Raya terkejut. "Itu daerah saya, Pak."Aditya sampai menaikkan kedua alisnya. "Oh ya! Saya pikir kamu tinggal di daerah dekat rumah mertua kamu," balasnya. "Dulu waktu saya masih kecil banget, saya dan orang tua saya tinggal di daerah kecamatan nanggung yang berada di Bogor Barat. Saya adalah anak tunggal, tapi dulu saya punya kakak angkat." Raya menjelaskan. "Berarti kamu bisa bantu saya untuk mencari orang tua yang tengah dicari oleh Pak Rahmat," ajak Aditya. "Saya sih bersedia untuk membantu, tapi kalau Fatih terlalu sering ditinggal-tinggal kasihan juga. Apalagi besok lusa saya akan melakukan perawatan kembali ke dokter," kata Raya."Oh iya, kasihan juga Fatih kalau terlalu sering ditinggal. Ya sudah tidak apa-apa, kamu tetap di rumah ya. Saya pergi bersama Pak Rahmat hari ini. Jaga diri baik-baik, jaga Fatih juga ya." Aditya terlihat mengangkat sebelah tangan kanannya, diusapnya pucuk rambut Raya dengan lembut. Duda tampan itu juga terlihat mengukir senyum manis kepada Raya.P
"Maaf saya tidak pernah berniat untuk menghina Anda ataupun siapapun. Saya tidak punya waktu untuk menghina siapapun. Ini hanya belas kasihan untuk Anda. Anda pulang dan beristirahatlah di rumah." Tak mau menunda waktu, Aditya langsung menaruh beberapa lembar uang kertas berwarna merah di atas pangkuan Raihan. Di waktu yang bersamaan, taksi online yang telah dipesan Aditya sudah tiba di depannya. "Permisi, Pak. Atas nama Pak Aditya Fadillah?" Driver taksi online bertanya kepada Aditya. "Ya, benar. Tolong antarkan orang ini ke rumahnya. Bantu dia masuk ke dalam taksi Anda," kata Aditya kepada driver taksi online. "Baik, Pak." Driver taksi online langsung melaksanakan perintah dari Aditya.Raya yang sedari tadi melihat kondisi keadaan Raihan dari dalam mobil, merasa teriris hatinya. Nyatanya saat ini Raihan sudah terlihat kesulitan untuk berjalan sehingga menggunakan kursi roda. Raya juga melihat, driver taksi online terlihat kesulitan saat memasukkan Raihan ke dalam taksinya. 'Ya
Tapi begitu Raya membuka pashmina yang menutupi wajahnya, seketika Fatih terkejut.Bola mata Fatih nampak membulat sempurna saat melihat wajah Raya. "Bubu..." Volume suaranya perlahan mengecil. Sementara kedua tangan Fatih terlihat memeluk Anita di sampingnya. Seperti Tengah berlindung dari rasa takut."Sayang, itu Bubu. Wajah Bubu sakit, Terluka, harus diobati sama dokter. Nanti kita ke dokter bareng-bareng ya, obati wajah Bubu yang sakit." Anita berbicara begitu pelan kepada Fatih. Wanita paruh banyak itu berusaha menjelaskan dengan pelan-pelan dengan memakai gaya bahasa anak-anak, agar Fatih bisa memahami."Bubu, sakit?" Perlahan Fatih mulai melepaskan pelukannya dari Anita. Anak laki-laki itu mulai berjalan mendekati Raya. Raya tidak pernah menyangka, Fatih benar-benar mendekatinya kemudian mengelus kedua belah pipinya. "Bubu, sakit?" Anak tunggal Aditya itu bertanya dengan raut wajah penasaran kepada Raya. Raya pun segera menganggukan kepalanya dengan pelan. "Iya, Fatih Sayang
3 hari setelah insiden penyiraman minyak panas kepada wajah Raya. Hari ini Raya diantar oleh Aditya untuk pergi ke rumah sakit guna mengecek wajahnya."Bagaimana kalau wajah saya menjadi cacat?" desis Raya ketika di dalam mobil menuju rumah sakit. "Jangan bicara seperti itu, Raya. Pasti akan ada obat untuk menyembuhkan setiap luka," bantah Aditya segera. Nampaknya Aditya tidak mau kalau sampai Raya bersedih. Ketika telah sampai di rumah sakit, di sana perban yang melilit wajah Raya mulai dibuka oleh petugas medis.Seketika Raya terkejut ketika melihat wajahnya melalui pantulan cermin. "Ya Tuhan!" Bekas luka bakar di pipi Raya terlihat jelas. Bukan hanya di bagian dua sisi, pada hidung Raya juga terdapat luka bakar. Warna kulit pada wajah Raya menjadi berubah belang, keriput dan banyak totol berwarna putih bagaikan telur. Seketika air mata Raya menetes karena bersedih. Dia menggelengkan kepalanya. Semakin tidak pantas saja dia berdampingan dengan Aditya. Raya semakin merasa tidak p
"Semoga saja wajah si Raya menjadi busuk!" Selin yang kini berada di bandara nampak tertawa puas. Wanita muda itu akan pergi ke luar kota untuk bersembunyi sekaligus liburan. Tak ada rasa bersalah dalam hatinya, padahal sudah melukai wajah Raya. Dia malah terlihat senang karena berhasil melukai wajah Raya. Dia malah berharap semoga wajah Raya rusak dak Aditya tak jadi menikah dengan Raya.Selin masih menunggu jadwal penerbangan. Dia berangkat lebih awal karena mengincar dari pencarian Aditya.Tidak lama ponsel Selin berdering. Panggilan masuk dari mamahnya. Terpaksa Selin menjawab telepon agar mamahnya tidak khawatir."Iya, Mah. Aku akan pergi liburan bersama teman-teman, mamah jangan khawatir." Selin langsung menjelaskan pada mamahnya tanpa jeda begitu benda pipih miliknya ia tempelken pada telinga."Bukan tentang liburan, Selin. Aditya akan melaporkan kamu ke polisi," lapor ibunya Selin dari dalam telepon."Apa!" Bola mata Selin sampai terbelalak. "Mamah jangan bercanda deh," imbuhn
Mendengar suara Raya berteriak dari arah dapur, serentak Aditya dan Anita terkejut. Mereka segera beranjak dari tempat duduk, berlarian menuju sumber suara Raya menjerit meminta tolong."Aww!!!" pekik suara jeritan Raya semakin keras. "Tolong!" teriak Raya kemudian.Ketika Aditya dan Anita telah sampai di ruang dapur, dia melihat Raya menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan sambil merintih kesakitan. "Ada apa ini?" Aditya menjadi tegang kemudian bertanya kepada Selin dan pembantunya yang masih berdiri sedikit menjauh dari Raya."Dia kecelakaan," jawab Selin beralasan. Wajahnya menjadi terlihat gugup, dia tidak berniat untuk melakukan itu. Semuanya terjadi begitu saja, cepat dan spontan. Aditya tak bergeming, segera mendekati Raya yang tengah merintih kesakitan. Begitu Aditya membuka telapak tangan Raya yang menutupi wajah, sontak dia terkejut. Wajah Raya sudah memerah, akibat terbakar oleh minyak panas yang mengenai wajahnya. "Ya Tuhan!" "Kenapa bisa terjadi seperti ini?" Ta
Dalam perjalanan menuju kediaman orang tua Sarah, perasaan Aditya sebenarnya merasa tidak enak hati, seperti ada firasat sesuatu yang buruk akan terjadi. Dia sangat khawatir kalau orang tua Sarah akan menolak niatnya. Tapi Aditya harus berusaha. Apapun hasilnya nanti, dia akan tetap memperjuangkan Raya.Kendaraan roda empat mewah milik Aditya sudah sampai di depan rumah orang tua Sarah dan Selin. Semuanya segera keluar dari mobil.Ketika sudah berada di depan pintu utama, Aditya tidak perlu menekan bell. Seorang pembantu rumah tangga di kediaman mewah milik orang tua Sarah, sudah mengetahui kedatangan Aditya. Wanita berseragam pembantu itu segera membuka pintu utama. "Apakah Ibu dan Bapak ada di rumah?" Aditya bertanya kepada pembantu rumah tangga itu."Ada, Tuan. Mari, silahkan masuk." Dengan ramah pembantu rumah tangga itu mempersilahkan Aditya dan keluarganya untuk masuk. Setelah Aditya, Anita dan juga Raya yang masih menggendong Fatih duduk di sofa yang berada di ruang tamu, or
"Jadi apa jawabannya?" Aditya yang sudah penasaran tidak bisa menahan pertanyaannya."Apakah kamu bersedia menikah dengan saya?" Dengan isi dada yang menggebu-gebu, Aditya bertanya lagi untuk memastikan. Sementara dengan Raya, lidahnya terasa berat untuk berucap. Dia masih mematung dalam beberapa detik. Bola matanya bahkan terlihat masih berkaca-kaca, dia ingin menangis tapi bukan bersedih. "Apa jawabannya, Raya?" Aditya sampai bertanya lagi untuk yang kesekian kalinya. Hingga Raya akhirnya menganggukan kepalanya. Aditya terperangah. "Apa itu artinya kamu bersedia menikah dengan saya?" "Iya, Pak." Dengan penuh keyakinan Raya menjawab sambil mengganggukan kepalanya.Aditya menghala nafas lega. Dua sudut bibirnya nampak tertarik ke samping. Duda tampan itu terlihat sangat bahagia. "Terima kasih atas kepercayaan kamu kepada saya," ucapnya terharu. "Saya yang harusnya berterima kasih pada Pak Aditya, saya ini hanya wanita biasa yang jauh dari kata istimewa. Bahkan tidak sekufu denga
Beberapa hari berlalu, Aditya kembali menemui Raya. "Saya ingin bicara sangat penting." Di ruang dapur setelah selesai mencuci tangan, Raya membeliak terkejut mendengar suara Aditya. "Silahkan, Pak," balasnya dengan terbuka. "Tapi tidak di sini, saya ingin bicara serius dengan kamu di tempat yang lain."Raya tidak bisa menolak, dia segera mengikuti langkah Aditya di belakang."Tunggu sebentar, Pak." Raya menahan langkah Aditya ketika telah sampai di pintu utama."Kenapa?" Aditya menjeda langkahnya. "Bolehkah saya mengajak Fatih? Saya khawatir Fatih menangis seperti tempo lalu. Saya tidak bisa meninggalkannya terlalu lama," pinta Raya.Aditya mematung dalam beberapa detik kemudian ia menganggukan kepalanya. "Boleh," jawabnya akhirnya. Raya pun menyeringai senang. Dia segera meminta izin kepada Anita. Setelah mengantongi izin, Raya pun segera menggendong Fatih.Kebetulan hari ini memang hari minggu, Mereka terlihat seperti keluarga kecil yang hendak piknik."Semoga jalan-jalannya me