Share

7 Menyakitkan

Penulis: Miss_Pupu
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-21 12:57:04

"Tidak mungkin!" Raya menggelengkan kepala, menepis berita mengejutkan itu.

"Belum cukupkah bukti-bukti poto itu, Raya?"

Raya menutup wajah sendunya dengan kedua telapak tangan. Seketika tangisannya kembali pecah. Wanita bernasib malang itu harus kembali merasakan duka yang mendalam. Mengapa hidupnya semakin kacau?

"Aku tidak berniat mengompori. Aku hanya tidak mau kamu semakin terluka, Raya." Hani mengusap bahu Raya guna menenangkannya.

"Iya, aku paham itu." Raya segera mengusap pipinya yang kembali basah. "Mungkin aku tidak perlu lagi pergi ke Jakarta. Aku percaya dengan keteranganmu, Han."

"Lalu, apa yang akan kamu lakukan setelah ini?" Hani nampak memastikan.

"Aku akan pergi dari Mas Raihan. Aku akan mencari pekerjaan." Raya nampak yakin. "Tapi sepertinya, mencari pekerjaan di jaman sekarang tidaklah mudah. Aku sudah melamar kemana-mana, tapi sampai detik ini sama sekali belum ada kabar dari salah satu perusahaan yang aku tuju," tuturnya.

"Aku akan membantumu. Berikan nomor ponselmu padaku," pinta Raya.

"Sungguh?" Raya menyeringai.

Hani mengangguk yakin. Posisinya saat ini tak terlalu sulit untuk mengajukan Raya ke perusahaan tempatnya bekerja yakni di Fadillah group.

"Aku akan memberikan kabar selanjutnya padamu. Aku akan mengajukan proposal kamu pada Pak Aditya Fadillah. Semoga saja diterima." Hani nampak meyakinkan Raya.

Perbincangan dengan Hani siang itu bagaikan angin segar. Raya sangat berharap bisa mendapat pekerjaan. Ia sangat yakin, berpisah dengan Raihan adalah keputusan yang tepat.

Ketika mentari mulai turun ke ufuk barat, lagi-lagi Raya harus pulang terlambat. Pintu rumah Wati sudah terbuka dan siap menyambut kedatangan Raya dengan tatapan sinis.

"Dari mana saja kamu? Mengapa kamu kembali mengulang kesalahan?" Wati nampak berkacak pinggang. Emosinya seperti naik ke atas ubun-ubun karena kembali kecolongan.

Melihat wajah sang mertua begitu murka, Raya menjadi takut. "Maaf, Ma. Raya tadi habis kuli cuci gosok." Wanita berbulu mata lentik itu terpaksa berbohong.

"Apa!" Wati terbelalak. "Kamu pikir Mama sudah tak mampu memberikan kamu makan? Memalukan!" bentaknya kemudian.

"Bukan seperti itu, Ma. Aku ingin memiliki tabungan untuk bekal. Lagi pula, aku bosan kalau harus diam seharian di rumah," elak Raya. Ia berusaha meyakinkan Wati.

Wati kemudian menadahkan sebelah tangan kanannya kepada Raya. "Mana hasil kuli cuci gosoknya? Mama mau melihat buktinya."

Raya pun menelan saliva penuh resah. Tak disangka kalau Wati akan seteliti itu. "A-Ada, Ma. Tapi untuk tabungan Raya," jawabnya menjadi gugup.

"Ya mana? Mama ingin lihat sekarang."

Sempat bingung, namun Raya tak punya pilihan. Demi menyelamatkan diri, ia segera merogoh tas selempang miliknya. Di dalam tas kecil itu ia mengambil dua lembar uang kertas berwarna merah pemberian Hani.

"Ini, Ma." Diberikannya uang itu pada Wati. Padahal Hani memberikan uang senilai dua ratus ribu kepada Raya untuk bekal ongkos nantinya.

Dengan cepat Wati mengambil uang yang disodorkan Raya. "Lumayan juga, sehari dapat dua ratus ribu. Uang ini biar Mama yang simpan." Wanita paruh baya itu kemudian berlalu usai mengambil uang Raya.

Ingin sekali Raya protes, tapi apalah daya, dia tak memiliki kekuatan di rumah Wati.

Dalam sujudnya ia selalu berharap, semoga bisa lepas dari keluarga Raihan. Semoga ia bisa pergi sejauh mungkin, melupakan luka pahit yang Raihan berikan padanya.

Ketika pukul sebelas malam, Raya terbangun karena sebuah mimpi buruk. Ia bangkit dari tempat tidur lalu berjalan menuju toilet. Namun tiba-tiba langkahnya tertahan di dekat kamar Winda.

Samar-samar Raya mendengar suara berbincang dari dalam kamar Winda. Karena penasaran, ia kemudian menempelkan telinganya pada pintu kamar Winda.

"Uang kita sudah banyak, Ma. Seratus juta ini." Suara semringah Winda terdengar jelas di telinga Raya.

"Ini baru tiga Minggu, Win. Bagaimana kalau sebulan, dua bulan. Kita bakal jadi miliarder." Suara Wati menimpali di dalam sana.

Apa yang mereka bicarakan? Raya kian penasaran.

"Hutang-hutang aku pun bakal lunas, Ma. Pokoknya Mama jangan biarkan Raya kemana-mana. ASI-nya itu adalah berlian bagi kita. Kita bisa jadi konglomerat."

Degh!

Apa! ASI? Raya kian tercengang begitu Winda menyebut namanya. 'Jangan-jangan, selama ini mereka menjual ASI-ku?' gumam raya dalam hati.

Raya berjalan mundur, mulai menjauhi kamar Winda. Dadanya bergetar lesu. Mengapa masih ada manusia sekejam Wati dan Winda di dunia ini.

Prang!

Raya tak sengaja menyenggol vas bunga di atas meja.

"Hei! Siapa itu?" Dari dalam kamar Winda, suara Wati berteriak.

Gegas, Raya berlari kembali ke kamarnya. Ia mengunci diri di sana. Gemuruh di dalam dada kian keras. Ia takut ketahuan oleh Wati. Bisa bahaya kalau mertuanya itu melihatnya barusan.

"Vas bunganya pecah, Ma." Winda terkejut setelah mendapati vas bunga itu pecah. Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Tak ditemukan siapa pun di sana.

"Jangan-jangan ada maling?" tebak Winda.

"Tidak mungkin. Semua pintu sudah dikunci. "Jangan-jangan Raya keluar kamar." Insting Wati langsung tertuju pada Raya.

Gegas Wati menuju kamar Raya. Ia mengetuk pintu kamar Raya cukup keras.

Tok tok tok!

"Raya! Buka pintunya!"

Hening, tak ada suara di kamar Raya. Wanita berbulu mata lentik itu sepertinya berpura-pura kembali tidur.

"Raya, buka! Atau Mama akan dobrak pintunya." Suara Wati lebih keras lagi memanggil.

"I-iya, Ma." Raya terpaksa menyahut. Tangannya gemetar. Ia tak bisa menyembunyikan rasa takutnya.

Ceklek.

"Ada apa, Ma?" Raya menyipitkan kelopak mata, agar terlihat seperti baru saja bangun.

"Siapa yang pecahkan vas bunga?" Wati langsung menginterogasi.

Raya pun langsung menggelengkan kepala. "Tidak tahu, Ma. Aku sedang tidur," elaknya.

"Jangan bohong, Raya!" Kedua manik Wati nampak membulat sempurna. "Kamu menguping pembicaraan Mama dan Winda. Ngaku, Raya!" tekannya.

"Tidak, Ma. Sungguh, aku sedang tidur." Raya berusaha meyakinkan.

Namun sepertinya Wati tidak percaya. Ia langsung masuk ke kamar Raya, menjarah seisi kamar itu. Wati pun mengambil ponsel Raya.

"Kembalikan handphone-ku, Ma." Raya pun tak terima ketika ponselnya diambil. Itu adalah benda satu-satunya untuk berkomunikasi dengan Hani nantinya.

"Kamu selalu saja membuat masalah. Mama akan sita handphone kamu dalam beberapa hari." Setelah itu, Wati mengunci jendela kamar Raya dari dalam, diambil kuncinya dan disimpan. Wati juga mengurung Raya di kamar, agar tidak kabur lagi. Wati melakukan itu, agar Raya tidak kemana-mana lagi.

"Ma, jangan lakukan ini." Raya mengiba dari dalam kamar yang sudah dikunci Wati.

"Maaf, Raya. Itulah akibatnya kalau menantu sering berulah. Sudah Mama katakan, jangan buat Mama marah. Tapi kamu tidak paham itu."

***

Hari ini sebagai mana biasanya, Aditya akan bertemu Winda di tempat biasa, di kafe dekat kantor. Hampir satu bulan mendapat ASI dari Winda membuat kondisi bayi Fatih benar-benar pulih. Aditya sangat bahagia melihat berat badan anaknya yang semakin bertambah, itu semua berkat ASI yang diberikan Winda setiap hari.

"Hari ini saya membawa enam botol, Pak." Winda menyodorkan ASI yang telah diperas Raya pagi tadi kepada Aditya Fadillah—pimpinan perusahaan fadillah group. Winda masih berpura-pura menjadi Raya—sang pemilik ASI yang sebenarnya.

"Terima kasih banyak, Raya. Kamu telah menyelamatkan nyawa anak saya," ucapnya pada Winda yang selama ini masih disangka Raya. "Bolehkah saya meminta satu hal?" imbuhnya.

"Tentu saja boleh, Pak. Katakan saja." jawab Winda nampak semringah. Bagaimana tidak semringah, ia sedang berbicara dengan pria tampan kaya raya. Winda bahkan mulai jatuh hati padanya.

"Jika bersedia, ibu saya ingin bertemu dengan kamu," pinta Aditya Fadillah.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Bukan Ibu Susu Palsu   96 Bahagia Yang Sebenarnya

    Raya kini sudah berganti pakaian dengan lingerie berwarna merah muda pemberian Aditya. Tapi dia kembali memakai pakaian piyama menutupi lingerinya yang seksi. "Loh kok malah pakai piyama?" Aditya mengerutkan keningnya ketika melihat Raya keluar dari kamar mandi."Saya pakai lingerie kok, tapi di dalam piyama." Raya menjawab sambil menahan senyumnya. Aditya pun menepuk keningnya sendiri. Padahal ia menginginkan Raya keluar dengan lingeri seksinya tanpa sehelai pakaian yang menutupi tubuh."Saya malu, Pak." Raya menggaruk kening yang tak gatal."Ya sudah. Sini." Aditya menepuk kasur, memberikan kode agar Raya segera duduk di sampingnya.Dengan langkah yang cukup pelan, Raya berjalan mendekati Aditya. Dia duduk di samping Aditya sebagaimana perintah barusan. Tubuh Raya tercium aroma sangat wangi, itu karena Raya sudah mempersiapkan tubuhnya, khusus untuk suaminya malam ini. Suruh area tubuh Raya sudah memakai lotion dan pewangi, termasuk rambutnya yang digerai dan tercium aroma wangi

  • Bukan Ibu Susu Palsu   95 Lanjut Malam Kedua

    Fatih terbangun dari tidurnya. Sontak Raya dan Aditya terperanjat saling menjauh. "Fatih!" Raya segera menghampiri Fatih di tempat tidur. Dia juga segera membuatkan susu untuk Fatih, lalu menina bobokannya kembali. Sebenernya Raya ingin tertawa mengingat kejadian lucu barusan. Namun dengan susah payah, tawa itu ditahannya.Sungguh konyol. Bisa-bisanya mereka melupakan keberadaan Fatih di kamar itu.Sudah 1 tahun lebih Aditya menduda, wajar saja jikalau dia tidak bisa membendung hasratnya. Lagi pula sekarang mereka sudah sah kok. Memadu kasih di malam pertama sudah gagal. Pagi ini Aditya bangun dari tidurnya dengan raut wajah sedikit lesu. "Pengantin kok lesu begitu, kecapean yah gara-gara semalam?" Aditya yang baru saja tiba di ruang makan, tersipu saat mendengar kalimat yang diucapkan oleh Anita kepadanya. "Mamah, apaan sih." Aditya menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Nggak usah malu-malu begitu kali, Mamah juga paham, namanya juga pengantin baru."Aditya hanya mengulum senyu

  • Bukan Ibu Susu Palsu   94 Gagal Malam Pertama

    "Ehh sutt!" Raya meluruskan jari telunjuknya tepat di depan bibir Aditya, sebagai kode agar Aditya tidak melanjutkan kalimatnya. Dia juga mengerjapkan matanya agar Aditya paham. Aditya menggaruk kepala yang tak gatal. Dia manggut-manggut kemudian merebahkan tubuhnya di atas sofa yang berada tak jauh dari tempat tidurnya. Aditya melihat Raya menina bobokan Fatih. Namun anak laki-lakinya itu nampak tidak bisa langsung tidur untuk malam ini. Fatih terlihat memeluk erat Raya, seperti takut ditinggalkan. "Bubu jangan ke mana-mana," pintanya."Iya, Sayang. Bubu tidak akan kemana-mana kok. Kita tidur bersama di sini ya," balas Raya dengan suara lembutnya. Sebelah tangan terlihat menepuk-nepuk paha Fatih dengan pelan, begitulah Raya saat hendak menina bobokan Fatih. Aditya memandang Raya dari atas sofa, sambil melayangkan senyuman. Tatapan Aditya nyatanya membuat Raya tersipu malu. Wanita berbulu mata lentik itu menjadi salah tingkah. Jarum pada benda bundar yang menempel di dinding kam

  • Bukan Ibu Susu Palsu   93 Menikah

    Aditya segera menepikan kendaraannya.Memilukan, bener dugaan Raya, korban kecelakaan yang tewas di tempat itu adalah Raihan—mantan suaminya.Nyawa Raihan sudah tidak tertolong lagi. Di lokasi kejadian Raihan sudah tak bernyawa. Raya ingin sekali membantu, tapi dia tidak memiliki kuasa. Raya hanya memerintahkan pada seseorang untuk mengurus jenazah Raihan.Raya tidak pernah menyangka kalau Raihan akan pergi meninggalkan dunia secepat itu. Sebagai mantan istri, Raya hanya bisa mendoakan, semoga Raihan pergi dengan tenang. ***Kehidupan yang Raya rasakan saat ini seperti berbanding terbalik dengan sebelumnya. Saat ini dia tengah dikelilingi orang-orang yang baik. Calon mertua yang baik, dan juga termasuk calon suami yang baik. Raya juga sudah bertemu dengan kakak angkat, beserta keluarganya yang baik. "Ya Tuhan, betapa besar nikmat yang telah Engkau berikan kepada hamba. Jadikanlah hamba manusia yang selalu bersyukur kepada-Mu. Berkahkanlah hidup hamba, Ya Tuhan." Di sepertiga malam,

  • Bukan Ibu Susu Palsu   92 Akhirnya Direstui

    Tidak lama setelah Aditya menelepon, Rahmat Hidayat tiba di kediaman Fadillah dengan waktu yang begitu cepat. Pria paruh baya yang berasal dari Kalimantan itu terlihat masuk ke ruang tamu dan bersalaman dengan semuanya. Kedatangan Rahmat Hidayat membuat orang tua almarhum Sarah tercengang. Papahnya Sarah sangat tahu betul profil Rahmat Hidayat, pemilik perusahaan batubara yang sangat terkenal. Papanya salah berpikir, mungkin kedatangan Rahmat Hidayat karena sebagai partner bisnis dengan Fadillah group."Maaf telah mengganggu Pak Rahmat. Tapi tujuan Saya memanggil Pak Rahmat ke rumah ini, karena ada hal penting yang harus Pak Rahmat jelaskan kepada mertua saya," tutur Aditya dengan sopan kepada Rahmat Hidayat yang baru saja duduk di sofa yang berada di sampingnya. "Katakan saja, apa yang bisa saya bantu. Saya akan membantu Pak Aditya sebisa mungkin, kalaupun saya tidak bisa, akan saya usahakan." Rahmat berbicara dengan yakin. "Pak Rahmat, perkenalkan ini adalah mertua saya." Adity

  • Bukan Ibu Susu Palsu   91 Memilihnya

    Raya mematung dalam beberapa menit. Dadanya kembang kempis menahan perasaan sedih. Bibirnya nampak bergetar. Raya menatap ke arah Rahmat—sang kakak angkat yang sedari dulu sangat ia rindukan. Raya hafal betul mengenai watak dan sifat Rahmat dari dulu yang selalu baik kepadanya, tapi Raya juga merasa tidak akan pernah tega untuk meninggalkan Fatih—anak yang dia sayangi sejak lahir. "Saya tidak akan memaksakan kehendak, Raya. Tujuan Saya mencari kamu adalah ingin membahagiakan kamu. Karena kamu adalah adik saya. Jika ikut dengan saya hanya menambah beban dan kesedihan, maka jangan lakukan." Rahmat bersuara ketika Raya terlihat bimbang.Setelah itu Raya melihat ke arah Aditya. Ditatapnya sang presdir tampan itu. "Saya juga tidak akan memaksakan kehendak. Lakukan apapun yang membuat kamu bahagia. Karena itu adalah yang paling utama." Aditya berbicara kepada Raya sambil berkaca-kaca. Tidak bisa dipungkiri, jauh dari lubuk hatinya dia merasa sangat takut kehilangan Raya.Tidak lama kemudi

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status