Cindy…!"
Teriakan yang terdengar jelas dari kamar Misyel. Adik tiri Cindy yang bermuka dua jika berada di hadapan sang ayah. Cindy pun segera berlari ke arah kamar Misyel setelah mendengar teriakkan sang adik tiri.
"Ada apa Syel?"
"Kamu masih tanya ada apa?" pekik Misyel. Cindy menatap Misyel yang tengah menggenggam gaun biru di tangannya. "Apa kamu sengaja mengotori gaun yang akan aku pakai malam ini hah! Aku sudah bilang jangan menyentuh barang-barangku tanpa seizinku."
"Aku hanya mengantungnya sesuai perintahmu tadi pagi."
"Kamu bohong, kamu pasti sudah mencoba baju ini di tubuh kotormu itu kan? aku tahu kamu sangat iri dengan perhatian papah untukku? karena itu kamu sengaja merusak acaraku."
"Sedikitpun aku tidak pernah merasa iri padamu Syel."
"Heh, dasar menjijikkan."
"Ada apa ribut-ribut?" tanya Sonya yang tak lain adalah ibu Misyel.
Misyel seketika berubah dan bergelayut manja pada ibunya. "Mah, liat gaunku ini, anak kotor ini sudah mengotori gaun yang akan aku pakai malam ini di pesta ulang tahun temanku," ucap Misyel dengan suara manja pada ibunya.
Sonya menatap dan mengelus pipi Misyel dengan lembut. "Coba sini mamah lihat sayang," ucapnya. Ia mengambil gaun di tangan putrinya dan melihat gaun yang sudah kena sedikit noda itu, ia langsung menyunggingkan senyuman sinis kearah Cindy. Meski noda tersebut tidak terlalu terlihat, namun itu cukup untuk menjadikan sebuah alasan untuk menyalakan Cindy.
Plakkk!
Sonya memberikan tamparan di pipi mulus Cindy, "Apa kamu sedang mencari masalah, beraninya kamu membuat gaun Misyel kotor seperti ini,"
"Bu aku minta maaf, tapi aku tidak mengotorinya. Lagipula kotorannya tidak terlalu terlihat," jawab Cindy yang masih mengelus pipinya yang sakit karena tamparan tadi.
"Aahhh," rintih Cindy saat rambutnya di tarik Sonya. "Kamu masih mengelaknya? cepat bersihkan sebelum aku menghukum kamu lebih berat," ucap Sonya sambil melepas rambut Cindy dan menyodorkan gaun di tangannya.
Cindy keluar dari kamar Misyel sambil membawa gaun biru tersebut untuk di bersihkan. Air matanya mulai mengalir membasah pipi mulusnya. Ia langsung mencuci bagian yang kotor dan mengeringkannya dengan hairdryer, kemudian menggantungnya kembali di kamar Misyel.
"Apa yang kamu lakukan di kamarku?" ucap Misyel yang sudah berdiri di ambang pintu.
"Aku hanya menaruh gaunmu. Tadi aku melihat pintunya terbuka jadi aku masuk kedalam untuk menyimpannya."
"Sudah, sudah pergi sana. Cepatlah keluar dari kamarku." Cindy pun hendak keluar dan melewati Misyel yang tengah berkacak pinggang di ambang pintu.
Brug!
Cindy tersungkur ke lantai karena tersandung kaki Misyel. "Makannya kalau jalan, pakai tuh mata," ucap Misyel menyeringai sambil berlalu masuk kamar.
Braaakk!
Misyel menutup pintu dengan keras. Sementara Cindy berusaha bangun dari jatuhnya dan menatap pintu kamar Misyel yang tertutup sambil bergumam dalam hati. "Ibu aku merindukanmu, aku merasa lelah dengan keadaan ini. Bu, kenapa aku terlalu lemah dan tak mampu melawan?" Cindy menyeka air matanya dan berlalu.
Terdengar pintu gerbang terbuka dan tak lama suara mobil pun terdengar memasuki garasi. Cindy menatap arah garasi yang terlihat jelas dari jendela dapur, ia melihat pria paruh baya yang keluar dari dalam mobil tersebut. Seorang pria yang menjadi alasan dia tetap bertahan berada di dalam rumah bersama ibu dan adik tirinya. Dia adalah Rudi, ayah kandung Cindy.
Cindy tersenyum saat sang ayah menoleh ke arah jendela dapur dan tersenyum kearahnya, kemudian ia kembali melanjutkan kegiatan memasaknya, setelah sang ayah masuk ke dalam rumah. Masakan hampir selesai, Cindy mulai menata makanan di meja saat semua orang sudah berkumpul, dan mereka pun menikmati makanan bersama.
"Emmm, masakan mba Cindy pokoknya the best deh," ucap Misyel. Ia tersenyum sambil mengacungkan jempolnya ke arah Cindy, namun Cindy hanya tersenyum untuk membalas ucapan Misyel.
"Pah, selesai makan nanti Misyel mau ijin keluar ke acara ulang tahun teman. Bolehkan pah?" ucap Misyel.
"Tentu boleh sayang. Yang penting pulang tepat waktu dan jaga diri baik-baik."
"Tenang saja pah. Mba Cindy mau ikut juga nggak?"
Cindy menoleh ke arah Misyel yang saat ini wajahnya bagaikan kucing anggora yang imut. "Tidak Syel. Mba lebih betah di rumah."
"Sekali-kali pergi keluar kan bagus juga sayang, bisa buat refreshing pikiran," ucap Sonya.
"Sudahlah, kalian jangan memaksa Cindy. Mungkin dia sedang tidak ingin keluar malam ini." Rudi mencoba melerai istri dan anaknya.
Cindy berdiri dari duduknya dan mengangkat piring bekas makannya yang sudah kosong, ia berlalu ke arah dapur. Tak berapa lama saat ia tengah mencuci piring, Misyel datang menghampirinya. "Seharusnya kamu bersedia ikut denganku agar bisa aku permalukan di depan taman-tamanku nanti," ucap Misyel.
Cindy hanya melirik sekilas kearah adik tirinya. Ia pun sudah sangat hafal dengan basa-basi mereka di depan sang ayah. Mana mungkin Misyel serius mengajaknya untuk keluar, semua itu semata-mata hanya untuk kedok mereka di hadapan Rudi.
Misyel meletakkan piring di tempat cuci piring, dengan sengaja ia mengambil sabun cuci piring dan mengoleskannya ke wajah Cindy. "Cuci piring yang bersih ya mba Cindy sayang, hahaha," ucap Misyel kembali dan langsung berlalu meninggalkan dapur. Sementara Cindy hanya mendengus kesal.
Semua pekerjaan di dapur sudah selesai. Cindy hendak masuk kedalam kamarnya, namun langkahnya terhenti saat melihat sang ayah yang duduk murung di depan televisi. Ia pun menghampiri ayahnya.
"Pah, papah baik-baik saja?" tanyanya sambil menghampiri sang ayah.
"Papah baik-baik saja Cindy."
"Papah tidak bohong kan?"
Rudi menatap Cindy kemudian menganggukkan kepalanya sambil tersenyum. "Istirahatlah sayang, ini sudah malam. Kamu pasti sangat lelah bukan?"
"Cindy tidak merasa lelah selama Cindy bisa melihat papah tersenyum."
"Percayalah, papah baik-baik saja."
"Cindy akan masuk kamar dan beristirahat jika papah juga pergi beristirahat sekarang."
"Hmmm. Baiklah, papah akan ke kamar dan beristirahat. Kamu memang tidak jauh beda dengan mamahmu dulu." Cindy tersenyum mendengar ucapan sang ayah. Mereka akhirnya melangkah ke kamar masing-masing.
Seperti biasa, di pagi hari Cindy selalu bangun pagi membereskan rumah dan menyiapkan sarapan untuk semua anggota keluarganya. Sonya menghampiri Cindy yang tengah memasaknya di dapur. "Apa yang kamu katakan semalam dengan ayahmu?" tanyanya.
"Tidak ada mah."
"Dengar aku baik-baik Cindy. Aku tidak suka kamu mencari perhatian yang berlebihan pada ayahmu, apalagi kamu berani berkata buruk tentang aku dan Misyel."
"Aku tidak akan pernah melakukan hal itu mah. Selama papah bahagia bersama mamah, aku akan selalu menurut sama mamah."
"Bagus. Jika kamu berani macam-macam, kamu tahu sendiri akibatnya."
Ding dong
Suara bel pintu terdengar di pagi hari. "Siapa pagi-pagi seperti ini datang bertamu, apa dia tidak melihat ini jam berapa sekarang?" gerutu Sonya sembari melangkah meninggalkan dapur.
"Siapa pagi-pagi seperti ini datang bertamu, apa dia tidak melihat ini jam berapa sekarang?" gerutu Sonya sembari melangkah meninggalkan dapur.Sonya membuka sedikit tirai jendela untuk melihat siapa orang yang sepagi ini sudah berdiri di pintu gerbang rumahnya."Pak Haris?" gumamnya. Ia bergegas membuka pintu rumah dan berlari membuka gerbang. "Selamat pagi pak Haris?" sapanya."Hmmmm." jawaban datar dari pemilik tubuh tinggi besar tersebut."Mari masuk pak." Sonya mempersilahkan orang yang bernama Haris tersebut untuk masuk kedalam rumahnya. Dia adalah tangan kanan keluarga Adam, keluarga kaya raya dan terpandang di kota tersebut.
Misyel dan Sonya melangkah menuju ruang tamu, namun sesampainya ia di ruang tamu, Margaretha justru menatap Misyel dengan tajam. Terlihat jelas raut wajah penuh amarah, Sedangkan Misyel tertunduk karena merasa takut."Jadi gadis kurang ajar ini adalah anakmu?" pekik Margaretha."I-iya Nyonya. Apa ada yang salah.""Heh, dia gadis yang tadi siang menabrakku dan berani melawanku, sekarang berharap menjadi menantuku. Cihhh! Sonya aku harap kamu tidak melupakan perkataan ku tadi siang?""Sa-saya tidak akan melupakan apa yang Anda katakan Nyonya," ucap Sonya gelagapan. Ia menatap Misyel. "Apa yang sebenarnya terjadi? apa yang kamu lakukan Misyel?"
Cindy langsung menundukkan kepalanya dan hanya bisa bergumam dalam hati. "Siapa dia? mengapa tatapannya sangat menakutkan?"Dialah Brian Adam, sang Casanova yang arogan anak satu-satunya keluarga Adam kesayangan Margaretha. Pria yang akan menikah dengan Cindy hanya untuk menutupi berita buruk tentangnya di media."Jadi ini wanita pilihan Mommy," ucapnya sembari mendekati Cindy. Sedangkan Cindy masih tertunduk takut."Ya. Mamah rasa hanya dia yang pantas."Brian menyeringai. "Apa tidak ada wanita yang lebih cantik darinya? lihatlah gadis jelek ini, dia hanya seorang Upik abu. Mana pantas dia berdampingan denganku," ucap Brian dengan tatapan mengejek.
Jantung Cindy seakan copot saat tangan seseorang menggapai pundaknya dari belakang, bahkan untuk menoleh pun ia tidak bisa memberanikan dirinya."Non Cindy apa yang sedang Anda lakukan disini?" ucap seorang wanita yang tak lain adalah Atik."Bu Atik bikin kaget saja," jawab Cindy dengan lembut."Apa aku mengizinkan kamu berkeliaran di sini?" ucap Margaretha. Seketika Cindy dan Atik menoleh kearah suara dan langsung membungkukkan badannya. "Atik, pergi dan segera bereskan pekerjaanmu. Dan kamu, ikut aku."Atik langsung mengangguk dan berlalu ke dapur, sedangkan Cindy dengan jantung yang tengah berdebar kencang melangkahkan kakinya mengikuti Margaretha. Ia masuk kedalam sebuah ruangan di mana B
Dengan cepat Misyel menarik Cindy kearahnya dan langsung memeluknya. "Ternyata kalian ada di sini," ucap Rudi saat mendapati kedua putrinya."Eh, papah lagi cari kita ya?" ucap Misyel lembut."Iya, tadinya papah mau kasih tahu ku jika Cindy sudah pulang, tapi kelihatannya papah telat kasih tahu kamu," ucap Rudi sambil tersenyum."Tadi Misyel dengar suara Mba Cindy jadi Misyel langsung bangun. Seneng deh pah akhirnya mba Cindy balik ke rumah," ucap Misyel. Sementara Cindy hanya diam."Baiklah kalau begitu papah akan sarapannya dulu. Kalian lanjutkan saja temukangennya," ucap Rudi sambil melempar senyum kepada kedua putrinya. Dan iapun meninggalkan mereka kembali.
Cindy menoleh kearah Sonya yang sudah berdiri di ambang pintu dapur sambil berkacak pinggang. "Maaf mah, Cindy nggak sengaja mecahin piring."Dengan muka memerah Sonya menghampiri Cindy. "Kamu tuh benar-benar anak pembawa sial ya. Belum juga satu hari balik kerumah ini, tapi piring sudah kami pecahin. Bisa-bisa nanti rumah ini juga kamu bakar.""Maafin Cindy mah.""Alaaah, bisanya cuma ngomong maaf saja," ucap Misyel menghampiri."Bagaimana kamu bisa jadi istri Brian anak dari Nyenyak Margaretha jika kamu teledor seperti ini. Yang ada kamu justru akan membahayakan keluarga ini," ucap Sonya."Cindy akan berusaha tidak membuat mereka kecewa mah.""Kamu pikir aku percaya hah! andai saja waktu itu kamu menuruti ucapanku, pasti besok Misyel lah yang akan menikah dengan Brian."Cindy tetap diam tanpa menjawab sepatah katapun ucapan Sonya. Karena dalam hati, sebentar ia ingin memberontak dan me
Bukankah kedatangan Margaretha seperti yang diinginkan, tapi kenapa ia justru merasa takut saat melihat wajah nyonya besar yang tak bersahabat saat ini?"Di mana gadis itu?" ucap Margaretha yang terdengar dingin."Cindy ada di dalam Nyonya.""Panggil dia secepatnya kemari.""Ba-baik."Sonya berlalu dan segera menemui Cindy yang tengah melipat pakaian. "Anak brengsek, segera temui Nyonya Margaretha dan katakan ini adalah ulahmu agar batal menikah dengan Brian. Jika kamu berani mengatakan aku yang melakukan, maka bersiaplah aku kirim ayahmu ke neraka." Cindy mengangguk, ia segera mengikuti langkah ibu tirinya untuk menemui Margar
Sonya dan Rudi menoleh kearah Margaretha yang tengah menatap mereka."Aku tidak peduli tentang siapa dan apa tujuannya luka pada pipi gadis ini dibuat. Tapi aku akan membunuh kalian semua jika acara pernikahan Brian besok sampai terjadi kegagalan," ucap Margaretha."Tapi siapa yang akan menikah dengan tuan Brian Nyonya?" tanya Misyel memberanikan diri.Margaretha tersenyum ke arah Misyel dan menjawab pertanyaannya. "Tentu saja dia," ucapnya menunjuk Cindy dengan matanya.Seketika semua merasa terkejut tak terkecuali Cindy yang langsung mendongakkan kepalanya. Sonya pun merasa geram mendengar jawaban Margaretha dan ia pun segera mendekati Nyonya besar Adam. "Tapi dia sudah melukai diriny