke, karena telah berprasangka buruk kepada Abang. Ternyata apa yang Abang lakukan adalah mencari pekerjaan. Keke minta maaf, Keke sangat berdosa sudah berprasangka yang bukan-bukan pada Abang."Keke menangis penuh sesal, dia merasa seperti istri yang sangat durhaka, dengan musibah yang telah terjadi pada suaminya itu, seharusnya dia bersabar pada suaminya sedang berjuang mencari nafkah.Bujang sudah dipindahkan ke ruangan perawatan, ada beberapa orang di sana termasuk Lukman, Ayah Keke beserta ibunya. Mereka sangat prihatin dengan apa yang terjadi pada pria itu.

  • Bujang Lapuk ( Malam Pertama dengan Om Perkasa )   98

    "Makanlah! abang-abang sudah 3 hari tidak makan, air saja takkan bisa membuat kita hidup, pikirkan istri dan anak-anak, sampai kapan Abang akan begini?" kata wanita berumur 40-an itu pada suaminya yang termangu di depan jendela. Pria yang dipanggil Abang itu adalah Amir menggeleng dengan wajah yang lesu. Dia sakit-sakitan dan tak memilki nafsu makan sama sekali, bahkan tiga hari ke belakang, dia sama sekali tak menyentuh nasi.Sejak aksi kejahatan itu, Amir sama sekali tidak bisa makan enak, hatinya diliputi rasa bersalah yang amat besar. Perasaan bersalah itu menggerogotinya siang dan malam dan membuat dia merasa ketakutan. Terbayang wajah Bujang yang sedih melihat semua harta bendanya sudah lenyap dilahap api."Aku tidak mau makan. Simpan saja!" katanya pada istrinya, matanya cekung dan pandangannya kosong. Sang istri yang kebingungan hanya bisa mengelus dada dengan tingkah suaminya itu.Sang istri, yang wajahnya begitu sedih kemudian mengusap air matanya. Suaminya terlihat begitu

  • Bujang Lapuk ( Malam Pertama dengan Om Perkasa )   97

    Orang yang telah membuat Bujang celaka itu sudah pergi, sedangkan Bujang masih terkapar di tengah jalan dengan kondisi yang mengenaskan, pria itu terlihat sekarat. Pingsan, lalu sadar kembali, entah berapa lama dia kehilangan kesadarannya.Bujang tak meneteskan air mata, matanya menatap ke atas langit yang kelam. Di sana ... dia seolah-olah melihat ayah dan ibunya tengah melihat dirinya yang sangat malang. Bujang merasakan amat kesakitan di seluruh tubuhnya, apalagi bagian kakinya, dia yakin, tulang yang sudah patah. Siapa yang telah tega membuatnya seperti ini, dia bukanlah orang yang jahat, dia hanya pria penyendiri yang tak suka diusik dan tak pernah mengusik. Lalu, dengan kejamnya mereka melakukan ini padanya. Jika umurnya panjang, dia takkan memaafkan mereka. Bujang akan membalas dengan cara setimpal.Bujang terbayang wajah Keke dan anak-anaknya yang masih kecil-kecil. Andaikan malam ini dia dipanggil oleh Yang Maha Kuasa, bagaimana nasib mereka semuanya? Siapa yang akan menafkah

  • Bujang Lapuk ( Malam Pertama dengan Om Perkasa )   96

    Motor Honda melesat dengan kecepatan sedang, dia tidak menyadari, sejak tadi ada 4 orang dengan mobil pikap mengikutinya. 4 pria utusan Anne itu menyamar seolah-olah membawa barang di dalam mobil pick up, sehingga Bujang sama sekali tidak curiga.Di tempat lain, Keke tengah merasa sedih. Nabil terpaksa dirawat malam ini, sedangkan dua anaknya, Delia dan Delio hanya rawat jalan. Si kembar sudah dibawa oleh Ibu dan Ayah keke pulang ke rumah. Bayu sempat menemani Keke di rumah sakit, tapi anak itu besok harus bangun pagi-pagi untuk sekolah, Keke menyuruh Bayu pulang saja.Berulang kali gagal menelepon Bujang dan tidak diangkat. Kali ini tidak tersambung, sepertinya ponselnya mati atau sengaja dimatikan. Hal itu membuat Keke makin kesal.Nabil sudah tidur sejam yang lalu. Rasanya ingin marah, dia merasa Bujang sudah berbeda, Bujang yang sekarang lebih asik dengan dunianya sendiri. Dia sering termangu, bahkan sudah jarang berbicara dengan Keke."Kenapa Abang Bujang seperti ini?" kata Kek

  • Bujang Lapuk ( Malam Pertama dengan Om Perkasa )   95

    "Terima kasih, Wak."Pria yang dipanggil Uwak itu menggangguk. Bujang pun mulai bekerja hari ini.Pria yang dipanggil Uwak itu melihat Bujang dengan tatapan sedih. Bujang adalah pria yang baik, terkenal sangat dermawan dan tidak pernah pandang bulu dalam menolong orang. Bujang bukan pria yang kesusahan, dia sudah terlahir sebagai anak tunggal yang kaya raya, cuma orang tuanya mengajarkan hidup sederhana. Pria itu malah menjadi anak buahnya sekarang, pria yang dulu yang mengajarkannya cara membuka usaha perabot, sekarang malah menjadi anak buahnya.Bersamaan dengan itu, Keke yang baru pulang mengajar dan belum merasakan istirahat merasa kebingungan. Delia Delio demam, sedangkan Nabil memang sudah demam sejak 2 hari yang lalu. "Ayo, kita bawa ke rumah sakit saja," kata ibunya yang juga khawatir dengan kondisi cucunya itu. "Kita tanya Bang Bujang dulu, Bu," jawab Keke, wanita itu kemudian mengeluarkan handphonenya dan menelepon Bujang beberapa kali, tapi Bujang sama sekali tidak menjaw

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status