Share

Bab 2 (Fatma)

last update Last Updated: 2023-03-06 10:24:02

Pagi ini aku memutar otak bagaimana caranya agar bisa mengungkap siapa Fani. Aku men-stalking I*******m Mas Rizki siapa tahu ada akun yang memberiku petunjuk. Namun hasilnya nihil, following I*******m suamiku tak lain hanyalah rekan-rekan kerjanya yang juga ada di list followingku. Lalu dari mana mereka berkenalan?

"Coba cek followersmu, Mbak Fat," saran teman arisanku di grup ibu-ibu arisan. Aku memang mengungkapkan rasa resahku di grup arisan ibu-ibu, grup chat yang juga biasa digunakan sebagai tempat untuk membicarakan urusan perempuan. 

"Benar juga ya, Mbak," tanggapku.

"Iya, cek satu-satu. Kalau ada yang nggak dikenal sama Mbak Fatma, kemungkinan akun itu perlu diawasi," balas yang lain. Kebetulan aku bukanlah perempuan sosialita yang gila sosmed, followersku hanya beberapa.

"Ayo, Mbak. Semangat, jangan menyerah. Dulu Mbak Tiara juga bisa," ujar yang lain.

Beberapa bulan sebelum aku tertimpa ujian ini, teman seusiaku juga pernah mengalami hal yang sama. Tiara, perempuan 27 tahun yang sudah dikaruniai anak tiga pernah menerima perlakuan tidak menyenangkan dari suaminya. Keputusannya untuk menikah muda dan menjalani kehidupan rumah tangga serta memiliki suami yang sudah mapan, tidak lantas membuat hidupnya mulus begitu saja.

Teman-teman arisan membantunya sebisa mungkin, waktu itu aku juga turut andil walaupun usia kandunganku masih terlalu dini. Wanita simpanan suaminya bukanlah orang yang kekurangan materi, Ia wanita karir yang sudah mapan serta berpendidikan. 

Perjuanganku dan teman-temanku tidaklah mudah, selain wanita itu pandai bersilat lidah Ia juga memiliki jabatan yang strategis di tempatnya bekerja. Namun, kami tetap bersikukuh untuk memisahkan hubungan gelap itu. Kasihan Tiara, Ia bukanlah perempuan yang tepat untuk mendapatkan ketidakadilan.

Tiara bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga, Ia mengasuh anak dan mengurus pekerjaan rumah karena suaminya bekerja seharian. Celakanya, kesempatan yang minim untuk berkumpul dengan suaminya justru dimanfaatkan oleh wanita lain. 

"Bagaimana Mbak Fat, nemu akun yang mencurigakan tidak?"

Chat masuk dengan notifikasi yang nyaring mengembalikan konsentrasiku. Aku kembali mengamati satu persatu akun perempuan yang tidak kukenal.

"Ada beberapa sih, tapi semuanya berhijab, kok. Rasanya nggak mungkin ada di antara mereka," balasku dengan emoticon senyum. 

"Lho, dicheck dulu Mbak. Ini kita bukannya suudzon, tapi kritis. Coba profil-profilnya kirim ke sini," balasanku mendapat komentar dengan cepat.

"Mbak Fatma, semangat ya. Saya pernah mengalami hal ini. Rasanya memang berat terutama untuk mengontrol emosi. Apalagi kondisi Mbak Fatma yang sedang mengandung dedek bayi. Jangan menyerah Mbak, kami bantu Mbak Fatma semaksimal mungkin," chat Tiara panjang lebar.

"Iya, makasih Mbak Tir. Nano-nano rasanya, baru kali ini bahagiaku ternodai rasa kecewa, huhu," tanggapku.

Teman-teman arisanku ramai membahas siapa kemungkinan pemilik nama Fani, sementara aku tidak tahu harus berbuat apalagi. Aku hanya mengelus-elus perutku sambil menyimak diskusi mereka. Terpaksa kukirimkan hasil export chat Mas Rizki dengan Fani kepada mereka.

"Kemungkinan dugaanmu kalau anak ini masih sekolah bisa benar, Fat. Dilihat dari bahasanya masih alay-alay gitu,"

"Oh, aku kayaknya tahu drama hubungan apa yang dianut anak ini sama suamimu, Fat. Itu cewek-cewek materialis yang mimpi jadi simpanan orkay,"

"Maksudnya? Apa suamiku juga punya maksud begitu? Ini berarti suamiku punya simpanan?" 

Tak ada yang membalas hampir dalam satu menit. Tiara sedang mengetik, semoga chatku tidak menggugah luka batin masa lalu Tiara yang mungkin sekarang belum sepenuhnya pulih.

"Kubaca-baca di artikel dan di novel-novel memang ada beberapa yang menyuguhkan begitu, Mbak Fat. Selir jaman now," 

Obrolan di chat sedikit bergeser membahas 'selir jaman now a.k.a simpanan' dan bacaan-bacaan yang membahayakan pola pikir perempuan. Ternyata, ada rasa bangga yang dialami sebagian perempuan ketika Ia dimiliki lelaki yang entah sudah menikah atau belum, yang penting mendapat jatah jajan dan naungan seperti halnya seorang isteri.

"Mbak Fat, coba cek semua followermu yang juga follow suamimu selain kami. Tolong yang teliti ya, Mbak. Aku seperti menemukan sesuatu tapi nanti takutnya cuma dugaan," chat yang lain setelah beberapa menit.

Dengan enggan, aku membuka I*******m lagi. Ada satu perempuan yang memang menjadi follower suamiku, tapi bukan bernama Fani. Apakah mungkin nama "Fani" hanya nama samaran yang Ia gunakan dengan suamiku? Aku men-screenshot bukti following-nya karena sudah malas menguras pikiran dan perasaan lagi.

"Nah, yang kutemukan juga itu."

Grup chat kemudian kembali ramai fokus membahas anak itu, mulai dari kemungkinan Ia mengenal suamiku, kemungkinan kota tinggalnya, hingga membahas seragam sekolah yang dikenakan di postingannya.

Aku melihat fotonya, Ia memang cantik. Aku tahu Ia masih belia namun wajahnya begitu terawat dan menggoda. Apakah Engkau Fani yang menggoda suamiku? Ya Alloh, mengapa gadis berjilbab sepertimu mau melakukan itu semua?

Ketika Mas Rizki pulang kerja, kami saling diam. Aku tidak memiliki hasrat untuk menyambut dan menyapa kehadirannya. Aku bukan hal penting bagi Mas Rizki, aku hanya perempuan yang kebetulan berstatus sebagai isterinya. Ternyata, aku bukanlah hal yang utama. Perih rasanya goresan dalam ulu hatiku. Setelah mengetahui ini semua, aku hanya bisa menahan air mataku di depan Mas Rizki.

"Kamu kenapa toh, Fat? Sakit?" Tanya Mas Rizki. Aku hanya menggelengkan kepala.

"Kok nggak masak?" 

Masak? Untuk apa masak jika pada kenyataannya Engkau sudah makan bersama wanita lain di luar sana, Mas?

"Mas, perempuan yang chatting sama Mas Rizki masih sekolah? Apa aku terlalu dewasa untuk menerima ungkapan kasih sayangmu, Mas? Jadi, Engkau mencari wanita yang jauh lebih muda dariku? Atau karena aku sedang hamil jadi Mas Rizki melampiaskan nafsu ke wanita lain?!" Teriakku.

Kepalaku serasa pecah, tidak ada jawaban dari Mas Rizki sama sekali. Aku hanya dianggap sebagai anak kecil yang merajuk, mengapa suamiku begitu bebal pada ucapanku, Ya Alloh?

"Atau jangan-jangan Mas Rizki sudah menikahi anak itu di belakangku diam-diam?"

"Tidak, Fatma! Demi Alloh saya bersumpah, isteriku hanya kamu, aku tidak pernah melakukan ijab qabul pernikahan selain denganmu," sahut Mas Rizki. Suaranya tegas, Ia membawa asma Alloh, Ia bersumpah. Aku terdiam beberapa saat sebelum benakku terus berusaha mengorek apa yang Mas Rizki lakukan di belakangku.

"Berarti benar ada ikatan di luar nikah antara anak yang bernama Fani dengan Mas Rizki?"

*** 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bukan Indahnya Berbagi   Bab 100 (Rizki) TAMAT

    "Masya Alloh, di sini kelihatannya terik banget dan gersang tetapi tetap adem," gumam Rizki. "Kuasa Alloh, Pak. Tumbuh-tumbuhan juga tetap subur di sini," tanggap Ustadzah Muniroh. Mereka terus berjalan menyusuri jalanan Kota Tarim yang kanan kirinya sudah penuh dengan bangunan bertingkat. Gedung-gedung tersebut mayoritas adalah tempat tinggal penduduk dan tempat menuntut ilmu. Masjid-masjid tersebar sangat banyak di penjuru kota, tetapi selalu ramai oleh jamaah. "Walaupun ada pasar dan tempat-tempat belanja tapi nggak ada yang ngiklan pakai joget-joget dan nyanyi-nyanyi. Tapi tetap laku, kenapa ya, Ustadzah?""Ya, itu 'kan budaya kita. Tapi Pak Rizki 'kan tahu kalau di Tarim hampir semua orang ahli ibadah dan sangat taat. Mereka selalu menghindari hal yang makruh, apalagi haram. Musik di sini hukumnya makruh, Pak," ucap Ustadzah Muniroh. "Oh iya ya." Rizki takjub dan bersyukur bisa menemukan tempat seperti ini, suasananya sangat berbeda dengan kehidupan pribadinya. Sejenak, ia me

  • Bukan Indahnya Berbagi   Bab 99 (Febi)

    Suara deru truk terdengar dari pintu gerbang samping, beberapa pegawai yang bertugas di gudang keluar termasuk Febi. Saat truk itu berhenti di depan pintu gudang, betapa terkejutnya Febi karena sang sopir ternyata adalah Hilal. Ia memang tahu bahwa lelaki itu kini bekerja di perusahaan milik Pak Rizki, tetapi mengapa harus lelaki itu yang mengantar barang sekarang?Para lelaki pengangkut barang membongkar setelah Hilal melakukan konfirmasi ke supervisor. Saat barang-barang itu dibongkar, Febi tak bisa mengelak lelaki itu mendekatinya. "Selamat ya, samawa," ucap Hilal padanya singkat."Hah?" Febi mengerutkan dahi, yang baru saja menjadi pengantin adalah Pak Rizki dan Ustadzah Muniroh. Namun, Hilal tiba-tiba mengucapkan selamat dengan setengah hati padanya. "Harus banget ya, gue tahu dari orang lain? Dari medsos pula," ucap Hilal. Seketika Febi baru ingat bahwa Mas Alvian memang meng-upload foto-foto pre-weddingnya. Hilal pasti sudah tahu karena kemungkinan besar lelaki itu selalu me

  • Bukan Indahnya Berbagi   Bab 98 (Hikam)

    Hikam mengembuskan napas, ia memijit pelipisnya. Ia ingin sekali saja memiliki hidup yang damai seperti dulu. Namun, kini ia sudah merasakan sendiri bahwa berpoligami tidak lah seperti di dalam dongeng. Masalah demi masalah datang saling bergantian seperti tidak akan ada habisnya. Hikam menyambar kunci mobil dan bergegas memanaskan mesinnya, ia akan menjemput istri keduanya di rumah mertuanya. Berkat banyaknya teman yang ia kenal, ia bisa tahu bahwa mobil Putri terdeteksi melewati sebuah jalan tol menuju kota kelahirannya. "Hallo, Put. Assalamu'alaikum," sapa Hikam sembari menyetir mobilnya setelah mencoba menelpon berkali-kali. "Wa'alaikumsalam," jawab Putri tanpa sepatah kata pun setelahnya."Kabarin Mama ya, aku mau datang." Hikam langsung to the point mengabarkan perjalannya. Tak ada jawaban dari Putri, mungkin wanita itu terkejut. "Mas Hikam lagi ke sini? Aku juga lagi di jalan, Mas. Ini lagi balik," ucap Putri membuat Hikam sontak mengerutkan dahinya. "Lho, lagi di jalan ju

  • Bukan Indahnya Berbagi   Bab 97 (Salis)

    Akad nikah di rumah orangtua Muniroh berlangsung lancar, Salis dapat melihat jelas wajah-wajah sumringah keluarga teman dekatnya. Abah dan Ummi juga tidak henti-hentinya mengucapkan syukur karena akhirnya putra mereka menemukan sandaran hatinya kembali."Mohon maaf, Bapak Ibu. Yang masuk mobil hanya pengantin dan pendamping, nggih. Kita sudah ada bus yang juga nyaman yang bisa bawa Bapak Ibu sekalian," ucap Hikam dengan ramah saat mereka akan berangkat acara unduh menantu. Para kerabat dan tetangga yang tadinya berebut ingin masuk mobil pun menyahut mengerti."Pakai motor sendiri juga boleh kalau khawatir mabuk kendaraan," sambung paman Muniroh membantu Hikam menertibkan para pengiring pengantin.Ballroom telah disulap demi menyambut sepasang pengantin baru, ribuan tangkai bunga menghiasi ruangan dan menambah semerbak wangi. Musik gambus ala padang pasir beralun merdu saat Ustadzah Muniroh dan Rizki berjalan bergandengan menuju panggung pelaminan. Salis tersenyum haru, Ustadzah Munir

  • Bukan Indahnya Berbagi   Bab 96 (Putri)

    Air mata tak bisa dibendung sepanjang perjalanan, Putri telah memutuskan untuk meninggalkan kota tempat tinggal yang membesarkan namanya. Di sampingnya, Fadhil tertidur pulas sehingga ia bisa menyetir tanpa terganggu. Dalam hati kecilnya, ia sangat berharap keluarga orangtuanya masih sudi menerimanya kembali. Pertengkarannya dengan Mas Hikam maupun dengan madunya sangat membuat perasaan Putri seperti teriris-iris. Ia merasa di dunia ini tak ada yang sudi melindunginya. Sampai saat ini, Hikam pun belum menghubunginya sama sekali. Ia tahu bahwa lelaki itu memiliki kesibukan dan juga keruwetan hidup yang tidak banyak diketahui orang lain. Tapi tetap saja tidak bisa dipungkiri bahwa lelaki itu telah mengabaikan dirinya."Sudah sampai mana, Ketvira?" Suara ibunya di seberang telepon."Sebentar lagi sampai, Ma," sahut Putri. "Oke, Mama masih masak-masak. Kamu nggak usah beli makan di jalan, nanti makan di rumah saja.""Oke, Ma."Putr

  • Bukan Indahnya Berbagi   Bab 95 (Hikam)

    "Riz, jangan lupa Ustadzah Muniroh-nya juga disiapkan." Hikam menepuk pundak Rizki saat mereka bersama-sama memantau persiapan pesta resepsi di sebuah ballroom. "Beres, Mas. Baju untuk akad sama tukang makeup sudah kuantar," jawab Rizki mengacungkan jempolnya."Akomodasi keluarganya untuk ke sini sudah?" tanya Hikam."Oh, belum. PO yang fast respon ada nggak, Mas?" Rizki pun panik, ia benar-benar lupa mengurus perjalanan keluarga calon istrinya. "Ada, ini kartunya. Lumayan mahal ongkosnya tapi ...." Hikam mengeluarkan selembar kartu nama dari dompet. "Tidak apa-apa, yang penting bisa dipakai langsung," sahut Rizki. Salah satu ballroom di sebuah hotel ternama, tengah disulap sedemikian rupa untuk menjadi saksi pernikahan Rizki. Kursi-kursi tamu undangan disiapkan mengitari meja bundar berukuran besar. Panggung pelaminan didekor dengan bunga-bunga beraneka warna. Sound system dipastikan siap digunakan.Dalam hati yang paling dalam, Hikam senang karena akhirnya Rizki menemukan pengga

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status