Share

Bab 6. Bersikap Adil

Prasetyo berangkat ke kantor setelah hampir tiga hari dirinya meliburkan diri setelah menikah. Berniat ingin berbulan madu dengan Ayu, tapi nampaknya Ayu lebih memilih berdiam, tak mau kemana-mana

Hingga, akhirnya, ibu dan Desi malah merencanakan berliburan ke Bali. Sebenarnya Desi sengaja melakukan hal tersebut, agar waktu kebersamaan dengan Ayu dan suaminya lebih banyak.

"Lagian, ibu Ayu belum pernah ke Bali, iya kan Bu?"

Ibu Ayu mengangguk saja saat ditanya Desi di depan Suaminya.

Ayu yang sedang berada di kamar sendirian , mendengar pembicaraan mereka.

Ayu ingin bicara empat mata saja sama ibunya, tapi Desi selalu berada di dekatnya terus. hal ini membuat dirinya semakin sewot pada keadaan.

"Ya itu terserah, kamu , sayang. lakukan apa yang kamu senang," kata Prasetyo pada Desi.

Sepertinya itu adalah kata-kata yang selalu Pras ucapkan pada Desi.

Ayu hanya menghela napasnya saja. Beberapa hari ini, Desi memberikan peluang dua Minggu full adalah miliknya dan Pras, Namun, Ayu masih merasa risi bila terus-terusan berduaan dengan Pras.

***

"Bu, aku ingin bicara dengan ibu," lirih Ayu bicara pada ibunya.

"Katakan saja, ibu Minggu depan juga pulang, nggak enak rumah ditinggalkan kosong, Nak Desi menyuruh ibu tinggal di sini, untuk menemaninya."

"Jangan Bu, ibu pulang saja. kita bicara di rumah saja, bisa leluasa."

ibu mengangguk, dan berbisik, "Ibu dikasih ATM. katanya udah ada isinya. "

Aku kaget dan memandang ibu. lagi-lagi ada rasa khawatir atas kebaikan Desi pada diriku dan ibu.

Ayu bergegas pergi meninggalkan ibunya yang saat ini sedang berada di dapur, dirinya sedang mengajari salah satu asisten rumah tangga Desi membuat kue serabi.

Ayu duduk di kamarnya, saat ini hatinya merasa sangat tertutup. Walaupun semua fasilitas terpenuhi, tapi hatinya merasa terpenjara oleh keadaannya sendiri.

Tak lama, pintu kamarnya di ketuk seseorang.

"Ayu, bolehkah aku masuk?" Itu suara Desi.

segera Ayu menjawabnya.

"Silakan, Des, pintunya nggak aku kunci, kok." Ayu pun bangkit dan membuka pintunya pelan.

"Boleh aku masuk?"

"Tentu saja, boleh," jawab ayu sambil tersenyum manis pada Desi.

Desi membalas senyum itu, dan masuk ke kamar Ayu, lalu menutupnya kembali.

Desi duduk di sebuah kursi sofa yang ada di sudut kamar.

"Kenapa nggak mau bulan madu? enak loh, toh fasilitas susah aku berikan?" tanya Desi tiba-tiba.

Ayu langsung menundukkan wajahnya.

"Aku, rasanya tak pantas aku menikmati bulan madu itu, Desi."

"Kenapa? kau pengantin baru, Ayu . sudah aku bilang kan? aku memilihmu bukan untuk bersedih seperti ini. bahkan aku belum mengucapkan banyak terima kasih padamu, Mas Pras merasa puas denganmu. bagaimana denganmu? aku belum bertanya padamu?"

"Kamu ini aneh, Desi. aku merasa malu ...."

Desi mendekati Ayu dan memeluknya., "aku tahu, aku pun sakit hati , saat suamiku bilang puas saat berhubungan badan denganmu. sakit sekali hati ini. tapi ini lah kenyataanku, ini sudah menjadi takdirku."

Ada air mata menetes dari mata Desi.

Ayu segera menghapus air mata itu.

"Aku bilang apa? kamu nggak percaya sih. malah memilih madu untuk suamimu, kamu itu bodoh Des," ucap Ayu sewot, pada sahabatnya kini mereka menangis bersama. Desi tersenyum atas perlakuan Ayu terhadapnya.

"Tapi, aku ikhlas sangat ikhlas, suamiku bahagia. aku lebih sakit bila dia mencari bahagia dengan orang yang tidak aku kebal."

Ayu menatap sahabatnya lagi, "Hatiku saja sakit saat suamiku bermain belakangku, apalagi kau Des, sudah aku bilang kan? terus kalau sudah begini, gimana??!!" Ayu sudah terisak melebihi tangisan Desi.

Desi memeluk Ayu erat, "Sudah aku bilang, aku ikhlas sangat ikhlas, aku bahagia bila melihat suamiku bahagia. dan kau memberikan kebahagian itu. percayalah, semua akan baik-baik saja."

"Des, kau ini ...."

"Sekarang kau adikku, panggil aku kakak."

pinta Desi dan menghapus air mata Ayu.

"Aku akan mengajak ibumu berlibur juga, beliau ibuku juga kan? kau tahu bukan aku rindu dengan mamaku."

Tiba-tiba, Ayu langsung melepaskan pelukan Desi.

"Kau tak bilang pada mamamu kan?"

"Kenapa?"

"kenapa katamu? bagaimana kau akan menjelaskan pada keluargamu."

"Mereka sudah tahu, Ayu. tenang saja. memang aku bodoh seperti yang kau katakan? aku sudah ijin juga ke mama aku."

"Dan mamamu?"

"Setuju lah."

"Karena kau memaksanya kan?"

Desi tersenyum, "Tentu saja aku dan suamiku minta ijin pada mama, cuma mama yang belum kenal denganmu. aku harap kau pun akan cepat akrab seperti aku dan ibumu, iya kan?"

Degh! Ya Allah. mengapa jadi seperti ini, apa mungkin sekarang mama dari Seorang Desi akan tenang saja melihat rumah tangganya anaknya, ada wanita ke tiga?

lagi-lagi aku bukan pelakor, Desi yang memintaku untuk menjadi madunya, pikir Ayu terdiam melihat Desi yang masih tersenyum melihatnya.

"Kau, betul-betul konyol, Des. aku tak tahu bagaimana bila mamamu pulang dan mendapati rumah tangga anaknya ternyata ...." Ayu tak meneruskan kata-katanya.

"Makanya aku biarkan dirimu terus bersama suamiku, berilah aku seorang anak Ayu. aku a-ku akan bayar mahal untuk itu."

Ayu tersentak pada suatu kenyataan pahit yang kini benar-benar terjadi pada dirinya.

Dipandangnya wajah sahabatnya lekat-lekat.

Tangan Desi meraba perut Ayu,

"Aku bukanlah, wanita yang seperti pada umumnya, melayani suami saja aku tak mampu, apalagi mendapat seorang anak, Aku sangat mengharapkan ini, cepatlah hamil," ucap Desi masih juga mengelus perut Ayu.

"Kau salah pilih jalur, Des. seharusnya kau adopsi anak saja, yang masih bayi."

Desi menggeleng dengan cepat, "Suamiku ingin mempunyai anak yang benar-benar dari benihnya sendiri. maafkan aku." Kini Desi terisak lagi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status