Share

Bukan Inginku Menjadi Istri Kedua
Bukan Inginku Menjadi Istri Kedua
Penulis: Miss_ Mia_69

Pertemuan Yang Tak Terduga

tengah rintik-rintik hujan, seorang gadis cantik tengah berlari-lari kecil untuk menghindari hujan. Dia mengedarkan pandangan mencari tempat berteduh. Tapi, dia tak menemukan tempat yang tepat. Dia memutuskan untuk terus berlari, walau hujan turun dengan derasnya. Seluruh pakaian dan hijab nya basah kuyup terkena air hujan. 

Seorang Pria tengah mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi, dia merasa sangat lelah setelah beraktivitas sepanjang hari. Dia ingin segera sampai dirumah dan beristirahat. Karena terburu-buru, tanpa sengaja dia menabrak gadis muda itu. 

Pria itu mengerem mendadak mobilnya, dan keluar untuk melihat kondisi gadis itu. Ternyata, gadis itu baik-baik saja. Hanya saja, kakinya terkilir. Pria itu mengulurkan tangannya, namun gadis itu justru meraih depan mobil dan berusaha untuk berdiri sendiri. 

"Maaf, Mbak! Saya tidak melihatmu tadi. Pandangan saya terhalangi karena hujan. Apa Mbak terluka? Mari, biar saya antar kerumah sakit." ucap pria itu dengan lembut. 

"Saya baik-baik saja, Mas! Hanya kaki saya yang sedikit sakit, sepertinya terkilir. Tapi, tak apa. Tidak perlu kerumah sakit. Nanti diobati dirumah, pasti akan sembuh." jawab Gadis itu dengan nada yang tak kalah lembut. 

Pria itu merogoh sesuatu dari kantongnya, dan memberikannya pada gadis itu. 

"Ini kartu nama saya, Mbak! Disana terdapat nama dan nomer telepon saya. Jika Mbak butuh sesuatu, atau kaki Mbak masih sakit. Mbak bisa menghubungi nomer itu," 

"Ihsan Dirgantara!" lirih Gadis itu. 

"Iya. Nama saya Ihsan. Maaf, kita belum berkenalan. Siapa nama Mbak?" tanya Ihsan seraya mengulurkan tangan. 

"Intan. Maaf, Mas. Kita bukan muhrim," Ihsan yang mendengarnya segera menarik uluran tangannya. 

Ihsan kembali menawarkan untuk mengantar Intan pulang, tapi lagi-lagi Intan menolaknya dengan halus. Intan terus berjalan dengan sedikit tertatih-tatih, karena kakinya masih sakit. Intan tak peduli lagi akan pakaiannya yang basah, yang dia mau hanyalah segera sampai kerumah. 

*******

"Iya, kau tenang saja, Aida. Aku pasti akan mengirim uangnya padamu. Aku tutup dulu telpon nya, nanti aku hubungi lagi," Ihsan memutuskan sambungan telpon sepihak. Dia melemparkan ponselnya ke jok belakang. 

Istri nya-- Aida. Wanita yang dia nikahi 4 tahun silam, bukanlah wanita yang selama ini ia impikan. Dia berharap Aida bisa menjadi istri yang baik untuknya, tapi sayang semua itu tinggalah harapan. Aida tak lebih hanya menginginkan uangnya saja, sedangkan padanya, Aida sama sekali tak peduli. 

Tak membutuhkan waktu lama, Ihsan telah sampai dirumahnya. Rumah yang ia beli tanpa sepengetahuan Aida. Dirumah itu tinggalah Bu Eni dan Ara adik Ihsan. Bu Eni langsung menyambut kedatangan putranya, dan mengajaknya makan bersama. 

"Dimana Aida, San? Apa dia tak mau ikut denganmu," tanya Bu Eni, sementara kedua matanya terlihat celingukan mencari sosok menantunya itu. 

"Aida lagi sibuk, Ma. Dia cuma titip salam buat Mama dan Ara," ujar Ihsan seraya mengambil nasi serta lauknya. 

"Memangnya Mbak Aida sibuk apa, Mas? Sampai dia tak bisa ikut. Ini sudah tahun ke tiga lo, Mbak Aida tidak mau bertemu dengan Mama," celoteh adiknya Ara. 

Ara gadis manis berusia 22 tahun itu menatap kearah kakaknya. Dia tau bahwa saat ini kakaknya sedang berbohong. Mana mungkin Aida sibuk, sedangkan kemarin Ara melihat status Mbak Aida yang sedang berbelanja. 

"Ngomong sibuk, sibuk apa? Sibuk belanja?" tanya Ara dengan nada ketus. 

"Heran aku! Kenapa dulu Mas Ihsan menikah dengannya. Dia itu tak bisa menghormati Mama, jangankan Mama, bahkan aku yakin dia juga tak menghormati kakak," ujar Ara lagi. Ihsan hanya terdiam, karena apa yang dikatakan oleh Ara ada benarnya. Selama ini, Aida memang tak pernah menganggapnya sebagai suami.

"Ara, jaga bicara mu. Bagaimanapun juga, Aida adalah kakak ipar mu. Kau harus menghormatinya," ujar Bu Eni menghentikan ucapan Ara yang tak bisa di kontrol itu. 

Ara hanya mencebikkan mulutnya, ditinggalkan nya makanan diatas meja. Berulang kali Bu Eni memanggilnya, tapi Ara sama sekali tak bergeming. 

********

Intan sampai dirumahnya. Dia mengetuk pintu rumah dengan sedikit kencang, karena dia tau kalau orang tuanya sudah tidur dijam segini, apalagi di luar sedang hujan. Tak lama seorang perempuan paruh baya membukakan pintu. Dia sangat terkejut melihat kondisi Intan. 

"Assalamu'alaikum, Bunda." Intan meraih tangan wanita yang telah melahirkan nya itu. 

"Wa'alaikumussalam, Nak. Kau darimana? Kenapa pakainmu basah seperti ini? Dimana motormu? Dan kakimu ... Ada apa dengan kakimu?" tanya Bu Irma, ibu kandung Intan. 

"Biarkan dia masuk, Bu! Kau ini, anak kita baru pulang bukannya disuruh masuk, malah dikasih pertanyaan seperti itu," Ucap pak Ridho dari dalam rumah. 

Bu Irma membiarkan Intan masuk, dia meminta Intan untuk membersihkan dirinya, karena dia tak mau Intan sakit nantinya. Setelah itu, Bu Irma mengambil minyak untuk memijat kaki Intan. 

"Ya Allah, Nak. Apa yang terjadi denganmu?" tanya Bu Irma, di sela-sela dia memijat kaki Intan. 

"Tadi dijalan ada mobil yang menabrak Intan. Tapi, Ibu tenang saja. Intan Baik-baik saja."​

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status