Share

7 Menyakitkan

Penulis: Miss_Pupu
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-21 12:57:04

"Tidak mungkin!" Raya menggelengkan kepala, menepis berita mengejutkan itu.

"Belum cukupkah bukti-bukti poto itu, Raya?"

Raya menutup wajah sendunya dengan kedua telapak tangan. Seketika tangisannya kembali pecah. Wanita bernasib malang itu harus kembali merasakan duka yang mendalam. Mengapa hidupnya semakin kacau?

"Aku tidak berniat mengompori. Aku hanya tidak mau kamu semakin terluka, Raya." Hani mengusap bahu Raya guna menenangkannya.

"Iya, aku paham itu." Raya segera mengusap pipinya yang kembali basah. "Mungkin aku tidak perlu lagi pergi ke Jakarta. Aku percaya dengan keteranganmu, Han."

"Lalu, apa yang akan kamu lakukan setelah ini?" Hani nampak memastikan.

"Aku akan pergi dari Mas Raihan. Aku akan mencari pekerjaan." Raya nampak yakin. "Tapi sepertinya, mencari pekerjaan di jaman sekarang tidaklah mudah. Aku sudah melamar kemana-mana, tapi sampai detik ini sama sekali belum ada kabar dari salah satu perusahaan yang aku tuju," tuturnya.

"Aku akan membantumu. Berikan nomor ponselmu padaku," pinta Raya.

"Sungguh?" Raya menyeringai.

Hani mengangguk yakin. Posisinya saat ini tak terlalu sulit untuk mengajukan Raya ke perusahaan tempatnya bekerja yakni di Fadillah group.

"Aku akan memberikan kabar selanjutnya padamu. Aku akan mengajukan proposal kamu pada Pak Aditya Fadillah. Semoga saja diterima." Hani nampak meyakinkan Raya.

Perbincangan dengan Hani siang itu bagaikan angin segar. Raya sangat berharap bisa mendapat pekerjaan. Ia sangat yakin, berpisah dengan Raihan adalah keputusan yang tepat.

Ketika mentari mulai turun ke ufuk barat, lagi-lagi Raya harus pulang terlambat. Pintu rumah Wati sudah terbuka dan siap menyambut kedatangan Raya dengan tatapan sinis.

"Dari mana saja kamu? Mengapa kamu kembali mengulang kesalahan?" Wati nampak berkacak pinggang. Emosinya seperti naik ke atas ubun-ubun karena kembali kecolongan.

Melihat wajah sang mertua begitu murka, Raya menjadi takut. "Maaf, Ma. Raya tadi habis kuli cuci gosok." Wanita berbulu mata lentik itu terpaksa berbohong.

"Apa!" Wati terbelalak. "Kamu pikir Mama sudah tak mampu memberikan kamu makan? Memalukan!" bentaknya kemudian.

"Bukan seperti itu, Ma. Aku ingin memiliki tabungan untuk bekal. Lagi pula, aku bosan kalau harus diam seharian di rumah," elak Raya. Ia berusaha meyakinkan Wati.

Wati kemudian menadahkan sebelah tangan kanannya kepada Raya. "Mana hasil kuli cuci gosoknya? Mama mau melihat buktinya."

Raya pun menelan saliva penuh resah. Tak disangka kalau Wati akan seteliti itu. "A-Ada, Ma. Tapi untuk tabungan Raya," jawabnya menjadi gugup.

"Ya mana? Mama ingin lihat sekarang."

Sempat bingung, namun Raya tak punya pilihan. Demi menyelamatkan diri, ia segera merogoh tas selempang miliknya. Di dalam tas kecil itu ia mengambil dua lembar uang kertas berwarna merah pemberian Hani.

"Ini, Ma." Diberikannya uang itu pada Wati. Padahal Hani memberikan uang senilai dua ratus ribu kepada Raya untuk bekal ongkos nantinya.

Dengan cepat Wati mengambil uang yang disodorkan Raya. "Lumayan juga, sehari dapat dua ratus ribu. Uang ini biar Mama yang simpan." Wanita paruh baya itu kemudian berlalu usai mengambil uang Raya.

Ingin sekali Raya protes, tapi apalah daya, dia tak memiliki kekuatan di rumah Wati.

Dalam sujudnya ia selalu berharap, semoga bisa lepas dari keluarga Raihan. Semoga ia bisa pergi sejauh mungkin, melupakan luka pahit yang Raihan berikan padanya.

Ketika pukul sebelas malam, Raya terbangun karena sebuah mimpi buruk. Ia bangkit dari tempat tidur lalu berjalan menuju toilet. Namun tiba-tiba langkahnya tertahan di dekat kamar Winda.

Samar-samar Raya mendengar suara berbincang dari dalam kamar Winda. Karena penasaran, ia kemudian menempelkan telinganya pada pintu kamar Winda.

"Uang kita sudah banyak, Ma. Seratus juta ini." Suara semringah Winda terdengar jelas di telinga Raya.

"Ini baru tiga Minggu, Win. Bagaimana kalau sebulan, dua bulan. Kita bakal jadi miliarder." Suara Wati menimpali di dalam sana.

Apa yang mereka bicarakan? Raya kian penasaran.

"Hutang-hutang aku pun bakal lunas, Ma. Pokoknya Mama jangan biarkan Raya kemana-mana. ASI-nya itu adalah berlian bagi kita. Kita bisa jadi konglomerat."

Degh!

Apa! ASI? Raya kian tercengang begitu Winda menyebut namanya. 'Jangan-jangan, selama ini mereka menjual ASI-ku?' gumam raya dalam hati.

Raya berjalan mundur, mulai menjauhi kamar Winda. Dadanya bergetar lesu. Mengapa masih ada manusia sekejam Wati dan Winda di dunia ini.

Prang!

Raya tak sengaja menyenggol vas bunga di atas meja.

"Hei! Siapa itu?" Dari dalam kamar Winda, suara Wati berteriak.

Gegas, Raya berlari kembali ke kamarnya. Ia mengunci diri di sana. Gemuruh di dalam dada kian keras. Ia takut ketahuan oleh Wati. Bisa bahaya kalau mertuanya itu melihatnya barusan.

"Vas bunganya pecah, Ma." Winda terkejut setelah mendapati vas bunga itu pecah. Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Tak ditemukan siapa pun di sana.

"Jangan-jangan ada maling?" tebak Winda.

"Tidak mungkin. Semua pintu sudah dikunci. "Jangan-jangan Raya keluar kamar." Insting Wati langsung tertuju pada Raya.

Gegas Wati menuju kamar Raya. Ia mengetuk pintu kamar Raya cukup keras.

Tok tok tok!

"Raya! Buka pintunya!"

Hening, tak ada suara di kamar Raya. Wanita berbulu mata lentik itu sepertinya berpura-pura kembali tidur.

"Raya, buka! Atau Mama akan dobrak pintunya." Suara Wati lebih keras lagi memanggil.

"I-iya, Ma." Raya terpaksa menyahut. Tangannya gemetar. Ia tak bisa menyembunyikan rasa takutnya.

Ceklek.

"Ada apa, Ma?" Raya menyipitkan kelopak mata, agar terlihat seperti baru saja bangun.

"Siapa yang pecahkan vas bunga?" Wati langsung menginterogasi.

Raya pun langsung menggelengkan kepala. "Tidak tahu, Ma. Aku sedang tidur," elaknya.

"Jangan bohong, Raya!" Kedua manik Wati nampak membulat sempurna. "Kamu menguping pembicaraan Mama dan Winda. Ngaku, Raya!" tekannya.

"Tidak, Ma. Sungguh, aku sedang tidur." Raya berusaha meyakinkan.

Namun sepertinya Wati tidak percaya. Ia langsung masuk ke kamar Raya, menjarah seisi kamar itu. Wati pun mengambil ponsel Raya.

"Kembalikan handphone-ku, Ma." Raya pun tak terima ketika ponselnya diambil. Itu adalah benda satu-satunya untuk berkomunikasi dengan Hani nantinya.

"Kamu selalu saja membuat masalah. Mama akan sita handphone kamu dalam beberapa hari." Setelah itu, Wati mengunci jendela kamar Raya dari dalam, diambil kuncinya dan disimpan. Wati juga mengurung Raya di kamar, agar tidak kabur lagi. Wati melakukan itu, agar Raya tidak kemana-mana lagi.

"Ma, jangan lakukan ini." Raya mengiba dari dalam kamar yang sudah dikunci Wati.

"Maaf, Raya. Itulah akibatnya kalau menantu sering berulah. Sudah Mama katakan, jangan buat Mama marah. Tapi kamu tidak paham itu."

***

Hari ini sebagai mana biasanya, Aditya akan bertemu Winda di tempat biasa, di kafe dekat kantor. Hampir satu bulan mendapat ASI dari Winda membuat kondisi bayi Fatih benar-benar pulih. Aditya sangat bahagia melihat berat badan anaknya yang semakin bertambah, itu semua berkat ASI yang diberikan Winda setiap hari.

"Hari ini saya membawa enam botol, Pak." Winda menyodorkan ASI yang telah diperas Raya pagi tadi kepada Aditya Fadillah—pimpinan perusahaan fadillah group. Winda masih berpura-pura menjadi Raya—sang pemilik ASI yang sebenarnya.

"Terima kasih banyak, Raya. Kamu telah menyelamatkan nyawa anak saya," ucapnya pada Winda yang selama ini masih disangka Raya. "Bolehkah saya meminta satu hal?" imbuhnya.

"Tentu saja boleh, Pak. Katakan saja." jawab Winda nampak semringah. Bagaimana tidak semringah, ia sedang berbicara dengan pria tampan kaya raya. Winda bahkan mulai jatuh hati padanya.

"Jika bersedia, ibu saya ingin bertemu dengan kamu," pinta Aditya Fadillah.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Bukan Ibu Susu Palsu   8 Tak Bisa Lepas

    "Jika bersedia, ibu saya ingin bertemu dengan kamu," pinta Aditya Fadillah. Mata Winda sampai membulat mendengar permintaan Aditya. "Untuk apa, Pak?"Merasa berhutang budi yang begitu banyak. Aditya telah mempertimbangkan suatu keputusan yang besar. "Ibu saya ingin mengucapkan terima kasih. Namun selain itu, saya pun berniat menjadikan kamu sebagai ibu sambung untuk anak saya.""Apa!" Winda kian dibuat terkejut. Ia sampai tersendat ludahnya sendiri hingga batuk. "Uhuk... Uhuk..."Respect, Aditya langsung menyodorkan segelas minum pada Winda. "Minumlah." Segelas air dingin diteguk Winda sampai habis. Dia nampak menepuk pipinya sendiri. "Apa saya sedang bermimpi?" tanyanya gugup."Tidak. Ini bukan mimpi. Kamu bisa pikirkan tawaran saya. Jika sudah siap, saya tunggu kabarnya."Tawaran Aditya membuat Winda serasa melayang ke udara. Adik ipar Raya itu terlihat sangat bahagia. Ia pulang dengan wajah berseri-seri."Mama!" Sesampainya di rumah, Winda berteriak kegirangan saat memanggil Wati

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-22
  • Bukan Ibu Susu Palsu   9 Tak Berdaya

    Ketika hari sudah gelap. Wati terpaksa mengeluarkan Raya dari kamar, tentu dengan penjagaan ketat. Wati harus memberi Raya makan karena esok pagi ASI-nya harus banyak.Makanan yang disediakan untuk Raya sudah tak asing, setiap hari hanya ikan asin dan rebusan pepaya muda. Tak pernah ada makanan enak yang disajikan di depan Raya, berbeda dengan makanan Winda dan Wati yang selalu mewah."Kenapa belum juga makan, Raya?" tegur Wati saat melihat Raya masih belum juga memakan makanannya."Aku tidak nafsu makan, Ma." Raya terlihat menunduk lemas."Kamu harus tetap makan, Raya. Mama tidak mau kalau kamu sampai sakit." Wati pun mengeluarkan jurus merayunya. Ia mendekat dan duduk di samping Raya. "Maafkan Mama ya. Mama tahu, Mama sudah kasar padamu. Mama janji, gak akan kasar lagi," rayunya kemudian. Ketika Wati membelai rambutnya, Raya sama sekali tidak tersentuh hatinya. Terlalu banyak rasa sakit yang ditorehkan sang mertua padanya. "Ayolah, Raya. Segera makan yang banyak. Mama juga sudah s

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-23
  • Bukan Ibu Susu Palsu   10 Tak Sesuai Ekspektasi

    1 hari sebelum Raya berpindah tempat. Pagi-pagi sekali Winda sudah pulang dari salon, dia sudah bersiap dengan rambut yang sudah distylish. Adik ipar Raya itu juga sudah memakai pakaian terbaiknya yang dibeli di butik beberapa hari yang lalu. Winda berusaha berpenampilan semenarik mungkin untuk memikat hati ibunda Aditya Fadillah."Impian menjadi orang kaya raya, sudah ada di depan mata." Di depan cermin ia berbicara sendirian, sambil memandang senyumannya sendiri. "Tidak sia-sia pengorbananku berpura-pura menjadi Raya." Tiiittt!Suara klakson berbunyi di depan rumah Wati menandakan kalau Aditya sudah datang untuk menjemput. Hari ini memang sudah terjadwal, kalau Aditya akan membawa Winda bertemu dengan Anita—ibunda dari Aditya.Presiden direktur Fadillah group itu keluar dari kendaraan mewah miliknya dengan mengenakan jas berwarna abu-abu, jas kesayangannya.Sebenarnya Aditya tidak memiliki perasaan lebih pada Winda, namun demi sang anak, dia rela mengorbankan perasaannya sendiri.

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-24
  • Bukan Ibu Susu Palsu   11 Disembunyikan

    Segera, Winda memasang wajah sendu. Dengan susah payah ia mengeluarkan air mata. Ia mulai pandai bersandiwara."Saya adalah Raya, Tante. Saya yang setiap kali memeras ASI untuk cucu Tante. Saya memang belum pernah bertemu dengan Tante. Tapi sayalah pemilik ASI yang selama ini diminum cucu Tante," terang Winda berusaha meyakinkan Anita dan Aditya yang menatapnya nanar.Melihat wajah Winda yang bersedih. Anita langsung merasa bersalah. "Maaf, Tante tidak bermaksud apa-apa. Mungkin kalian memang dua orang yang berbeda," ucapnya meminta maaf.Tapi Aditya masih bergeming. Sadar akan suatu hal. Bukankah Aditya mendatangi rumah Raya atas alamat yang didapat dari pihak rumah sakit? Mana mungkin bisa ada dua orang Raya yang berbeda dalam alamat yang diberikan rumah sakit? Sementara ia tahu kalau ibunya memang pernah bertemu Raya di rumah sakit itu. Makan siang di kediaman Fadillah menjadi kaku. Anita terlihat tidak menyukai Winda, namun meskipun begitu ibunda Aditya itu tetap bersikap baik. I

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-26
  • Bukan Ibu Susu Palsu   12 Hampir Saja

    "Ada apa dengan handphone-ku? Mengapa isinya kosong semua?"Sebelum diberikan pada Raya, terlebih dahulu Wati telah mengubah handphone Raya ke setelan pabrik. Isi handphone Raya kosong, tak ada satu pun nomor telepon yang bisa dihubungi. Selain itu, Wati juga telah mengganti kartu SIM. Maka dari itu, tak ada satu pun yang bisa menghubungi Raya karena telah berganti nomor.Raya mendengus kesal. Tak ada nomor telepon yang mampu diingat Raya. Padahal ia ingin sekali menelepon Hani untuk mengadu.Untuk saat ini, Raya tak bisa berbuat apa-apa. Tubuhnya masih lemas, ia tak akan telat meminum obat, agar segera pulih.***Tok tok tok!Sebelah tangan mengetuk pintu rumah Wati yang nampak sepi. Pagi itu, Aditya sengaja datang untuk menemui Winda. Aditya terpaksa ke rumah Wati karena pagi ini Winda tak datang ke kantornya untuk setor ASI.Tok tok tok!Ketika tak ada jawaban dari sang pemilik rumah, Aditya pun mencoba mengetuk sekali lagi."Untuk apa datang lagi ke sini?" Suara Wati tiba-tiba ter

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-27
  • Bukan Ibu Susu Palsu   13 Menjadi Curiga

    "Saya akan ganti ongkos Ibu, dua kali lipat." Wati dengan tegas. "Ibu pulang sekarang. Besok saja ke sini lagi. Pergi, Bu!" usir Wati lagi. Tentu ia takut kalau Aditya mengetahui semuanya dari mulut wanita di depannya."Hmm oke kalau begitu. Saya akan datang kembali besok dengan bayaran ongkos dua kali lipat." Wanita paruh baya itu mengerjapkan alisnya sebagai persetujuan. "Iya!" Wati tampak gusar.Setelah wanita itu pergi, Wati akhirnya bisa menghela napas lega. 'Sial! Hampir saja ketahuan,' gumamnya dalam hati."Ini ASI-nya, Pak. Raya sudah memompanya untuk anak Anda." Tiga botol ASI terlihat diberikan Wati pada Aditya.'Cepat sekali. Tiga botol hanya berapa menit saja. Bahkan kurang dari sepuluh menit.' Aditya nampak bergumam dalam hati. Namun tak berlangsung lama, ia memang tak paham soal itu. Aditya segera menebus ASI pemberian Wati dengan satu gepok uang kertas berwarna merah. Tentu saja tumpukan uang kertas berwarna merah itu seketika membuat kedua manik Wati langsung berbin

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-27
  • Bukan Ibu Susu Palsu   14 Ketahuan

    Aditya kemudian menjelaskan beberapa perintah pada wanita paruh baya di sampingnya. Wanita itu nampak mengangguk paham. Kemudian setelah memahami, wanita itu keluar dari mobil Aditya setelah sampai di jalan raya.Saat ini perasaan Aditya nampak risau. Namun meskipun begitu, ia tetap berpikir positif. "Semoga semuanya akan baik-baik saja," harapnya.***Satu hari berlalu. Yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Wanita paruh baya kemarin, sudah tiba di kantor Aditya untuk melaporkan hasil penyelidikannya.Tentu saja Aditya sudah menunggu di ruangannya. Presiden direktur Fadillah group itu menyambut kedatangan wanita berkalung emas di ruangannya."Bagaimana? Apa yang Ibu dapatkan di rumah Bu Wati pagi ini?" Aditya langsung bertanya setelah wanita itu duduk di kursi yang berseberangan dengannya."Kebetulan saya sudah merekam semua audio percakapan saya dengan Bu Wati dan Winda pagi tadi. Bapak bisa dengarkan dan lihat sendiri. Saya merekamnya dengan kamera ponsel yang saya gantung di leher."

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-28
  • Bukan Ibu Susu Palsu   15 Tak Bisa Mengelak

    "Cukup, Pak Adit!" sentak Wati. Dadanya nampak kembang kempis berselimut emosi. "Tidak tahu terima kasih, Anda! Lupakah Anda dengan ASI yang selama ini Winda berikan?!" "Saya tidak pernah lupa. Saya berhutang budi pada pemilik ASI, tapi bukan pada Winda!" balas Aditya menimpali bentakan Wati. Maniknya nampak membola sempurna. Mereka sudah membuat Aditya marah besar."Itu ASI milik Winda, Pak! Anda tidak punya bukti apa-apa." Nyatanya Wati masih tak mau kalah."Sudah! Akhiri sandiwara Anda, Bu Wati. Saya sudah tahu semuanya kok. Saya memiliki bukti. Jikalau Bu Wati dan Winda masih tetap tak mau mengaku, Saya akan bawa kasus ini pada pihak yang berwajib. Kalian berdua telah melakukan penipuan pada saya." Setelah mengeluarkan ancaman, Aditya langsung bangkit dari tempat duduk. Dia hendak pergi namun dengan cepat Wati menghadang jalannya."Tunggu, Pak!" Raut wajah Wati kini berubah cemas, ketakutan. Begitu pula dengan Winda yang terlihat sampai menangis.Nampaknya Wati sadar, dengan siap

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-29

Bab terbaru

  • Bukan Ibu Susu Palsu   82 Jahat

    Dalam perjalanan menuju kediaman orang tua Sarah, perasaan Aditya sebenarnya merasa tidak enak hati, seperti ada firasat sesuatu yang buruk akan terjadi. Dia sangat khawatir kalau orang tua Sarah akan menolak niatnya. Tapi Aditya harus berusaha. Apapun hasilnya nanti, dia akan tetap memperjuangkan Raya.Kendaraan roda empat mewah milik Aditya sudah sampai di depan rumah orang tua Sarah dan Selin. Semuanya segera keluar dari mobil.Ketika sudah berada di depan pintu utama, Aditya tidak perlu menekan bell. Seorang pembantu rumah tangga di kediaman mewah milik orang tua Sarah, sudah mengetahui kedatangan Aditya. Wanita berseragam pembantu itu segera membuka pintu utama. "Apakah Ibu dan Bapak ada di rumah?" Aditya bertanya kepada pembantu rumah tangga itu."Ada, Tuan. Mari, silahkan masuk." Dengan ramah pembantu rumah tangga itu mempersilahkan Aditya dan keluarganya untuk masuk. Setelah Aditya, Anita dan juga Raya yang masih menggendong Fatih duduk di sofa yang berada di ruang tamu, or

  • Bukan Ibu Susu Palsu   81 Jalan Yang Mulus

    "Jadi apa jawabannya?" Aditya yang sudah penasaran tidak bisa menahan pertanyaannya."Apakah kamu bersedia menikah dengan saya?" Dengan isi dada yang menggebu-gebu, Aditya bertanya lagi untuk memastikan. Sementara dengan Raya, lidahnya terasa berat untuk berucap. Dia masih mematung dalam beberapa detik. Bola matanya bahkan terlihat masih berkaca-kaca, dia ingin menangis tapi bukan bersedih. "Apa jawabannya, Raya?" Aditya sampai bertanya lagi untuk yang kesekian kalinya. Hingga Raya akhirnya menganggukan kepalanya. Aditya terperangah. "Apa itu artinya kamu bersedia menikah dengan saya?" "Iya, Pak." Dengan penuh keyakinan Raya menjawab sambil mengganggukan kepalanya.Aditya menghala nafas lega. Dua sudut bibirnya nampak tertarik ke samping. Duda tampan itu terlihat sangat bahagia. "Terima kasih atas kepercayaan kamu kepada saya," ucapnya terharu. "Saya yang harusnya berterima kasih pada Pak Aditya, saya ini hanya wanita biasa yang jauh dari kata istimewa. Bahkan tidak sekufu denga

  • Bukan Ibu Susu Palsu   80 Jawabannya

    Beberapa hari berlalu, Aditya kembali menemui Raya. "Saya ingin bicara sangat penting." Di ruang dapur setelah selesai mencuci tangan, Raya membeliak terkejut mendengar suara Aditya. "Silahkan, Pak," balasnya dengan terbuka. "Tapi tidak di sini, saya ingin bicara serius dengan kamu di tempat yang lain."Raya tidak bisa menolak, dia segera mengikuti langkah Aditya di belakang."Tunggu sebentar, Pak." Raya menahan langkah Aditya ketika telah sampai di pintu utama."Kenapa?" Aditya menjeda langkahnya. "Bolehkah saya mengajak Fatih? Saya khawatir Fatih menangis seperti tempo lalu. Saya tidak bisa meninggalkannya terlalu lama," pinta Raya.Aditya mematung dalam beberapa detik kemudian ia menganggukan kepalanya. "Boleh," jawabnya akhirnya. Raya pun menyeringai senang. Dia segera meminta izin kepada Anita. Setelah mengantongi izin, Raya pun segera menggendong Fatih.Kebetulan hari ini memang hari minggu, Mereka terlihat seperti keluarga kecil yang hendak piknik."Semoga jalan-jalannya me

  • Bukan Ibu Susu Palsu   79 Menagih Jawaban

    "Maksudnya untuk apa? Ini terlalu mewah untuk saya, Pak." Raya bertanya lagi. Ia melayangkan tatapannya pada Aditya.Aditya segera meraih sebelah tangan Raya lalu diusapnya dengan lembut. Perlakuan Aditya itu membuat Raya semakin salah tingkah."Saya ingin kamu menjadi ibu pengganti untuk Fatih. Bukan lagi ibu susunya," pinta Aditya, mengutarakan isi hati secara langsung."Apa!" Namun Raya malah terkejut. "Maksudnya?" Dia tercengang."Saya ingin kamu menjadi istri saya," pinta Aditya memperjelas.Seketika Raya menarik tangannya. Melepaskan tangannya dari genggaman Aditya. Dia terkesiap. Ucapan Aditya barusan bisa jadi hanya gurauan saja untuk Raya."Jangan bercanda, Pak. Itu tidak lucu." Raya mengusap pipinya sendiri. Dia menjadi gugup."Saya serius, Raya." Aditya kembali menegaskan. "Maukah kamu menjadi istri saya?"Raya kian terlihat gugup. Keringat dingin seketika membanjiri tubuh. Raya mengusap-usap tangannya sendiri. Gugup tak bisa dikendalikan."Kamu kenapa?" Aditya pun menjad

  • Bukan Ibu Susu Palsu   78 Tempat Romantis

    Pemilik toko bunga tersebut segera memutar rekaman CCTV yang terjadi pada kemarin sore di saat Aditya memesan bunga. Di salah satu ruangan yang hanya beberapa orang saja bisa masuk ke sana, pemilik toko, Aditya dan 3 orang saksi sudah siap menyaksikan hasil rekaman CCTV yang terjadi saat kemarin. Apa yang telah diucapkan pelayan toko, ternyata benar adanya. Dia bekerja dengan sebaik-baiknya sesuai dengan perintah Aditya. Namun keteledoran terjadi ketika Selin datang dan mengubah semuanya. Tetap saja pelayan toko yang disalahkan karena telah teledor sehingga orang lain memanipulasi keadaan. Aditya tampak mengepalkan sebelah tangannya. "Selalu saja Selin! Mengapa dia jadi menyukai kekacauan. Dia selalu saja membuatku geram," desisnya pada diri sendiri. Aditya tidak pernah menyangka kalau kejadian di toko bunga itu adalah ulah Selin. Kalau saja dia tidak menghormati mertua, mungkin Aditya sudah melabrak sang adik ipar dan membuat perhitungan dengannya. Aditya meminta maaf kepada pem

  • Bukan Ibu Susu Palsu   77 Marah

    Belum sempat Raya membuka dan membaca tulisan pada secarik kertas itu, tiba-tiba suara Anita terdengar memanggil nama Raya."Raya!" Suara Anita terdengar begitu keras memanggil nama Raya. Raya segera menutup kembali kertas di tangannya itu, lalu dikembalikan pada buket bunganya. "Sebentar, Pak Aditya. Tante Anita memanggil saya, khawatir ada yang penting." Raya segera beranjak dari tempat duduknya. "Bunganya saya bawa ke kamar, nanti tulisannya saya baca di sana ya, Pak," tuturnya, kemudian pergi meninggalkan Aditya dengan membawa buket bunga di tangannya.Aditya hanya mengangguk saja sambil mengulum senyum tipis. Padahal dia sudah tidak sabar ingin mendengar jawaban Raya. Tapi mau bagaimana lagi, Aditya sudah bisa menebak pasti Fatih menangis meminta digendong oleh Raya.Akhirnya Aditya termenung sendirian di taman belakang di pinggir kolam renang. Hingga satu jam kemudian dia memutuskan untuk masuk ke dalam rumah. Sebelum masuk ke kamarnya, Aditya terlebih dahulu menengok Fatih.

  • Bukan Ibu Susu Palsu   76 Tidak Sabar

    "Saya pernah jatuh cinta kepada seorang wanita, saya sangat menyayanginya bahkan melebihi apapun. Wanita itu sangat baik, lembut dan penuh dengan perhatian. Tak bisa saya bayangkan hidup tanpanya, terasa takkan ada arti. Tapi, ketika rasa sayang ini yang semakin hari semakin bertambah banyak, wanita itu pergi untuk selamanya. Seketika hati saya remuk, jantung saya seakan berhenti berdegup. Saya hidup namun serasa mati, tapi wanita itu menitipkan saya seorang anak yang pintar dan tampan yakni Fatih. Awalnya saya berpikir lebih baik mati saja mengikuti jejaknya, tapi saya melihat Fatih adalah titipan Tuhan untuk saya melalui wanita yang saya sayangi. Saya berusaha menguatkan diri, berusaha untuk tegar menerima ketentuan-Nya." Aditya memulai ceritanya. Wajahnya seketika terlihat sendu. Dia bercerita apa adanya. Rasa cinta pada almarhum Sarah yang memang tidak pernah pudar hingga detik ini."Apakah wanita itu adalah almarhum ibunya Fatih?" Raya bertanya karena penasaran.Aditya mengangguk

  • Bukan Ibu Susu Palsu   75 Mengungkapkan Isi Hati

    Hari itu di kantor Fadillah group, Aditya terlihat semangat saat menyelesaikan pekerjaannya. Raut wajahnya terlihat berseri-seri. Dalam bayangannya terus saja berseliweran wajah Raya. Nampaknya Aditya memang tengah jatuh cinta.Bahkan ketika ada seorang wanita yang bekerja sebagai sekretaris di kantor, masuk ke ruangan Aditya untuk melaporkan berkas hasil meeting hari ini. "Raya!" Aditya terkejut dengan kedatangan sekretarisnya. Dia sampai mengira sang sekretaris adalah Raya. Nampaknya dia sudah gila dengan rasa cinta yang tengah menggebu di dalam dada. "Maaf, Pak. Saya bukan Raya," bantah wanita itu dengan cepat. Pada tangannya terlihat memegang beberapa file. Diletakkannya segera file itu di atas meja kerja Aditya. "Saya ingin menyerahkan dokumen hasil meeting siang tadi."Aditya segera mengerjapkan kelopak matanya. "Oh ya ampun, maaf saya tengah melamun. Saya akan segera memeriksa dokumen ini," kata Aditya seraya memijat hidungnya. Ah bener-bener sudah gila. Aditya mengetuk kepa

  • Bukan Ibu Susu Palsu   74 Salah Tingkah

    Raya terlihat masih berdiri di depan mata Aditya. Wanita berbulu mata lentik itu mengukir senyuman paling indah dalam pandangan Aditya.Aditya segera bangkit dari tempat tidurnya. Dia kini sudah berhadapan dengan Raya. Keduanya saling memandang satu sama lain. "Aku sangat mencintaimu Pak Aditya." Suara lembut itu berdesis tepat di dekat telinga Aditya. Bibir Raya yang penuh dengan aroma khas, masih berada di dekat telinga Aditya.Aditya seperti terkesima. Ucapan Raya barusan, membuat Aditya membeku. Lidahnya kelu seperti sulit untuk berbicara. Debaran jantungnya bahkan lebih kencang daripada biasanya. Raya sudah berada dekat sekali dengan Aditya, jarak diantara keduanya hanya beberapa sentimeter saja. Suara dag dig dug jantung terdengar semakin kencang saja."Pak Adit kenapa diam saja? Kenapa tidak jawab perasaan saya? Pak Adit tidak cinta sama saya?" Raya bertanya lagi masih dengan suara manja yang meluluhkan hati."Bukan seperti itu. Saya merasa ini seperti mimpi. Apakah ini mimpi

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status