Home / Rumah Tangga / Bukan Ibu Susu Palsu / 4 Bertemu Kembali Dengan Bayi Mungil

Share

4 Bertemu Kembali Dengan Bayi Mungil

Author: Miss_Pupu
last update Last Updated: 2025-03-14 20:34:57

Beberapa jam setelah Wati dan Winda berlalu, kini tinggalah Raya sendiri d rumah yang sederhana itu.

Keadaan rumah masih berantakan, Raya berusaha membereskan semuanya. Tapi pekerjaannya harus tertunda ketika mendengar pintu di depan rumah diketuk seseorang.

Tok tok tok!

Apakah Wati dan Winda sudah kembali? Secepat itukah?

Raya bergegas mengelap tangannya yang basah usai mencuci piring. Ia segera melangkah menuju pintu utama.

Ketika Raya membuka pintu, yang datang ternyata Raihan. Sedikit tercengang namun Raya berusaha tenang.

"Kemana saja kamu, Mas?" tanya Raya pada suaminya.

Namun tanggapan Raihan terlihat sinis. "Harusnya aku yang bertanya, kamu yang ke mana saja? Anak meninggal malah keluyuran!" geramnya.

Mendengar itu, Raya menautkan kedua alisnya. "Aku keluyuran? Gak salah dengar aku?" Ia menunjuk wajahnya sendiri.

"Sudahlah! Aku tidak bisa kamu bodohi." Raihan melangkah masuk, melewati tubuh Raya tanpa perduli. Pria itu seolah amnesia akan kesalahan sebelumnya.

"Aku baru pulang, aku mau makan! Segera siapkan makanan untukku!" perintah Raihan dengan nada naik satu oktav.

"Kamu bahkan tidak mau bertanya padaku, bagaimana proses aku melahirkan sendirian, Mas? Apa kamu tidak perduli padaku?" balas Raya dengan manik yang sedikit berkacak-kaca.

"Aku sudah tahu semuanya, aku tidak perlu bertanya lagi!" sentak Raihan.

Bibir Raya lagi-lagi bergetar sendu. "Kamu sudah jauh berubah, Mas."

Namun sepertinya Raihan benar-benar tidak perduli dengan kesedihan Raya. Pria itu malah duduk dengan santainya, membaringkan tubuhnya di atas sofa sambil memainkan ponsel pintar.

Sementara Raya masih berdiri di depan Raihan, lagi-lagi berucap sendu, "Apa ini semua karena wanita paruh baya itu?"

Seketika Raihan membeliak. "Jangan lancang, Raya! Sejak kapan kamu berani menuduhku?!"

"Aku melihat dengan mata sendiri, Mas. Aku tidak menuduh." Raya membela diri.

Raihan pun bangkit dari sofa untuk berhadapan dengan Raya. Tatapannya sangat dingin, berbeda jauh dari biasanya.

"Dengar, Raya! Wanita paruh baya itu adalah rekan kerjaku. Selama ini aku bekerja keras dan memberikan semua uang padamu. Tapi kamu dengan gampangnya menghabiskan uang yang selama ini aku kirim. Lalu, kamu datang ke Jakarta dan menghancurkan pekerjaanku. Kamu pun telah membunuh anakku. Mulai sekarang, aku tidak perduli lagi padamu!" Usai mengeluarkan amarah, Raihan masuk ke kamar lalu membanting pintunya hingga tertutup rapat. Rasa kecewa membuatnya tak perduli pada Raya.

Di ruangan tengah, air mata Raya kembali menetes di pipi. Isi dadanya kembali terasa sakit melihat sikap Raihan barusan. Tapi Raya segera menghapus air mata, menyudahi tangisannya. Ia mengatur napas yang terasa sesak di dalam dada.

Seandainya orang tua masih ada, tentu Raya tidak perlu menunggu masa nifas usai. Tapi apalah daya, dia tak bisa mencari pekerjaan untuk saat ini.

Tapi tunggu, bukankah tubuh Raya sudah sehat. Dia juga sudah terlihat fresh. Sepertinya tidak akan ada yang menyangka kalau Raya sedang dalam masa nifas.

Akhirnya Raya segera berganti pakaian rapih. Dia akan berusaha mencari pekerjaan sebelum keluar dari rumah Wati. Dengan bermodal ijaza SMA, Raya berharap bisa diterima menjadi cleaning service di perusahaan mana saja.

Di bawah langit yang sedikit panas, Raya pergi ke Bogor Kota menyusuri beberapa kantor, toko dan perusahaan guna memasukan surat lamaran yang telah dibuatnya. Dalam hati ia berharap, semoga saja ada rejeki dari salah satunya.

Ketika di dalam angkutan umum dalam perjalanan pulang, Raya melihat rumah sakit tempatnya melahirkan minggu lalu. Ia berniat turun dari angkutan karena mengingat sesuatu.

"Kiri, Pak!" pintanya pada supir angkutan umum.

Raya berdiri depan rumah sakit. Bukan karena mengingat kisah pilunya, tapi Raya mengingat seorang bayi bertubuh mungil di dalam box inkubator. Dada Raya bergetar cemas ketika mengingat bayi itu.

'Apakah bayinya sudah sehat?' Dalam hatinya Raya bertanya.

Gegas Raya melangkahkan kaki, memasuki rumah sakit. Ia masih ingat ruangan bayi itu berada.

Di depan ruangan bayi, Raya melihat wanita paruh baya yang tengah menunggu. Ia masih ingat dengan wanita paruh baya itu. Wanita itu adalah nenek dari bayi malang itu.

"Assalamualaikum, Bu." Raya menyapa wanita paruh baya yang tak diketahui namanya itu.

"Waalaikumsalam, Nak Raya!" Wanita paruh baya itu ternyata masih ingat dengan wajah Raya. Ia terkejut melihat kedatangan Raya. Ia nampak menyeringai kemudian bangkit dari tempat duduknya. "Bagaimana kabarmu?" imbuhnya bertanya.

"Kabar saya sangat baik, Bu," jawab Raya sambil mengukir senyum ramah. "Oh iya, bagaimana dengan cucu Ibu? Apakah sudah sehat?" tanyanya kemudian.

"Alhamdulillah berkat ASI dari kamu, kondisi cucu saya berangsur membaik. Saya sangat berterima kasih atas bantuan kamu," jawab wanita paruh baya itu dengan wajah haru.

"Syukurlah, Bu. Kalau begitu, bolehkah saya menjenguk cucu Ibu di dalam?" Raya meminta izin. Entah kenapa, ia merasa rindu dengan bayi di dalam inkubator itu.

"Tentu saja boleh, Nak Raya." Wanita paruh baya itu menganggukan kepalanya.

Kemudian Raya segera masuk ke dalam ruangan bayi. Ia melihat kulit bayi di dalam inkubator itu tidak lagi keriput. Berat badan bayi itu sedikit berisi. Melihat itu, manik Raya kembali berkaca-kaca namun bukan bersedih, melainkan Raya turut bahagia.

"Apakah Ibu Raya mau mendonorkan ASI lagi?" Perawat di ruangan bayi nampak mendekati Raya. Perawat itu masih hapal dan ingat dengan wajah Raya.

"Boleh, Sus." Raya mengangguk. "Namun sayang, ASI saya hari ini tidak banyak. Tadi pagi ASI saya sudah diperas dan didonorkan pada bayi lain," ungkapnya kemudian.

Perawat bayi itu nampak tersenyum ramah. "Tidak apa-apa, Bu. Seadanya saja jikalau Ibu Raya memang bersedia."

Siang itu, ASI Raya hanya menghasilkan dua botol saja. Sedikit sedih, karena Raya tak bisa memberikan banyak. Padahal jaraknya bertemu bayi malang itu cukup jauh.

Raya mendekati inkubator kemudian berbisik pada bayi mungil itu. "Bayi kecil, lekas pulih ya. Maafkan aku, hanya dua botol saja untuk hari ini. Semoga kita bisa bertemu lagi dan aku bisa kembali memberikan ASI padamu."

Setelah itu, Raya berpamitan pada nenek sang bayi. Dia harus segera pulang karena waktu akan segera sore.

Langkah Raya sedikit tergesa-gesa karena khawatir tertinggal angkutan umum.

Tiiitttt!!!

Ketika hendak menyebrang, hampir saja Raya tertabrak mobil mewah berwarna hitam di depannya.

"Heh! Punya mata gak sih!" Dari dalam mobil hitam itu, seorang pria berjas abu-abu nampak marah kepada Raya. Dia adalah Aditya Fadillah yang sedang terburu-buru hendak ke rumah sakit untuk mengantarkan ASI pada anaknya.

"Maafkan saya, Pak." Raya manautkan kedua tangannya. Kemudian ia segera masuk ke dalam angkutan umum guna menghindari masalah dengan pria di depannya.

Aditya Fadillah menggelengkan kepala sambil menahan amarah. Bukan apa-apa, kalau sampai ia menabrak wanita barusan, tentu urusan akan panjang dan menunda perjalanannya ke rumah sakit.

Ketika telah sampai di rumah sakit, dengan bangganya Aditya mengangkat empat botol ASI yang dibawanya ke hadapan sang ibunda.

"Aku sudah mendapatkan ASI untuk Fatih, Bu," ucapnya penuh semangat di depan sang ibunda.

"Tunda saja untuk besok, hari ini Raya datang dan memberikan ASI-nya pada Fatih," ibunda Aditya menjelaskan.

"Apa!" Seketika Aditya terkejut. "Kapan?"

"Sekitar lima menit yang lalu Raya keluar dari rumah sakit ini."

Keterangan sang ibunda membuat Aditya mematung dalam beberapa detik. "Lalu, berapa rupiah Ibu membayar ASI Raya?"

"Tidak, Adit. Raya tidak pernah meminta bayaran." Sang ibunda menjawab.

Padahal tadi pagi Aditya telah menggelontorkan uang lima juta untuk empat botol ASI kepada Winda yang dianggapnya Raya.

"Aku pikir matre, ternyata Raya berhati baik," pikir Aditya. Ia jadi kagum pada Winda yang ia sangka Raya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bukan Ibu Susu Palsu   96 Bahagia Yang Sebenarnya

    Raya kini sudah berganti pakaian dengan lingerie berwarna merah muda pemberian Aditya. Tapi dia kembali memakai pakaian piyama menutupi lingerinya yang seksi. "Loh kok malah pakai piyama?" Aditya mengerutkan keningnya ketika melihat Raya keluar dari kamar mandi."Saya pakai lingerie kok, tapi di dalam piyama." Raya menjawab sambil menahan senyumnya. Aditya pun menepuk keningnya sendiri. Padahal ia menginginkan Raya keluar dengan lingeri seksinya tanpa sehelai pakaian yang menutupi tubuh."Saya malu, Pak." Raya menggaruk kening yang tak gatal."Ya sudah. Sini." Aditya menepuk kasur, memberikan kode agar Raya segera duduk di sampingnya.Dengan langkah yang cukup pelan, Raya berjalan mendekati Aditya. Dia duduk di samping Aditya sebagaimana perintah barusan. Tubuh Raya tercium aroma sangat wangi, itu karena Raya sudah mempersiapkan tubuhnya, khusus untuk suaminya malam ini. Suruh area tubuh Raya sudah memakai lotion dan pewangi, termasuk rambutnya yang digerai dan tercium aroma wangi

  • Bukan Ibu Susu Palsu   95 Lanjut Malam Kedua

    Fatih terbangun dari tidurnya. Sontak Raya dan Aditya terperanjat saling menjauh. "Fatih!" Raya segera menghampiri Fatih di tempat tidur. Dia juga segera membuatkan susu untuk Fatih, lalu menina bobokannya kembali. Sebenernya Raya ingin tertawa mengingat kejadian lucu barusan. Namun dengan susah payah, tawa itu ditahannya.Sungguh konyol. Bisa-bisanya mereka melupakan keberadaan Fatih di kamar itu.Sudah 1 tahun lebih Aditya menduda, wajar saja jikalau dia tidak bisa membendung hasratnya. Lagi pula sekarang mereka sudah sah kok. Memadu kasih di malam pertama sudah gagal. Pagi ini Aditya bangun dari tidurnya dengan raut wajah sedikit lesu. "Pengantin kok lesu begitu, kecapean yah gara-gara semalam?" Aditya yang baru saja tiba di ruang makan, tersipu saat mendengar kalimat yang diucapkan oleh Anita kepadanya. "Mamah, apaan sih." Aditya menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Nggak usah malu-malu begitu kali, Mamah juga paham, namanya juga pengantin baru."Aditya hanya mengulum senyu

  • Bukan Ibu Susu Palsu   94 Gagal Malam Pertama

    "Ehh sutt!" Raya meluruskan jari telunjuknya tepat di depan bibir Aditya, sebagai kode agar Aditya tidak melanjutkan kalimatnya. Dia juga mengerjapkan matanya agar Aditya paham. Aditya menggaruk kepala yang tak gatal. Dia manggut-manggut kemudian merebahkan tubuhnya di atas sofa yang berada tak jauh dari tempat tidurnya. Aditya melihat Raya menina bobokan Fatih. Namun anak laki-lakinya itu nampak tidak bisa langsung tidur untuk malam ini. Fatih terlihat memeluk erat Raya, seperti takut ditinggalkan. "Bubu jangan ke mana-mana," pintanya."Iya, Sayang. Bubu tidak akan kemana-mana kok. Kita tidur bersama di sini ya," balas Raya dengan suara lembutnya. Sebelah tangan terlihat menepuk-nepuk paha Fatih dengan pelan, begitulah Raya saat hendak menina bobokan Fatih. Aditya memandang Raya dari atas sofa, sambil melayangkan senyuman. Tatapan Aditya nyatanya membuat Raya tersipu malu. Wanita berbulu mata lentik itu menjadi salah tingkah. Jarum pada benda bundar yang menempel di dinding kam

  • Bukan Ibu Susu Palsu   93 Menikah

    Aditya segera menepikan kendaraannya.Memilukan, bener dugaan Raya, korban kecelakaan yang tewas di tempat itu adalah Raihan—mantan suaminya.Nyawa Raihan sudah tidak tertolong lagi. Di lokasi kejadian Raihan sudah tak bernyawa. Raya ingin sekali membantu, tapi dia tidak memiliki kuasa. Raya hanya memerintahkan pada seseorang untuk mengurus jenazah Raihan.Raya tidak pernah menyangka kalau Raihan akan pergi meninggalkan dunia secepat itu. Sebagai mantan istri, Raya hanya bisa mendoakan, semoga Raihan pergi dengan tenang. ***Kehidupan yang Raya rasakan saat ini seperti berbanding terbalik dengan sebelumnya. Saat ini dia tengah dikelilingi orang-orang yang baik. Calon mertua yang baik, dan juga termasuk calon suami yang baik. Raya juga sudah bertemu dengan kakak angkat, beserta keluarganya yang baik. "Ya Tuhan, betapa besar nikmat yang telah Engkau berikan kepada hamba. Jadikanlah hamba manusia yang selalu bersyukur kepada-Mu. Berkahkanlah hidup hamba, Ya Tuhan." Di sepertiga malam,

  • Bukan Ibu Susu Palsu   92 Akhirnya Direstui

    Tidak lama setelah Aditya menelepon, Rahmat Hidayat tiba di kediaman Fadillah dengan waktu yang begitu cepat. Pria paruh baya yang berasal dari Kalimantan itu terlihat masuk ke ruang tamu dan bersalaman dengan semuanya. Kedatangan Rahmat Hidayat membuat orang tua almarhum Sarah tercengang. Papahnya Sarah sangat tahu betul profil Rahmat Hidayat, pemilik perusahaan batubara yang sangat terkenal. Papanya salah berpikir, mungkin kedatangan Rahmat Hidayat karena sebagai partner bisnis dengan Fadillah group."Maaf telah mengganggu Pak Rahmat. Tapi tujuan Saya memanggil Pak Rahmat ke rumah ini, karena ada hal penting yang harus Pak Rahmat jelaskan kepada mertua saya," tutur Aditya dengan sopan kepada Rahmat Hidayat yang baru saja duduk di sofa yang berada di sampingnya. "Katakan saja, apa yang bisa saya bantu. Saya akan membantu Pak Aditya sebisa mungkin, kalaupun saya tidak bisa, akan saya usahakan." Rahmat berbicara dengan yakin. "Pak Rahmat, perkenalkan ini adalah mertua saya." Adity

  • Bukan Ibu Susu Palsu   91 Memilihnya

    Raya mematung dalam beberapa menit. Dadanya kembang kempis menahan perasaan sedih. Bibirnya nampak bergetar. Raya menatap ke arah Rahmat—sang kakak angkat yang sedari dulu sangat ia rindukan. Raya hafal betul mengenai watak dan sifat Rahmat dari dulu yang selalu baik kepadanya, tapi Raya juga merasa tidak akan pernah tega untuk meninggalkan Fatih—anak yang dia sayangi sejak lahir. "Saya tidak akan memaksakan kehendak, Raya. Tujuan Saya mencari kamu adalah ingin membahagiakan kamu. Karena kamu adalah adik saya. Jika ikut dengan saya hanya menambah beban dan kesedihan, maka jangan lakukan." Rahmat bersuara ketika Raya terlihat bimbang.Setelah itu Raya melihat ke arah Aditya. Ditatapnya sang presdir tampan itu. "Saya juga tidak akan memaksakan kehendak. Lakukan apapun yang membuat kamu bahagia. Karena itu adalah yang paling utama." Aditya berbicara kepada Raya sambil berkaca-kaca. Tidak bisa dipungkiri, jauh dari lubuk hatinya dia merasa sangat takut kehilangan Raya.Tidak lama kemudi

  • Bukan Ibu Susu Palsu   90 Pertemuan Yang Diharapkan

    "Saya tengah mencari seorang wanita bernama Raya Maulida yang merupakan putri dari bapak Abdul Rozak." Raya terkejut begitu namanya disebut oleh Rahmat Hidayat."Bukankah itu nama lengkap kamu, Raya?" Aditya sampai bertanya kepada Raya untuk kembali memastikan. Sejak pertama bertemu dengan Raya, Aditya sudah tahu nama lengkap Raya yakni Raya Maulida."Iya benar. Nama lengkap saya memang Raya Maulida," jawab Raya sedikit gugup.Namun nyatanya bukan hanya Raya dan Aditya yang terkejut, Rahmat pun terlihat kaget. "Raya Maulida yang saya cari adalah satu-satunya putri dari Bapak Abdul Rozak. Mereka tinggal di sebuah kampung yang berada di kecamatan nanggung yakni kampung pongkor. Apa kamu tahu sesuatu?" Rahmat hidayah dengan sangat serius. Mulut Raya sedikit menganga karena terkejut. "Itu adalah nama Bapak saya. Saya tinggal di daerah yang Pak Rahmat sebutkan barusan. Untuk apa Pak Rahmat mencari Bapak saya?" Kali ini tangan Raya terlihat gemetar. Wanita berbulu mata lentik itu khawati

  • Bukan Ibu Susu Palsu   89 Namanya Disebut

    "Pikirkan baik-baik ucapan papah barusan. Jangan kamu mempermalukan keluarga besar kita. Jangan pernah kamu mempermalukan Fatih di masa dewasanya nanti. Jangan sampai Fatih memiliki seorang ibu pengganti yang berprofesi sebagai pembantu seperti dia!" Jadi telunjuk papahnya Selin terlihat menggaris lurus ke wajah Raya.Raya hanya bisa mematung sambil membendung sendu. Ia menundukan kepala. Sadar dengan dirinya yang tidak punya tahta di hadapan mereka. "Saya permisi." Raya akhirnya beranjak dari tempat duduknya, dia melangkah dengan cepat meninggalkan ruang tamu. Raya masuk ke dalam kamarnya, meluapkan rasa sedih yang tidak bisa lagi ditahan. Dari balik pintu kamar, Raya terduduk di atas lantai sambil memeluk lututnya sendiri. Air matanya seketika menganak sungai di pipi. Keadaan wajahnya yang sempat rusak oleh noda bekas minyak panas memang telah sembuh, tapi kini hatinya yang terasa sangat sakit bagaikan tertusuk belati."Seharusnya dari awal aku sadar, siapa diriku. Bisa-bisanya ak

  • Bukan Ibu Susu Palsu   88 Berdebat Lagi

    Raya terkejut. "Itu daerah saya, Pak."Aditya sampai menaikkan kedua alisnya. "Oh ya! Saya pikir kamu tinggal di daerah dekat rumah mertua kamu," balasnya. "Dulu waktu saya masih kecil banget, saya dan orang tua saya tinggal di daerah kecamatan nanggung yang berada di Bogor Barat. Saya adalah anak tunggal, tapi dulu saya punya kakak angkat." Raya menjelaskan. "Berarti kamu bisa bantu saya untuk mencari orang tua yang tengah dicari oleh Pak Rahmat," ajak Aditya. "Saya sih bersedia untuk membantu, tapi kalau Fatih terlalu sering ditinggal-tinggal kasihan juga. Apalagi besok lusa saya akan melakukan perawatan kembali ke dokter," kata Raya."Oh iya, kasihan juga Fatih kalau terlalu sering ditinggal. Ya sudah tidak apa-apa, kamu tetap di rumah ya. Saya pergi bersama Pak Rahmat hari ini. Jaga diri baik-baik, jaga Fatih juga ya." Aditya terlihat mengangkat sebelah tangan kanannya, diusapnya pucuk rambut Raya dengan lembut. Duda tampan itu juga terlihat mengukir senyum manis kepada Raya.P

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status