Share

Bukan Indahnya Berbagi
Bukan Indahnya Berbagi
Author: Mahaya Liliana

Bab 1 (Fatma)

last update Last Updated: 2023-03-06 10:23:02

Demi Allah yang menciptakan ruh beserta udara yang mengiringi deru nafas ini, aku sangat beruntung menjadi perempuan yang memiliki suami penyayang. Denyut jantung janin di rahimku inilah buah cinta kasih sayangnya. Bayi yang kukandung sudah mulai memasuki bulan ke sembilan, senyum bahagia tiada tara tak bisa berhenti di wajahku. 

'Fatma' begitu Ia memanggilku, suaranya begitu lembut saat menyebut namaku. Satu tahun yang lalu aku telah resmi bersanding dengan Mas Rizki, Nahru Rizki Budiman. Aku mengenalnya saat Ia berkunjung ke rumah orangtuaku untuk melamarku.

Aku menyibakkan tirai jendela yang menghalangi sinar mentari pagi, dalam sekejap cahaya oranye melesat menembus ruang tengah. 

Drrrrt

Getar handphone terdengar dari meja di belakangku, handphone Mas Rizki tertinggal. Tadi pagi Mas Rizki memang tergesa-gesa saat bersiap-siap menuju kantornya. Perlahan, aku melangkah menuju meja di mana handphone itu berada. Perutku yang sudah membesar, membuat pergerakanku tidak selincah sebelumnya.

Sepertinya handphone Mas Rizki tidak dikunci, ada chat W******p yang masuk. 'Fani' begitu nama kontaknya. Siapa itu Fani? Aku mengetuk pesannya,

"Daddy lagi sibuk enggak?"

Hah, Daddy? 

Tendangan kecil dari pangeranku membuat tanganku beralih untuk mengelusnya. Aku mendaratkan tubuhku ke kursi dan terus mengelusnya. "Pangeranku, Bunda di sini. Bunda bersamamu, Nak."

Sembari menyandarkan punggungku, aku membuka WhatssApp di handphone Mas Rizki. Ini mungkin terlihat lancang, namun rasa penasaranku mengalahkan segalanya. Sesekali, aku menghirup dan menghembuskan nafasku untuk mengumpulkan konsentrasiku.

Rupanya si Fani sudah lama chatting dengan suamiku, jejak chattingnya sudah sangat panjang. Aku membaca percakapan di chatting ini, chatting suamiku dengan wanita ini. Hari kemarin,

"Iya, Dad. Udah habis yang kemarin, ini sabun cuci muka juga habis."

"Boros ya? Cepat banget habisnya,"

"Hmmm. Kalau Daddy nggak mau ngasih juga nggak apa-apa, kok. Tapi jangan harap buat ketemu aku lagi,"

"Fan?"

"Aku cuma mau sama yang ada aja, Dad. Hidup ini nggak ada yang gratis."

"Lho, sebentar-sebentar. Maunya gimana, Fani Sayang?"

"Kalau Dad mau gratis, ya sudah tuh garap istri Dad yang lagi bunting. Emang enak sama orang bunting?!"

Apa? Astaghfirullah.

Astaghfirullah Ya Allah.

Jadi, selama ini Mas Rizki main-main di belakangku?

Degup jantungku bertambah kencang. Mataku terasa panas dan pedas, pandanganku sedikit kabur. Bibirku bergetar dan aku berusaha melafalkan istighfar berkali-kali. Apakah ini nyata, apakah benar Mas Rizki bermain di belakangku?

"Fatma, kendalikan dirimu. Bayimu lebih penting," bisik dewi batinku.

Aku meng-export pesan ini ke nomorku. Aku harus membaca semua percakapan suamiku dengan wanita asing ini. Semoga ini hanya prasangkaku saja. Semoga prasangkaku tidak benar. 

Sakit hati dan kecewa semakin kurasakan saat aku membaca semua percakapan antara wanita ini dengan suamiku. Aku tidak mengenal wanita ini, tapi rupanya Ia memang nekat mendekati laki-laki yang sudah jelas memiliki isteri dan sedang mengandung.

Aku memiliki praduga bahwa anak ini masih mengenyam pendidikan karena beberapa kali Ia menagih tambahan jatah untuk menge-print dan fotocopy. Jatah macam apa yang diberikan Mas Rizki kepadanya? Mengapa Kau bersikap begitu, Mas? Isteri di rumah diberi uang pas-pasan hanya untuk keperluan sehari-hari, tapi ternyata hartamu disetorkan ke wanita lain yang entah siapa.

"Mas, bagaimana kerjaan di kantor?" sapaku saat Ia sudah menanggalkan kemeja kerjanya.

"Baik-baik saja," sahutnya dengan nada biasa tanpa menatapku.

"Mas juga baik-baik saja?" Lanjutku. Ia menoleh dan menatapku sejenak. 

"Kau lihat sendiri, Fatma. Aku baik-baik saja," ucapnya kemudian.

"Syukurlah. Mas tolong jaga kesehatan ya, kalau bisa jangan lembur terus. Anak kita sudah mulai masuk bulan sembilan," ucapku dengan berat. Aku ingin sekali berterus terang menanyakan tentang Fani dan hubungannya. Namun, kuurungkan. 

*** 

Perselisihan berawal ketika aku menyampaikan apa yang sebenarnya kurasakan, Mas Rizki mengelak dan menyangkal ucapanku. Ia juga menuduhku hanya mencari gara-gara agar diberi perhatian lebih.

"Jujur, aku terkejut waktu nggak sengaja membuka handphone-nya Mas Rizki waktu itu. Siapa Fani itu, Mas? Selingkuhanmu?"

"Hah? Selingkuhan? Yang benar saja Kau, Fat. Untuk apa aku berpaling darimu sementara urusanku hanya kamu dan pekerjaan kantor," jawabnya setelah sempat terkejut selama beberapa detik.

"Kalau begitu, Mas ke mana saja setelah pulang kantor? Kenapa harus pulang telat terus?" 

"Aku lembur, Fat," jawabnya singkat.

"Apa setiap hari harus lembur?" 

"Tidak,"

"Lalu ke mana?"

"Kalau kamu memang butuh perhatianku mengapa harus menuduhku selingkuh segala, Fatma?"

"Mas! Aku memang butuh perhatianmu karena aku isterimu, tapi perasaanku terlanjur hancur setelah mengerti apa yang Mas Rizki lakukan di belakangku," tanggapku.

"Aku tidak selingkuh, Fatma!"

"Tapi chat itu…."

"Itu hanya chat biasa. Kami sesama rekan kerja sudah biasa chatting seperti itu," potong Mas Rizki.

"Baiklah kalau begitu, aku hargai pengakuan Mas Rizki walau aku belum sepenuhnya percaya. Hati siapa yang tak sakit ketika dibohongi dan diduakan di belakang, Mas?"

"Terserah, aku lelah Fat. Yang penting aku tidak selingkuh seperti tuduhanmu," ucapnya.

Aku kembali ke kamarku dengan perasaan campur aduk. Pengalamanku yang sangat hijau mengenai rasa cinta dan kehidupan keluarga, membuatku terlalu banyak berpikir ketika terbesit dalam benakku untuk mengusut siapa sebenarnya Fani.

Kondisi kandunganku yang kian membesar mungkin lebih baik untuk kupikirkan dari pada si Fani itu. Namun di sisi lain, aku merasa ada sesuatu yang disembunyikan Mas Rizki dariku.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Pipit Pitriyana
🥹🥹🥹🥹🥹
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Bukan Indahnya Berbagi   Bab 100 (Rizki) TAMAT

    "Masya Alloh, di sini kelihatannya terik banget dan gersang tetapi tetap adem," gumam Rizki. "Kuasa Alloh, Pak. Tumbuh-tumbuhan juga tetap subur di sini," tanggap Ustadzah Muniroh. Mereka terus berjalan menyusuri jalanan Kota Tarim yang kanan kirinya sudah penuh dengan bangunan bertingkat. Gedung-gedung tersebut mayoritas adalah tempat tinggal penduduk dan tempat menuntut ilmu. Masjid-masjid tersebar sangat banyak di penjuru kota, tetapi selalu ramai oleh jamaah. "Walaupun ada pasar dan tempat-tempat belanja tapi nggak ada yang ngiklan pakai joget-joget dan nyanyi-nyanyi. Tapi tetap laku, kenapa ya, Ustadzah?""Ya, itu 'kan budaya kita. Tapi Pak Rizki 'kan tahu kalau di Tarim hampir semua orang ahli ibadah dan sangat taat. Mereka selalu menghindari hal yang makruh, apalagi haram. Musik di sini hukumnya makruh, Pak," ucap Ustadzah Muniroh. "Oh iya ya." Rizki takjub dan bersyukur bisa menemukan tempat seperti ini, suasananya sangat berbeda dengan kehidupan pribadinya. Sejenak, ia me

  • Bukan Indahnya Berbagi   Bab 99 (Febi)

    Suara deru truk terdengar dari pintu gerbang samping, beberapa pegawai yang bertugas di gudang keluar termasuk Febi. Saat truk itu berhenti di depan pintu gudang, betapa terkejutnya Febi karena sang sopir ternyata adalah Hilal. Ia memang tahu bahwa lelaki itu kini bekerja di perusahaan milik Pak Rizki, tetapi mengapa harus lelaki itu yang mengantar barang sekarang?Para lelaki pengangkut barang membongkar setelah Hilal melakukan konfirmasi ke supervisor. Saat barang-barang itu dibongkar, Febi tak bisa mengelak lelaki itu mendekatinya. "Selamat ya, samawa," ucap Hilal padanya singkat."Hah?" Febi mengerutkan dahi, yang baru saja menjadi pengantin adalah Pak Rizki dan Ustadzah Muniroh. Namun, Hilal tiba-tiba mengucapkan selamat dengan setengah hati padanya. "Harus banget ya, gue tahu dari orang lain? Dari medsos pula," ucap Hilal. Seketika Febi baru ingat bahwa Mas Alvian memang meng-upload foto-foto pre-weddingnya. Hilal pasti sudah tahu karena kemungkinan besar lelaki itu selalu me

  • Bukan Indahnya Berbagi   Bab 98 (Hikam)

    Hikam mengembuskan napas, ia memijit pelipisnya. Ia ingin sekali saja memiliki hidup yang damai seperti dulu. Namun, kini ia sudah merasakan sendiri bahwa berpoligami tidak lah seperti di dalam dongeng. Masalah demi masalah datang saling bergantian seperti tidak akan ada habisnya. Hikam menyambar kunci mobil dan bergegas memanaskan mesinnya, ia akan menjemput istri keduanya di rumah mertuanya. Berkat banyaknya teman yang ia kenal, ia bisa tahu bahwa mobil Putri terdeteksi melewati sebuah jalan tol menuju kota kelahirannya. "Hallo, Put. Assalamu'alaikum," sapa Hikam sembari menyetir mobilnya setelah mencoba menelpon berkali-kali. "Wa'alaikumsalam," jawab Putri tanpa sepatah kata pun setelahnya."Kabarin Mama ya, aku mau datang." Hikam langsung to the point mengabarkan perjalannya. Tak ada jawaban dari Putri, mungkin wanita itu terkejut. "Mas Hikam lagi ke sini? Aku juga lagi di jalan, Mas. Ini lagi balik," ucap Putri membuat Hikam sontak mengerutkan dahinya. "Lho, lagi di jalan ju

  • Bukan Indahnya Berbagi   Bab 97 (Salis)

    Akad nikah di rumah orangtua Muniroh berlangsung lancar, Salis dapat melihat jelas wajah-wajah sumringah keluarga teman dekatnya. Abah dan Ummi juga tidak henti-hentinya mengucapkan syukur karena akhirnya putra mereka menemukan sandaran hatinya kembali."Mohon maaf, Bapak Ibu. Yang masuk mobil hanya pengantin dan pendamping, nggih. Kita sudah ada bus yang juga nyaman yang bisa bawa Bapak Ibu sekalian," ucap Hikam dengan ramah saat mereka akan berangkat acara unduh menantu. Para kerabat dan tetangga yang tadinya berebut ingin masuk mobil pun menyahut mengerti."Pakai motor sendiri juga boleh kalau khawatir mabuk kendaraan," sambung paman Muniroh membantu Hikam menertibkan para pengiring pengantin.Ballroom telah disulap demi menyambut sepasang pengantin baru, ribuan tangkai bunga menghiasi ruangan dan menambah semerbak wangi. Musik gambus ala padang pasir beralun merdu saat Ustadzah Muniroh dan Rizki berjalan bergandengan menuju panggung pelaminan. Salis tersenyum haru, Ustadzah Munir

  • Bukan Indahnya Berbagi   Bab 96 (Putri)

    Air mata tak bisa dibendung sepanjang perjalanan, Putri telah memutuskan untuk meninggalkan kota tempat tinggal yang membesarkan namanya. Di sampingnya, Fadhil tertidur pulas sehingga ia bisa menyetir tanpa terganggu. Dalam hati kecilnya, ia sangat berharap keluarga orangtuanya masih sudi menerimanya kembali. Pertengkarannya dengan Mas Hikam maupun dengan madunya sangat membuat perasaan Putri seperti teriris-iris. Ia merasa di dunia ini tak ada yang sudi melindunginya. Sampai saat ini, Hikam pun belum menghubunginya sama sekali. Ia tahu bahwa lelaki itu memiliki kesibukan dan juga keruwetan hidup yang tidak banyak diketahui orang lain. Tapi tetap saja tidak bisa dipungkiri bahwa lelaki itu telah mengabaikan dirinya."Sudah sampai mana, Ketvira?" Suara ibunya di seberang telepon."Sebentar lagi sampai, Ma," sahut Putri. "Oke, Mama masih masak-masak. Kamu nggak usah beli makan di jalan, nanti makan di rumah saja.""Oke, Ma."Putr

  • Bukan Indahnya Berbagi   Bab 95 (Hikam)

    "Riz, jangan lupa Ustadzah Muniroh-nya juga disiapkan." Hikam menepuk pundak Rizki saat mereka bersama-sama memantau persiapan pesta resepsi di sebuah ballroom. "Beres, Mas. Baju untuk akad sama tukang makeup sudah kuantar," jawab Rizki mengacungkan jempolnya."Akomodasi keluarganya untuk ke sini sudah?" tanya Hikam."Oh, belum. PO yang fast respon ada nggak, Mas?" Rizki pun panik, ia benar-benar lupa mengurus perjalanan keluarga calon istrinya. "Ada, ini kartunya. Lumayan mahal ongkosnya tapi ...." Hikam mengeluarkan selembar kartu nama dari dompet. "Tidak apa-apa, yang penting bisa dipakai langsung," sahut Rizki. Salah satu ballroom di sebuah hotel ternama, tengah disulap sedemikian rupa untuk menjadi saksi pernikahan Rizki. Kursi-kursi tamu undangan disiapkan mengitari meja bundar berukuran besar. Panggung pelaminan didekor dengan bunga-bunga beraneka warna. Sound system dipastikan siap digunakan.Dalam hati yang paling dalam, Hikam senang karena akhirnya Rizki menemukan pengga

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status