Share

24 Maaf

Author: Miss_Pupu
last update Last Updated: 2025-04-02 23:11:23

Hani berangkat ke kantor sendirian. Dia membawa paper bag yang berisi ASI titipan Raya. Begitu sampai di kantor Fadillah group, wanita berambut ikal itu langsung menuju ruangan Aditya Fadillah.

Di depan ruangan sang Presdir, Hani mengangkat sebelah tangan, lalu mengetuk pintu di depannya.

Tok tok tok!

"Masuk!" Suara Aditya menyahut dari dalam, sebagai perintah dari sang pemilik ruangan.

Hani segera memutar handle pintu. Ia masuk dan berdiri di hadapan Aditya. "Selamat pagi, Pak!" sapanya.

"Pagi!" balas Aditya seraya menengok ke belakang Hani. Tak ada satu pun wanita yang bersama Hani pagi ini. "Mana Raya?" tanyanya kemudian.

"Maaf, Pak. Raya tidak bersedia ikut dengan saya. Saya sudah membujuk, tapi Raya tetap tidak mau," jawab Hani sambil menundukkan kepala dengan sopan. Tentu ia sadar sedang berhadapan dengan siapa. Walau pun hati sangat kecewa pada Aditya, Hani tetap hormat.

Aditya pun terkejut mendengar keterangan Hani barusan. "Kenapa Raya tidak mau menghadap saya? Padahal saya h
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Bukan Ibu Susu Palsu   25 Pertemuan

    Terlihat jelas kalau Raya masih memendam rasa kecewa. Dia masih terpaku dalam diam, merapatkan kedua bibirnya tanpa sepatah kata."Raya, Pak Aditya khilaf. Seandainya beliau tahu dari awal jikalau kamu adalah ibu susu anaknya, tentu Pak Aditya tak akan menyakiti perasaan kamu." Hani langsung menimpali."Iya, Raya. Saya bersungguh-sungguh ingin meminta maaf. Sebenarnya sudah lama saya mencari keberadaan kamu kemana-mana." Aditya menambahkan."Bukankah saya hanya beberapa kali saja memberikan ASI pada Fatih? Selama di kampung, ASI saya selalu dibawa mama untuk di donorkan pada orang lain. Rasanya, saya tidak pantas disebut ibu susu untuk anak Pak Aditya," balas Raya akhirnya."Tidak, Raya. Sejak saya tahu kalau status Winda adalah seorang gadis yang belum pernah menyusui, saya pun membongkar semua kebohongan Ibu Wati dan Winda selama ini." Aditya langsung menerangkan. "Jadi, Pak Aditya tahu tentang mertua dan ipar saya?" Raya terkejut.Aditya pun langsung mengangguk. "Jelas saya tahu.

    Last Updated : 2025-04-03
  • Bukan Ibu Susu Palsu   26 Menjadi Ibu Susu

    Pelukan itu dilonggarkan. Anita menatap wajah Raya dengan tatapan haru. Sepasang maniknya bahkan terlihat berkaca-kaca."Maaf, Tante. Saya sudah pernah datang ke rumah sakit, tapi tak ada Tante di sana. Kata Suster, Fatih sudah pulang." Raya menjawab dengan pelan."Iya, Tante memang selalu lupa tak bertukar nomor telepon denganmu," sesal Anita. Lalu wanita paruh baya itu menoleh ke sebelah Raya. "Siapa ini, Raya?" tanyanya pada Raya."Perkenalkan, ini Hani, Tante. Hani adalah sahabat saya," jawab Raya.Hani pun langsung mencium punggung tangan Anita dengan sopan. "Hani, Tante," sapanya.Anita menyambut dua wanita muda di depannya dengan ramah. Raya dan Hani duduk di sofa berwarna mewah di ruang tengah kediaman Aditya.Di atas meja persegi di depan Raya, tersaji aneka makanan dan minuman sebagai jamuan. Tapi belum sempat Raya mencicipi, suara tangisan bayi seketika terdengar dari salah satu kamar yang ada di rumah Aditya.Oaa oaa!Itu pasti suara Fatih. Spontan Raya langsung beranjak.

    Last Updated : 2025-04-04
  • Bukan Ibu Susu Palsu   27 Difitnah

    Hari ini setelah Fatih tertidur pulas, Raya meminta izin kepada Anita untuk pergi ke minimarket guna membeli keperluannya. Padahal Anita bisa saja meminta tolong pembantu, tapi Raya menolak karena dia tidak mau merepotkan orang lain.Anita tidak membiarkan Raya pergi sendirian. Karena khawatir, dia menyuruh supir untuk mengantarkan Raya."Tante, apakah boleh jika saya menengok makam anak saya sebentar saja?" Sebelum Raya masuk ke dalam mobil, terlebih dahulu ia meminta izin kepada Anita."Boleh, Raya. Pergilah, kamu pasti merindukan anakmu." Anita yang baik hati selalu berbicara lembut kepada Raya. Diantar supir atas diperintah Anita, terlebih dahulu Raya pergi ke makam almarhum anaknya. Ketika telah sampai di sana, Raya menekuk lututnya, mengusap nisan bayinya yang telah tiada. Nampak terbendung bulir bening dari sudut matanya. Raya selalu saja ingin menangis setiap kali berada di makam almarhum anaknya. Dia tak tahu seperti apa wajah anaknya.Usai mendoakan anaknya, Raya beranjak d

    Last Updated : 2025-04-04
  • Bukan Ibu Susu Palsu   28 Pertamuan Yang Tak Diinginkan

    Dengan kasar, Wati nampak menarik sebelah tangan Raya. Wati dan Winda menyeret Raya ke samping gerbang yang menjulang tinggi."Jangan kasar, Ma!" Raya menghempaskan genggaman Wati yang cukup kencang."Kenapa pergi dari rumah Mama, Raya?" Wati langsung bertanya. Dia sudah geram melihat sang menantu yang sudah satu minggu menghilang. "Kurang baik apa Mama selama ini? Kamu pergi begitu saja, tak ada kata terima kasih pada Mama yang selama ini menampungmu," cerocosnya kemudian."Ya, aku memang lupa belum sempat mengucapkan terima kasih. Aku ucapkan terima kasih karena Mama sudah menampungku, meski pun hanya sebagai benalu," balas Raya sedikit menyindir sambil mengatur napas kesalnya."Mulai berani kamu ya sama Mama!" Telunjuk Winda langsung mendorong pundak Raya secara tidak sopan.Tubuh Raya sampai mundur satu langkah. "Kasar sekali kamu, Win!" Raya menjadi geram."Itu belum apa-apa bila dibandingkan dengan kelakuan kamu, Raya. Kamu itu menantu tidak tahu terima kasih. Sombong dan songon

    Last Updated : 2025-04-05
  • Bukan Ibu Susu Palsu   29 Tidak Yakin

    "Heh siapa ini?" Tentu saja Wati terkejut. Jelas sekali itu suara wanita, bukan suara Raihan. "Tante, siapa yang telepon?"Samar-samar Wati mendengar suara Raihan menyahut di dalam telepon. Tapi kenapa malah memanggil Tante? "Raihan!" Wati mengeraskan volume suaranya ke dekat benda pipih yang dia tempelkan pada telinga.Tak ada sahutan lagi.Tuttt!Sambungan telepon berakhir. Raihan mengakhiri panggilan telepon dari mamanya."Kenapa, Ma?" Winda tercengang mendengar mamanya berteriak.Raut wajah Wati nampak tegang. Ia merasa ada yang tak beres dengan anak laki-lakinya.Hingga akhirnya Wati memutuskan pergi ke Jakarta tanpa memberi tahu Raihan.Hari ini, pagi-pagi sekali Wati pamit pada Winda dengan alasan pergi ke pasar. Padahal, wanita paruh baya itu akan menemui Raihan secara mendadak.Perjalanan Wati memang tidak sebentar, ia kini telah berada di dalam gerbong KRL menuju stasiun Duri.Setelah sampai di stasiun, kakinya yang sudah tak sekuat anak muda itu, melangkah menuju bajaj ya

    Last Updated : 2025-04-05
  • Bukan Ibu Susu Palsu   30 Terharu

    "Pak Aditya, tolong jaga ucapan Anda." Wati terlihat menahan amarah. Mana bisa dia marah pada Aditya.Aditya menurunkan sudut bibirnya. "Untuk apa Bu Wati datang ke sini?" tanyanya."Saya ini mertua Raya, saya berhak membawa Raya pulang," jawab Wati dengan tegas, sambil mengusap pipinya yang sempat basah oleh air mata."Tapi Raya pun berhak menentukan pilihannya." Aditya lebih tegas lagi.Wati nampak mengerutkan bibirnya. 'Sialan!' ia berdesis kesal dalam hatinya. Wanita paruh baya itu kemudian melayangkan tatapan sendu pada Raya. "Raya, pulanglah sekarang. Mama mohon," pinta Wati memelas. "Raihan telah menyakiti perasaan Mama. Pada siapa lagi Mama meminta tolong kalau bukan padamu. Mama yang telah mengurusmu selama ini, memberi kamu makan, memberi kamu obat dikala sakit. Kamu tidak lupa dengan kebaikan Mama 'kan?" Wati berusaha memancing Raya. Padahal selama ini, Raya hanya dikasih makan dengan ikan asin dan rebusan pepaya muda saja."Aku tidak pernah lupa dengan kebaikan Mama," ba

    Last Updated : 2025-04-06
  • Bukan Ibu Susu Palsu   31 Pergi Ke Pesta

    Pukul 19:30 WIB, seorang wanita suruhan Anita sudah tiba. Wanita itu membawa dress paling bagus, dan siap memoles wajah Raya.Awalnya Raya menolak, tapi lagi-lagi kelembutan bahasa Anita saat berbicara membuat Raya tak bisa menolak.Pintu kamar Raya dikunci dari dalam. Wanita berbulu mata lentik itu sedang berganti pakaian dan di-make up."Kenapa harus Raya yang menemani, Mah? Aku bisa pergi sendiri." Aditya mulai protes setelah tahu bahwa Raya yang akan menemaninya pergi ke pesta pernikahan saudaranya malam ini."Tidak apa-apa, Adit. Tangan Mamah sedang sakit, gak bisa nemenin kamu.""Aku pergi sendiri saja, Mah. Tidak enak jikalau Raya yang menemani," tolak Aditya dengan sopan."Tidak apa-apa, toh hanya menemani ke pesta pernikahan saja kok. Tidak ada yang salah 'kan?" Anita mengerutkan dahinya."Tapi Raya istri orang, Mah. Rasanya tidak baik." Aditya menggaruk kepala yang tak gatal."Kalian 'kan cuma pergi ke pesta pernikahan, bukan untuk pacaran. Masa berpikir sejauh itu." Anita m

    Last Updated : 2025-04-07
  • Bukan Ibu Susu Palsu   32 Main Kasar

    Plak!Sebuah tamparan keras mendapat di pipi Raihan. Raya menampar suaminya karena tela tega memfitnah."Berani kamu menamparku, Raya!" Raihan tak terima."Karena kamu dan mama kamu sama saja! Kamu dan mama selalu saja menuduhku yang tidak-tidak!" lawan Raya. Kali ini wanita berbulu mata lentik itu tidak merasa takut pada suaminya."Jaga bicara kamu, Raya. Jangan sekali-kali kamu menjelekkan mamaku!" sentak Raihan."Memang begitu faktanya kok, Mas!" balas Raya lagi."Kamu pikir aku tidak bisa menebak harga gaun yang kamu pakai. uang dari mana kamu bisa memakai gaun mahal seperti itu, kalau bukan hasil menjual diri!" tuduh Raihan lagi."Titup mulut kamu, Mas! Aku bukanlah manusia kotor seperti kamu!" bantah Raya segera. Bertemu dengan Raihan telah membuat aliran darahnya memanas."Apa! Berani kamu menuduhku." Raihan terlihat mengepalkan kedua tangannya, kemudian tangan kekar itu ia naikkan ke depan wajah Raya. Bersiap menampar wanita berbulu mata lentik di depannya."Apa! Kamu mau namp

    Last Updated : 2025-04-07

Latest chapter

  • Bukan Ibu Susu Palsu   79 Menagih Jawaban

    "Maksudnya untuk apa? Ini terlalu mewah untuk saya, Pak." Raya bertanya lagi. Ia melayangkan tatapannya pada Aditya.Aditya segera meraih sebelah tangan Raya lalu diusapnya dengan lembut. Perlakuan Aditya itu membuat Raya semakin salah tingkah."Saya ingin kamu menjadi ibu pengganti untuk Fatih. Bukan lagi ibu susunya," pinta Aditya, mengutarakan isi hati secara langsung."Apa!" Namun Raya malah terkejut. "Maksudnya?" Dia tercengang."Saya ingin kamu menjadi istri saya," pinta Aditya memperjelas.Seketika Raya menarik tangannya. Melepaskan tangannya dari genggaman Aditya. Dia terkesiap. Ucapan Aditya barusan bisa jadi hanya gurauan saja untuk Raya."Jangan bercanda, Pak. Itu tidak lucu." Raya mengusap pipinya sendiri. Dia menjadi gugup."Saya serius, Raya." Aditya kembali menegaskan. "Maukah kamu menjadi istri saya?"Raya kian terlihat gugup. Keringat dingin seketika membanjiri tubuh. Raya mengusap-usap tangannya sendiri. Gugup tak bisa dikendalikan."Kamu kenapa?" Aditya pun menjad

  • Bukan Ibu Susu Palsu   78 Tempat Romantis

    Pemilik toko bunga tersebut segera memutar rekaman CCTV yang terjadi pada kemarin sore di saat Aditya memesan bunga. Di salah satu ruangan yang hanya beberapa orang saja bisa masuk ke sana, pemilik toko, Aditya dan 3 orang saksi sudah siap menyaksikan hasil rekaman CCTV yang terjadi saat kemarin. Apa yang telah diucapkan pelayan toko, ternyata benar adanya. Dia bekerja dengan sebaik-baiknya sesuai dengan perintah Aditya. Namun keteledoran terjadi ketika Selin datang dan mengubah semuanya. Tetap saja pelayan toko yang disalahkan karena telah teledor sehingga orang lain memanipulasi keadaan. Aditya tampak mengepalkan sebelah tangannya. "Selalu saja Selin! Mengapa dia jadi menyukai kekacauan. Dia selalu saja membuatku geram," desisnya pada diri sendiri. Aditya tidak pernah menyangka kalau kejadian di toko bunga itu adalah ulah Selin. Kalau saja dia tidak menghormati mertua, mungkin Aditya sudah melabrak sang adik ipar dan membuat perhitungan dengannya. Aditya meminta maaf kepada pem

  • Bukan Ibu Susu Palsu   77 Marah

    Belum sempat Raya membuka dan membaca tulisan pada secarik kertas itu, tiba-tiba suara Anita terdengar memanggil nama Raya."Raya!" Suara Anita terdengar begitu keras memanggil nama Raya. Raya segera menutup kembali kertas di tangannya itu, lalu dikembalikan pada buket bunganya. "Sebentar, Pak Aditya. Tante Anita memanggil saya, khawatir ada yang penting." Raya segera beranjak dari tempat duduknya. "Bunganya saya bawa ke kamar, nanti tulisannya saya baca di sana ya, Pak," tuturnya, kemudian pergi meninggalkan Aditya dengan membawa buket bunga di tangannya.Aditya hanya mengangguk saja sambil mengulum senyum tipis. Padahal dia sudah tidak sabar ingin mendengar jawaban Raya. Tapi mau bagaimana lagi, Aditya sudah bisa menebak pasti Fatih menangis meminta digendong oleh Raya.Akhirnya Aditya termenung sendirian di taman belakang di pinggir kolam renang. Hingga satu jam kemudian dia memutuskan untuk masuk ke dalam rumah. Sebelum masuk ke kamarnya, Aditya terlebih dahulu menengok Fatih.

  • Bukan Ibu Susu Palsu   76 Tidak Sabar

    "Saya pernah jatuh cinta kepada seorang wanita, saya sangat menyayanginya bahkan melebihi apapun. Wanita itu sangat baik, lembut dan penuh dengan perhatian. Tak bisa saya bayangkan hidup tanpanya, terasa takkan ada arti. Tapi, ketika rasa sayang ini yang semakin hari semakin bertambah banyak, wanita itu pergi untuk selamanya. Seketika hati saya remuk, jantung saya seakan berhenti berdegup. Saya hidup namun serasa mati, tapi wanita itu menitipkan saya seorang anak yang pintar dan tampan yakni Fatih. Awalnya saya berpikir lebih baik mati saja mengikuti jejaknya, tapi saya melihat Fatih adalah titipan Tuhan untuk saya melalui wanita yang saya sayangi. Saya berusaha menguatkan diri, berusaha untuk tegar menerima ketentuan-Nya." Aditya memulai ceritanya. Wajahnya seketika terlihat sendu. Dia bercerita apa adanya. Rasa cinta pada almarhum Sarah yang memang tidak pernah pudar hingga detik ini."Apakah wanita itu adalah almarhum ibunya Fatih?" Raya bertanya karena penasaran.Aditya mengangguk

  • Bukan Ibu Susu Palsu   75 Mengungkapkan Isi Hati

    Hari itu di kantor Fadillah group, Aditya terlihat semangat saat menyelesaikan pekerjaannya. Raut wajahnya terlihat berseri-seri. Dalam bayangannya terus saja berseliweran wajah Raya. Nampaknya Aditya memang tengah jatuh cinta.Bahkan ketika ada seorang wanita yang bekerja sebagai sekretaris di kantor, masuk ke ruangan Aditya untuk melaporkan berkas hasil meeting hari ini. "Raya!" Aditya terkejut dengan kedatangan sekretarisnya. Dia sampai mengira sang sekretaris adalah Raya. Nampaknya dia sudah gila dengan rasa cinta yang tengah menggebu di dalam dada. "Maaf, Pak. Saya bukan Raya," bantah wanita itu dengan cepat. Pada tangannya terlihat memegang beberapa file. Diletakkannya segera file itu di atas meja kerja Aditya. "Saya ingin menyerahkan dokumen hasil meeting siang tadi."Aditya segera mengerjapkan kelopak matanya. "Oh ya ampun, maaf saya tengah melamun. Saya akan segera memeriksa dokumen ini," kata Aditya seraya memijat hidungnya. Ah bener-bener sudah gila. Aditya mengetuk kepa

  • Bukan Ibu Susu Palsu   74 Salah Tingkah

    Raya terlihat masih berdiri di depan mata Aditya. Wanita berbulu mata lentik itu mengukir senyuman paling indah dalam pandangan Aditya.Aditya segera bangkit dari tempat tidurnya. Dia kini sudah berhadapan dengan Raya. Keduanya saling memandang satu sama lain. "Aku sangat mencintaimu Pak Aditya." Suara lembut itu berdesis tepat di dekat telinga Aditya. Bibir Raya yang penuh dengan aroma khas, masih berada di dekat telinga Aditya.Aditya seperti terkesima. Ucapan Raya barusan, membuat Aditya membeku. Lidahnya kelu seperti sulit untuk berbicara. Debaran jantungnya bahkan lebih kencang daripada biasanya. Raya sudah berada dekat sekali dengan Aditya, jarak diantara keduanya hanya beberapa sentimeter saja. Suara dag dig dug jantung terdengar semakin kencang saja."Pak Adit kenapa diam saja? Kenapa tidak jawab perasaan saya? Pak Adit tidak cinta sama saya?" Raya bertanya lagi masih dengan suara manja yang meluluhkan hati."Bukan seperti itu. Saya merasa ini seperti mimpi. Apakah ini mimpi

  • Bukan Ibu Susu Palsu   73 Setuhan Indah

    Malam itu sangat terkesan bagi Aditya. Dia pertama kali makan di pinggir jalan tapi dengan sajian yang sungguh lezat layaknya seperti di restoran bintang 5.Bahkan ketika sampai di rumah dan ketika Aditya sudah membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur. Dia tetap saja tidak bisa tidur. Matanya masih terbuka, menatap ke arah langit-langit kamar. Senyuman yang indah itu masih terbayang di matanya. Senyuman yang tidak bisa dilupakan itu ternyata milik Raya. "Mengapa senyuman Raya sangat mirip sekali dengan Sarah?" Aditya berbicara sendirian penuh tanda tanya. Dia gelisah, padahal waktu sudah menunjukkan pukul setengah tiga dini hari.Aditya memutuskan untuk bangun dari tempat tidurnya. Dia menggaruk kepala yang tak gatal. Matanya enggan untuk terlelap. Padahal besok pagi dia harus pergi ke kantor untuk mengurus pekerjaan yang sempat tertunda. Aditya kemudian keluar dari kamarnya, dia akan pergi ke dapur untuk mengambil air minum guna melegakan tenggorokan. Ketika telah sampai di dapu

  • Bukan Ibu Susu Palsu   72 Pertama Kali Makan di Pinggir Jalan

    Aditya tak jadi makan di restoran itu. Dia lebih memilih menuruti permintaan Raya untuk kembali ke mobilnya."Harusnya kamu jangan diam aja, kalau Selin kembali menghina kamu seperti itu, kamu harus lawan dia," kata Aditya kepada Raya. Dia belum menyalakan mesin mobil dan masih menenangkan hatinya yang masih terasa emosi."Untuk apa dilawan, Pak? Di mata yang membenci, kita akan selalu salah. Bagaimanapun cara kita membela diri. Apalagi kalau sampai saya melawan Non Selin, tentu saya akan semakin buruk di matanya. Biarkan saja Non Selin dengan kebenciannya pada saya, suatu saat ketika hatinya sudah terbuka, Saya yakin Non Selin akan menjadi baik pada saya," tutur Raya dengan begitu tenangnya. Tidak seperti Aditya yang masih terasa emosi akibat kelakuan adik iparnya di depan semua orang.Aditya semakin kagum kepada Raya. Dia menatap Raya begitu dalam. "Kamu memang baik, Raya. Tapi anehnya, mengapa Selin malah tidak menyukaimu," gumamnya. "Lupakan saja, Pak. Yang penting saat ini, kita

  • Bukan Ibu Susu Palsu   71 Turut Berduka Cita

    "Kenapa tidak menjawab?" Aditya bertanya lagi. Rupanya dia masih menunggu jawaban dari Raya.Raya terlihat mengatur nafasnya terlebih dahulu. "Kalau saya masih mencintai Mas Raihan, untuk apa waktu itu menggugat cerai? Saya hanya turut bersedih atas duka yang tengah dialami Mas Raihan. Bukan apa-apa, biar bagaimanapun dia pernah menjadi bagian dari hidup saya. Itu saja," jelasnya sambil menurunkan tatapan."Maafkan kalau saya telah lancang bertanya seperti itu pada kamu." Aditya menjadi tidak enak hati."Tidak apa-apa, Pak." Raya masih menunduk.Aditya segera melajukan kendaraan meninggalkan area rumah Wati.Langit terlihat sudah gelap, Raya dan Aditya masih dalam perjalanan pulang. Jarum pada benda bundar yang melilit pergelangan tangan. Aditya sudah menunjukan pukul sebelas malam. Perutnya terdengar mengaluarkan suara.Kruekkk kruekkk!Raya mendengar suara dari perut Aditya barusan. Dia menoleh. Ternyata perut Presdir setampan Aditya bisa mengeluarkan bunyi laparnya.Aditya tampak

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status