*****"Sama Cia. Gevin juga." Dava membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur. Ponsel berwarna hitam miliknya di tempelkan di telinga kiri.'Jangan terlalu ikut campur, Sayang. Kamu tau kan Cia itu gimana.'"Iya, gue tau kok. Tapi gue juga nggak tau apa jawaban Cia." ucapnya lagi. Saat ini, dia sedang menghubungi kekasihnya, Aqila. 'Yah semoga aja, mereka bisa cepet selesain masalahnya.' harap Aqila. Dava menghembuskan napasnya lelah, tidak tau harus berkata apa."Ngomong-ngomong, lagi ngapain?" Dava bangun dari baringnya, menatap pantulan dirinya di cermin. Wajahnya sama seperti biasanya, dia tampan, memiliki warna mata yang tidak umum di Indonesia. Dava pernah memakai softlens untuk menutupi warna asli matanya karena baginya terlalu mencolok, itu terjadi saat Dava masuk ke bangku SMP. Tapi setiap kali Dava memakai softlens, Cia selalu menatapnya tajam dan dingin lebih dari biasanya. Dava jadi ragu untuk memakainya lagi, apa menutupi warna mata aslinya ter
***** Di hari saat setelah pembagian kelas, Kian tengah Berjalan di koridor menuju perpustakaan, dia berniat untuk mengembalikan buku yang dia pinjam sebelum libur sekolah kenaikan kelas kemarin. Ketika masuk, Kian bertemu seorang pria yang tampak sedang membereskan tumpukan buku. Dia adalah Deren, penjaga perpustakaan. Berusia 26 tahun, dan lulusan salah satu jurusan di Samsard University. Jurusan penelitian tentang buku. Deren bahkan sudah hampir membaca setiap jenis buku yang ada di perpustakaan itu."Selamat siang, Kak." sapa Kian ramah dan ceria seperti biasanya."Siang juga. Kian rajin sekali, baru hari pertama masuk sudah ke perpustakaan saja." Kian terkekeh pelan."Iya, Kak. Mau ngembaliin buku yang waktu itu di pinjem." Kian mengangkat dua buah buku berukuran sedang yang dia pegang. Kian meletakkan buku itu di atas meja, Deren segera mencatat nya. Setelah selesai, Kian berniat kembali ke kelas, tentunya kelas barunya di mana
»»»» "Queen!" "Queen!" "Queen!" Suara bising teriakan dari para penonton membuat malam yang penuh hingar bingar itu tampak semakin meriah. Lampu remang-remang yang terpancar di beberapa sudut jalanan membuat seorang wanita yang sudah duduk di balik kemudi itu menginjak pedal gas di kakinya. Setelah bendera yang di kibarkan sang grid girl jatuh menyentuh tanah, tiga buah mobil mewah meluncur dengan sangat cepat, saling berlomba untuk menjadi yang pertama. Wanita yang sering di sapa Queen di arena itu tampak sedang dalam mood yang kurang baik. Terlihat dari bagaimana cara wanita itu mengendarai Bugatti Chiron miliknya dengan sangat cepat. Melesat tanpa memperdulikan kedua lawannya yang sudah tertinggal jauh. Mobil mewah yang bernilai tidak lebih dari Rp. 50,69 milyar itu begitu gesit bergerak di jalanan. Bugatti Chiron adalah produk terbatas ya
»»»»"Dari mana aja lo, baru pulang?" Cia tak mendengarkan dan langsung berjalan menuju lift untuk pergi ke kamarnya. Rumah Cia memanglah sangat besar. Ada 4 lantai yang terbagi menjadi beberapa ruangan. Termasuk ruang gym dan juga kolam renang. Dava Vergion, adalah Kakak tiri Cia. Mereka memang tidak pernah akur sejak kecil. Usia mereka tidak beda jauh, hanya selisih beberapa bulan. Dava lahir lebih dulu di bandingkan Cia. Namun, Cia tak pernah menganggap Dava sebagai saudaranya."Padahal besok sekolah, tapi jam segini baru balik!" Dava menggerutu. Cowok tinggi dengan manik abu-abu indah itu memang bukan asli orang Indoensia. Dava blasteran Inggris-Indonesia, yang mana, Ibunya adalah orang Inggris sedangkan Ayahnya asli dari Jakarta. Dava juga tidak lahir di Indonesia, tempat kelahirannya berada di Negara Australia, tentu saja itu di saat kedua orang tuanya sedang melakukan dinas di sana.
»»»»"Lo mau gue ganti rugi? Berapa?" Cowok itu mengambil dompet dari sakunya dan ingin mengambil uang dari sana."Sialan!" Cia memaki, "gue nggak butuh duit lo, waktu gue kebuang cuma ngadepin manusia kayak lo!" Cia mengulurkan kunci mobilnya pada cowok itu. Si cowok hanya diam dan menaikkan sebelah alisnya. "Lo bego? Benerin mobil gue sampe mulus kayak semula. Besok harus lo balikin!" Cia menarik tangan cowok itu dan meletakkan kunci mobilnya di sana. Dan segera, setelah itu menuju mobil miliknya untuk mengambil tas juga ponsel yang masih tertinggal di sana untuk memanggil ojek online, setidaknya kendaraan itu yang saat ini banyak berkeliaran di dekat sekolahnya.»»»» Cia menatap datar laptop di hadapannya. Seorang pria duduk di sampingnya dengan wajah dua kali lipat lebih datar dari Cia."Bang, lo yakin?" Cia menata
»»»» Dava bangun untuk bersekolah pagi ini. Dan seperti biasa, cowok itu akan mengecek keberadaan sang adik yang memang sangat sulit dia temui, walaupun mereka tinggal dalam satu rumah yang sama."Pagi, Sayang. Udah mau berangkat?" Diana, ibu tiri Dava menyapnya. Dava tersenyum membalas sapaan sang Mama."Ma, Cia belum turun?""Dia udah berangkat tadi pagi." Dava tampak kecewa. Sejujurnya, waktu yang paling tepat untuk melihat Cia itu hanya saat pagi hari. Karena, setiap malam, Cia selalu pulang larut. Tak ada yang bisa melarang Cia di rumah, tentu saja aksi melompat dari lantai 2 rumah itu menjadi peringatan untuk mereka, bahwa Cia adalah orang yang nekat. Bisa saja Cia akan kabur dari rumah dan tidak akan kembali, jika mereka melarang keras kelakuan Cia selama ini."Ya udah, Ma. Dava berangkat dulu!" Diana tersenyu
»»»» Bolos adalah hal biasa bagi Cia. Tetapi, pagi ini, setelah perkelahiannya dengan cowok bernama Yejun, Cia malas keluar. Mood untuk membolosnya jadi berkurang, alhasil, Cia memilih untuk tidur di kelas, dengan membaringkan kepalanya di atas meja. Saat guru datang, Cia masih terlelap dalam tidurnya, hingga sang guru yang baru saja masuk segera mendekati Cia. Guru itu menggeleng pelan, lalu memukul pelan kepala Cia dengan buku paket di tangannya."Kamu ke sekolah niat belajar apa niat tidur!" Tegur sang guru. Cia yang tidurnya terganggu dengan malas bangun sambil menguap."Apa sih, Pak! Ganggu aja!" Cia mengucek sebelah matanya, dan saat itu, tatapannya beradu dengan manik mata hitam milik seorang gadis yang berdiri di depan kelas."Hari ini, kita kedatangan murid baru!" Guru laki-laki bernama Firman itu berjalan kembali ke arah mejanya. "Silahkan perkenalkan diri kamu!""Terima kasih, Pak!" Gadis dengan kuncir kuda itu tersenyum dengan semangat. "Hallo semua, Nama gue Azkian
»»»» Cia berangkat sekolah dengan tenang seperti biasa. Setelah sampai di kelas, suasana yang tadinya berisik langsung tenang. Para teman sekelas Cia bisa menebak bahwa saat ini, mood Cia sedang tidak baik. Dan itu, bisa berakibat tidak baik juga untuk mereka, jadi mereka memilih untuk diam dan sibuk dengan kegiatan masing-masing."Pagi, Cia!" sapa Kian ceria. Semua yang ada di kelas kembali terkejut dengan perilaku Kian. Kenapa bisa, dengan mudahnya Kian menyapa Cia dalam keadaan seperti itu?Cia tanpa menjawab segera meninggalkan kelas, dan dengan bodohnya, Kian mengikuti kemana Cia pergi. Cia sedang malas berdebat atau semacamnya, tingkat kejahilannya berkurang pagi ini. Tetapi, justru itu yang membuat aura mencekam dari dirinya, jika Cia tidak jahil, maka di pastikan dia sedang dalam mode brutal.Kian yang masih mengikuti langkah Cia tampak bingung, si