Share

WISATA MASA LALU 1

*11 Tahun Lalu*

Suasana yang riuh dalam kelas menandakan bahwa belum ada guru yang masuk ke dalam kelas. Semua siswa saling bergerombol dengan geng mereka masing-masing sambil bersenda garau. Tidak sedikit juga iseng mengerjai teman-temannya agar suasana kelas menjadi semakin gaduh dengan tawa.

Seorang remaja laki-laki berlarian di dalam kelas dan dengan gesit menarik kuncir yang dipakai oleh Diani, gadis bertubuh kurus, namun memiliki kulit putih bersih dengan kacamata bulat yang terlihat lucu di pakainya. 

Untuk beberapa orang, style Diani itu aneh, tapi laki-laki dengan mata jeli seperti remaja laki-laki yang menggodanya ini, tahu bahwa ada pesona tersembunyi dari seorang Diani Abhimaya. Anak seorang pengusaha restoran yang cukup terkenal seantero Jakarta.

“Alviiin! Rese’ banget sih lo!” teriak Diani dengan muka kesal dan mata yang mulai berkaca-kaca.

Alvin yang mendengarnya hanya menjulurkan lidahnya dengan muka meledek. Kedua sahabat Diani, Kanya dan Pita hanya bisa tersenyum geli dengan tingkah keduanya. Alvin sudah sangat sering menggoda Diani, jadi tidak ada yang merasa heran dengan tingkah keduanya. Semuanya asyik melihat bagaimana Diani dan Alvin berkejaran.

BRAK!

“Aduuh!” ucap Pak Budi mengadu kesakitan.

“PAAAK!!” jerit hampir seisi kelas melihat wali kelas mereka terhantam sepatu milik Diani. Seketika kelas itu menjadi hening dengan para murid yang menunjukkan berbagai ekspresi.

Diani seketika menghempaskan sepatunya dan menutup mulutnya. Raut mukanya seolah akan menangis dengan mata yang mulai berair.

“Ma – maaf, Paakk..” ucap Diani dengan mulut yang sudah bergetar.

“Kamu ngapain, Di? Lari-larian di kelas. Sudah kamu–”

“Pak, maaf tadi saya usilin Diani. Kalau mau hukum, saya aja Pak!” ucap Alvin yang tiba-tiba saja sudah berdiri di samping Diani yang kini mulai terdengar menarik ingusnya.

“Ciiiiee!!” sorak satu kelas seolah lupa bagaimana kesakitannya pak budi saat terhantam sepatu milik Diani.

“Udah-udah! Malah cia cie! Alvin.. Alviiin! Kamu kalau gak Diani sampai nangis kok ya gak berhenti. Kalau disekolah itu ya belajar, pacarannya diluar jam sekolah aja!” tegur pak Budi serius.

“Saya bukan pacar dia, Pak!” elak Diani dengan keras sambil memukul lengan Alvin dengan keras.

“Hayo loooo!” sorak satu kelas dengan diiringi derai tawa melihat pemandangan lucu di hadapan mereka. Diani makin kesal mendengar itu dan memukul Alvin ke sembarang arah. Alvin tidak menghindari serangan Diani, bahkan ia hanya terdiam dengan muka menyesal.

“Huuusshhttt!! Udah-udah diem! Diani, Alvin, duduk!” bentak Pak Budi yang sebenarnya juga tidak tega membentak Diani. Dia tahu murid pintarnya itu sangat sensitif dan lembut hatinya. Apalah daya, dia harus menenangkan kelas yang sudah kacau itu.

Diani dengan sesenggukan berjalan menuju mejanya. Begitu juga dengan Alvin yang berjalan ke mejanya dengan sesekali melihat ke arah Diani. Ada perasaan bersalah yang hinggap di dadanya karena telah jahil kepada gadis yang selalu saja membuatnya gemas jika sudah cemberut.

Kanya dan Pita yang melihat interaksi di antara keduanya hanya bisa saling beradu pandang sambil tersenyum penuh arti. Saat semua siswa sudah memandang kembali ke arah depan kelasnya, senyuman para siswi menghilang berganti dengan muka terkejut dan takjub melihat seorang laki-laki tampan dengan kemeja yang sikunya tergulung rapi. Bentuk badan atletisnya tidak bisa disembunyikan lewat kemeja yang ia pakai. Bahkan Otot lengannya terlihat menonjol dibalik kemejanya. Membuat siapa saja yang melihatnya pasti salah fokus.

Kedua sahabat Diani yang duduk dibelakang Diani jelas terpesona melihat pemandangan laki-laki yang seperti model pembesar otot di depan ruang kelas. Bukan hanya mereka berdua, tapi hampir seluruh gadis di ruangan kelas itu sudah mulai berbisik dan heboh seolah melupakan kejadian dramatis antara Diani, pak Budi dan Alvin. Mereka bahkan melupakan si cengeng Diani yang masih saja sibuk menenangkan dirinya yang sesegukan. Kedua sahabat Diani, Pita dan Kanya juga sibuk memandangi wajah pria di hadapannya itu. Seolah menelitinya setiap inci wajahnya. Tatapannya tajam dan seketika keduanya meneguk ludahnya bersamaan saat memandangi tubuh pria itu secara keseluruhan.

Suara kasak-kusuk didalam kelas membuat suasana jadi riuh oleh bisik-bisik yang tak pelan sama sekali dari setiap mulut siswa-siswi di kelas itu.

“Anak-anak! Hayo! Aduh, kalian rame terus. Mau kenalan gak?” ucap Pak Budi yang jika didengar semenjak tadi, rasanya selalu emosi karena nadanya yang tidak bisa santai.

“Mau, Pak!” ucap para siswi dengan kompak seolah tak mau kehilangan moment.

Mendengar jawaban anak didiknya, Pak Budi hanya geleng-geleng sambil berdecak heran memperhatikan kelakuan anak-anak di kelas itu. Ia tahu, para remaja ini pasti senang sekali dapat guru semacam lelaki di sampingnya. Tampan, pintar, berotot, apa lagi?

“Perkenalkan ini Pak Samudera. Kelas kalian beruntung bisa dipilih untuk diajar materi matematika dan bahasa inggris karena ada tiga siswi berprestasi di ruangan ini.”

“Woooww!” ucap para siswi yang sudah kembali heboh mendengar pernyataan  Pak Budi.

“Eh, denger dulu! Pak Samudera di kelas kalian cuma sampai akhir semester ini karena–“

“Yaaa.. Paaak!” para siswi kini sudah memasang wajah kecewa mereka atas pernyataan Pak Budi terakhir. 

“Iya, didengar dulu dong! Bapak kan belum selesai ngomong.”

Kelas mendadak menjadi senyap memperhatikan dengan seksama kata lain yang akan diucapkan oleh Pak Budi. Para siswi pun menegakkan duduknya dan duduk dengan tegang. Mereka berharap mendapatkan kabar baik dari pernyataan Pak Budi selanjutnya.

“Pak Samudera akan meneruskan sekolahnya di Amerika. Jadi–”

“Yaaa... Paaakk!” koor para siswi satu kelas yang makin kecewa dengan pernyataan Pak Budi selanjutnya.

“Sudahlah, kalian gak mau dengerin Bapak ngomong. Silahkan Pak Samudera, memperkenalkan diri saja,” ucap Pak Budi yang langsung saja duduk di kursi guru dengan muka jengah melihat para siswanya yang rata-rata masih remaja tanggung.

Laki-laki yang bernama Samudera itu segera maju dengan senyuman yang membius seluruh ruangan. Wajahnya yang mirip dengan tokoh kisah romansa di media streaming membuat banyak mata tak berkedip memandang ketampanan Samudera.

“Halo semuanya,” ucap Samudera dengan senyuman manisnya. Wajah ala timur tengah yang menurun dari gen keluarga Adnan ditambah dengan kulit putih bersih khas kulit ibunya dan jangan lupakan hidung mancung dan alis tebal itu benar-benar membuat seisi kelas hening.

Mereka terlalu terkesima dengan Samudera hingga melupakan sapaan dengan nada bariton yang terdengar menarik ditelinga mereka. Bagaimana bisa ada orang semenarik ini?

Disaat semua terkesima dengan Samudera, mereka tak menyadari bahwa Samudera hanya memandang pada satu titik. Gadis yang masih saja sesegukan. Membuat Samudera entah mengapa begitu gemas. Ia sangat ingin mendekat dan menenangkan gadis itu.

Gemesin banget, ucap Samudera dalam hati.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status