Intan sama sekali tak menyangka, jika dirinya dijadikan istri kedua oleh suaminya-- Ihsan. Menjadi istri kedua, bukanlah hal yang diinginkan oleh Intan. Semua orang menyakahkan nya, dan menganggap nya sebagai perusak rumah tangga orang. Kedua orang tua Intan tak mau mengakuinya sebagai anak, karena mereka malu putri mereka menikah dengan Pria yang sudah beristri. Pertemuan nya dengan Ihsan berlangsung begitu cepat. Hanya butuh waktu 5 bulan saja, Ihsan akhirnya mantap untuk melamar Intan. Sebelumnya, Intan pernah bertanya, apakah Ihsan sudah memiliki istri, tapi Ihsan menjawab dia belum pernah menikah. Intan terpaksa bertahan, dan menghadapi sikap istri pertama Ihsan, yang setiap hari selalu menghina dirinya, bahkan memperlakukan nya seperti pembantu. Aida-- Istri pertama Ihsan. Dia selalu menganggap Intan sebagai saingannya. Berbagai cara dia lakukan, untuk membuat Intan jatuh dimata Ihsan. Ihsan sangat mencintai Intan. Dia tak mudah percaya begitu saja dengan yang dikatakan oleh Aida. Bu Eni-- Ibu Ihsan. Beliau juga sangat menyukai Intan. Hal itu semakin membuat Aida terbakar api cemburu. Puncaknya adalah saat ia membawa lari bayi Intan dan Ihsan, lalu membuangnya begitu saja ke sungai.
View Moretengah rintik-rintik hujan, seorang gadis cantik tengah berlari-lari kecil untuk menghindari hujan. Dia mengedarkan pandangan mencari tempat berteduh. Tapi, dia tak menemukan tempat yang tepat. Dia memutuskan untuk terus berlari, walau hujan turun dengan derasnya. Seluruh pakaian dan hijab nya basah kuyup terkena air hujan.
Seorang Pria tengah mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi, dia merasa sangat lelah setelah beraktivitas sepanjang hari. Dia ingin segera sampai dirumah dan beristirahat. Karena terburu-buru, tanpa sengaja dia menabrak gadis muda itu.
Pria itu mengerem mendadak mobilnya, dan keluar untuk melihat kondisi gadis itu. Ternyata, gadis itu baik-baik saja. Hanya saja, kakinya terkilir. Pria itu mengulurkan tangannya, namun gadis itu justru meraih depan mobil dan berusaha untuk berdiri sendiri.
"Maaf, Mbak! Saya tidak melihatmu tadi. Pandangan saya terhalangi karena hujan. Apa Mbak terluka? Mari, biar saya antar kerumah sakit." ucap pria itu dengan lembut.
"Saya baik-baik saja, Mas! Hanya kaki saya yang sedikit sakit, sepertinya terkilir. Tapi, tak apa. Tidak perlu kerumah sakit. Nanti diobati dirumah, pasti akan sembuh." jawab Gadis itu dengan nada yang tak kalah lembut.
Pria itu merogoh sesuatu dari kantongnya, dan memberikannya pada gadis itu.
"Ini kartu nama saya, Mbak! Disana terdapat nama dan nomer telepon saya. Jika Mbak butuh sesuatu, atau kaki Mbak masih sakit. Mbak bisa menghubungi nomer itu,"
"Ihsan Dirgantara!" lirih Gadis itu.
"Iya. Nama saya Ihsan. Maaf, kita belum berkenalan. Siapa nama Mbak?" tanya Ihsan seraya mengulurkan tangan.
"Intan. Maaf, Mas. Kita bukan muhrim," Ihsan yang mendengarnya segera menarik uluran tangannya.
Ihsan kembali menawarkan untuk mengantar Intan pulang, tapi lagi-lagi Intan menolaknya dengan halus. Intan terus berjalan dengan sedikit tertatih-tatih, karena kakinya masih sakit. Intan tak peduli lagi akan pakaiannya yang basah, yang dia mau hanyalah segera sampai kerumah.
*******
"Iya, kau tenang saja, Aida. Aku pasti akan mengirim uangnya padamu. Aku tutup dulu telpon nya, nanti aku hubungi lagi," Ihsan memutuskan sambungan telpon sepihak. Dia melemparkan ponselnya ke jok belakang.
Istri nya-- Aida. Wanita yang dia nikahi 4 tahun silam, bukanlah wanita yang selama ini ia impikan. Dia berharap Aida bisa menjadi istri yang baik untuknya, tapi sayang semua itu tinggalah harapan. Aida tak lebih hanya menginginkan uangnya saja, sedangkan padanya, Aida sama sekali tak peduli.
Tak membutuhkan waktu lama, Ihsan telah sampai dirumahnya. Rumah yang ia beli tanpa sepengetahuan Aida. Dirumah itu tinggalah Bu Eni dan Ara adik Ihsan. Bu Eni langsung menyambut kedatangan putranya, dan mengajaknya makan bersama.
"Dimana Aida, San? Apa dia tak mau ikut denganmu," tanya Bu Eni, sementara kedua matanya terlihat celingukan mencari sosok menantunya itu.
"Aida lagi sibuk, Ma. Dia cuma titip salam buat Mama dan Ara," ujar Ihsan seraya mengambil nasi serta lauknya.
"Memangnya Mbak Aida sibuk apa, Mas? Sampai dia tak bisa ikut. Ini sudah tahun ke tiga lo, Mbak Aida tidak mau bertemu dengan Mama," celoteh adiknya Ara.
Ara gadis manis berusia 22 tahun itu menatap kearah kakaknya. Dia tau bahwa saat ini kakaknya sedang berbohong. Mana mungkin Aida sibuk, sedangkan kemarin Ara melihat status Mbak Aida yang sedang berbelanja.
"Ngomong sibuk, sibuk apa? Sibuk belanja?" tanya Ara dengan nada ketus.
"Heran aku! Kenapa dulu Mas Ihsan menikah dengannya. Dia itu tak bisa menghormati Mama, jangankan Mama, bahkan aku yakin dia juga tak menghormati kakak," ujar Ara lagi. Ihsan hanya terdiam, karena apa yang dikatakan oleh Ara ada benarnya. Selama ini, Aida memang tak pernah menganggapnya sebagai suami.
"Ara, jaga bicara mu. Bagaimanapun juga, Aida adalah kakak ipar mu. Kau harus menghormatinya," ujar Bu Eni menghentikan ucapan Ara yang tak bisa di kontrol itu.
Ara hanya mencebikkan mulutnya, ditinggalkan nya makanan diatas meja. Berulang kali Bu Eni memanggilnya, tapi Ara sama sekali tak bergeming.
********
Intan sampai dirumahnya. Dia mengetuk pintu rumah dengan sedikit kencang, karena dia tau kalau orang tuanya sudah tidur dijam segini, apalagi di luar sedang hujan. Tak lama seorang perempuan paruh baya membukakan pintu. Dia sangat terkejut melihat kondisi Intan.
"Assalamu'alaikum, Bunda." Intan meraih tangan wanita yang telah melahirkan nya itu.
"Wa'alaikumussalam, Nak. Kau darimana? Kenapa pakainmu basah seperti ini? Dimana motormu? Dan kakimu ... Ada apa dengan kakimu?" tanya Bu Irma, ibu kandung Intan.
"Biarkan dia masuk, Bu! Kau ini, anak kita baru pulang bukannya disuruh masuk, malah dikasih pertanyaan seperti itu," Ucap pak Ridho dari dalam rumah.
Bu Irma membiarkan Intan masuk, dia meminta Intan untuk membersihkan dirinya, karena dia tak mau Intan sakit nantinya. Setelah itu, Bu Irma mengambil minyak untuk memijat kaki Intan.
"Ya Allah, Nak. Apa yang terjadi denganmu?" tanya Bu Irma, di sela-sela dia memijat kaki Intan.
"Tadi dijalan ada mobil yang menabrak Intan. Tapi, Ibu tenang saja. Intan Baik-baik saja."
Hari ini Intan kembali bekerja, dia berharap hari ini dia tak bertemu dengan Ihsan. Jujur saja, dirinya masih dilanda rasa canggung. Dia berjalan masuk ke ruangannya, ternyata disana sudah ada Ihsan menunggu nya. Rasa canggung ada diantara mereka. Intan mendekati Ihsan dan menanyakan apa yang Ihsan inginkan.Ihsan hanya melihat sekilas pada Intan, lalu beralih pada map berwarna merah itu."Aku ingin kau merevisi lagi surat laporan itu. Sepertinya, Andika membuat kesalahan," titah Ihsan.Andika adalah anak baru, dia mendapatkan tugas dari Pak Ibra untuk membuat laporan. Tapi, sepertinya laporan itu sedikit ada kesalahan. Intan mengangguk dan mengambil map itu. Sementara itu, Ihsan pergi dari ruangan Intan."Surat laporan ini benar dan tidak ada kesalahan. Tapi, mengapa Pak Ihsan memintaku untuk merevisi nya?" tanya Intan dalam hati.Dia beranjak dari kursinya dengan membawa map itu. Dia mengetuk pintu ruangan Ihsan, tap
"Apa maksudmu? Video apa, Andra?" tanya Ara dengan suara bergetar.Rupanya, rencananya berjalan lebih cepat dari yang aku bayangkan. Ku lihat, wajah-wajah panik memenuhi wajah mereka. Aku meletakkan minuman dan camilan untuk tamu. Aku harus memainkan akting ku sekarang."Sudahlah, Ara! Kau tidak perlu membela diri lagi. Aku sudah tau semua kebusukanmu itu!" Andra menunjuk wajah Ara. Sedangkan, yang ditunjuk menunjukkan ekspresi kebingungan.Bagaimana, Bu? Permainan ini sangat seru 'kan? Ini baru permulaannya saja. Aku akan membuat api ini semakin besar."Aku benar-benar tidak mengerti apa maksudmu," ujar Ara.Andra mengeluarkan ponselnya, dan menunjukkan video itu kesemua orang. Ibu menutup mulutnya tak percaya dengan apa yang dia lihat, sedangkan Mas Ihsan hanya terdiam.Andra terlihat sangat marah, dan memasukkan ponselnya kedalam saku celananya. Dia memandang wajah Ara dengan merah padam."
04 November 2018Hari ini adalah hari yang berarti untukku. Karena, kandungan ku sudah mencapai usia 7 bulan. Acara 7 bulanan pun dilakukan dengan sangat meriah, banyak tamu yang datang untuk memberikan ucapan selamat padaku dan Mas Ihsan. Semuanya berjalan dengan sangat lancar.Tapi, kebahagiaanku tak bertahan lama. Karena, setelah aku meminum minuman yang diberikan oleh Ibu mertuaku, perutku terasa sangat panas. Aku berteriak karena aku tak bisa menahan rasa sakit ini yang kian menyiksa."Aida!" Mas Ihsan yang tadinya sedang bercengkrama dengan temannya berlari menghampiriku. "Apa yang terjadi? Aida!""Perutku sakit sekali, Mas."Dengan sigap Mas Ihsan mengangkat tubuh mungilku, dan segera membawa kerumah sakit. Mama dan Ara juga ikut. Sesampainya dirumah sakit, aku segera dilarikan keruang IGD, karena mengalami pendarahan yang hebat. Seorang suster menyuntikk
Ara menutup pintu kamar dengan sangat hati-hati. Saat ini, suasana hatinya sedang tidak baik-baik saja. Bagaimana bisa sang Mama memintanya untuk memaafkan Aida, seseorang yang sudah dengan teganya menghancurkan masa depannya itu. Sungguh, jika saja yang memintanya bukanlah sang mama, maka Ara pasti akan menolaknya mentah-mentah.Ara kembali teringat dengan permintaan maaf Andra, Ara kembali menangis. Jujur, dia masih mencintai Andra. Tapi, keputusan Andra yang memilih untuk meninggalkan dirinya karena desakan sang mama, membuat hatinya sangat terluka."Jangan mengujiku lagi, Ya Allah. Aku mohon! Biarkan aku bahagia," lirih Ara dalam hati."Maafkan aku, Ma. Untuk pertama kalinya aku menolak permintaan Mama. Bukan maksudku untuk menyakiti Mama, tapi semua ini berat untukku. Sangat berat!" Air mata kembali mengalir di pipinya. "Tuduhan itu! Hinaan itu! Pengkhianatan itu! Tidak bisa Ara lupakan, Ma. Tidak bisa!"Ara menghapus air matanya de
Mobil yang dikendarai oleh Ihsan memasuki pekarangan rumah. Tepatnya, rumah yang ia dan Aida tempati selama 3 tahun itu. Ihsan memasuki rumah dan langsung menuju kamarnya. Saat sampai dikamar, dia tak menemukan sosok Aida. Ihsan merasa bersalah, karena telah berpikir untuk mengkhianati Aida.Ihsan sadar! Perubahan Aida terjadi sejak kematian anak mereka dalam kandungan saat itu. Dimana, saat itu Aida benar-benar berada di titik terendah dalam hidupnya. Tapi, Ihsan dengan tega malah ikut menyalahkan nya atas kematian anaknya. Sejak saat itu, Aida berubah dingin. Dan, sejak saat itu pula, Aida memilih terjun ke dunia model."Jika Aida tau apa yang terjadi kantor. Maka, apa yang akan dia lakukan?" gumam Ihsan.Tok!Tok!Ihsan menoleh kearah pintu, "Masuk!"Mbok Darmi masuk kedalam untuk mengantarkan kopi. Mbok Darmi meletakkannya dimeja. Saat Mbok Darmi akan pergi, Ihsan mencegahnya. Selama ini dia selalu menceritakan masa
Intan dan Ihsan sama menuju kantin kantor dari arah yang berbeda. Intan berjalan sambil meminum cappucino nya tak menyadari Ihsan juga berjalan mendekatinya. Karena keduanya sama-sama tak menyadari, karena sama-sama sibuk. Pada akhirnya tabrakan diantara keduanya tak dapat dihindari. Ihsan dengan sigap menangkap tubuh Intan yang akan terjatuh. Tanpa sengaja, bib*r mereka saling menempel satu sama lain.Mereka saling pandang dalam waktu yang cukup lama, sampai tak menyadari ada begitu banyak pasang mata yang memperhatikan mereka."Ehem!"Derheman dari seseorang berhasil membuat mereka tersadar. Mereka segera memperbaiki posisi mereka. Tanpa mengatakan apapun, Ihsan pergi begitu saja, begitupun dengan Intan.Ihsan berbalik menuju ruangannya. Didalam ruangan itulah Ihsan terdiam, ingatannya kembali berputar tentang kejadian beberapa menit yang lalu. Entah mengapa dia seperti menemukan kedamaian saat menatap mata Intan, kedamaian yang
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments