Pagi-pagi sekali Wulan dan Aryo terbangun untuk salat subuh. Setelah itu Wulan pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan.
Seperti biasa Aryo siap-siap untuk pergi ke kantor sedangkan Wulan mengurus anak-anak yang akan diantarnya ke sekolah. Setelah sarapan semuanya pergi dengan kendaraan masing-masing.Hari ini Aryo ada pertemuan penting dengan klien. Dia akan menjalani meeting di sebuah resto yang sudah ditentukan kliennya.Jam makan siang dia menghadiri pertemuan itu. Tak disangka ternyata Indira juga hadir di sana sebagai sekretaris Pak Wildan, kliennya.Ada rasa gugup yang dirasakan Aryo saat tak sengaja bertatapan dengan Indira. Apalagi dia teringat dengan kata-kata istrinya kalau Indira sudah menerima lamaran yang diajukan Wulan. Seketika dia jadi penasaran apa alasan Indira menerimanya sebagai calon suami.Aryo tahu dan sangat paham kalau Indira gadis yang cantik, mandiri dia juga salihah. Tak pernah dia melihat Indira berpakaian yang memperlihatkan bentuk tubuhnya. Bahkan bekerja sebagai sekretaris pun gadis itu tetap memakai gamis. Untuk sekejap ada getaran yang hadir dalam perasaan Aryo, tapi cepat-cepat dia tepis karena ingat dengan istrinya.Ada rasa tak enak yang di rasakan Indira ketika dia bertemu dengan Aryo. Gadis itu merasa kurang nyaman karena dia telah menerima lamaran Wulan otomatis dia mungkin akan menjadi istri kedua. Yang bukan tak mungkin dia akan mendapat cemoohan dari masyarakat serta mendapat label perebut suami orang lain.Tapi entah kenapa Indira tetap menerima lamaran itu. Seolah-olah hatinya menuntun dia untuk mengatakan iya setelah segala bujuk yang dilakukan Wulan.Pertemuan sudah berakhir dengan sesuai harapan. Kesepakatan telah mereka dapatkan. Setelah itu kembali ke kantor masing-masing.Aryo pulang ke rumah pukul sembilan malam. Hari ini dia terpaksa lembur karena ada pekerjaan yang mendesak dan harus segera diselesaikan. Bahkan Aryo salat Magrib di kantor.Ketika di perjalanan, Aryo melihat beberapa pemuda sedang mengganggu seorang wanita. Tunggu! Dia seperti mengenal wanita itu.Benar sekali, Indira lah yang sedang di ganggu para preman yang mungkin sedang mabuk. Di sebelahnya ada sebuah motor yang Aryo ketahui adalah milik gadis itu.“Gadis cantik malam-malam begini masih keluyuran. Apa tak takut ada yang culik?” ucap salah satu preman.“Anda mau apa? Jangan ganggu saya. Sebaiknya anda pergi dari sini,” ucap Indira ketakutan.Tak pernah terbayangkan oleh gadis itu dia akan di ganggu para preman. Tadi motornya mogok di tengah jalan ketika hendak pulang ke rumahnya. Dia terpaksa mendorong motor sambil mencari bengkel yang masih buka. Itu membuat dia bertemu dengan para pria yang sedang mabuk, sehingga membuatnya terjebak dalam situasi seperti ini.Dalam hatinya Indira terus berdoa diberikan keselamatan. “Ya Allah selamatkan aku dari para pria ini. Aku takut,” batin Indira.Ketika salah satu pria mencoba memeluk Indira dari belakang. Seketika gadis itu menjerit dan memberontak. Air mata terus mengalir di pipinya karena ketakutan yang dirasakan.Saat mereka hendak menyeret Indira ke salah satu gedung kosong yang tak jauh dari sana. Aryo menghentikan mobilnya dan keluar.Perkelahian pun terjadi. Aryo yang mempunyai ilmu bela diri dengan gampangnya melumpuhkan para preman yang sedang mabuk berat itu.Indira yang ketakutan dan syok hanya bisa memeluk tubuhnya sambil menangis sesenggukan. Aryo menghampiri gadis itu, terlihat jelas ada kekhawatiran yang di rasakannya.“Kamu tidak apa-apa?” tanya Aryo. Dia ingin memastikan semuanya baik-baik saja.Indira mendongak, lantas dia mengangguk. “Terima kasih, Mas.”Aryo menghela napas, “ Sebenarnya apa yang kamu lakukan jam segini? Apalagi di tempat sepi seperti ini. Di sini memang rawan banyak preman yang suka mabuk.”“Saya pulang lembur dan kemalaman, tak sengaja lewat sini. Motor saya mogok di jalan. Jadi tadi saya dorong motor sambil mencari bengkel yang masih buka. Saya tak tahu akan diganggu para pria yang mabuk tadi.”Aryo menggeleng, “ Kamu memang masih teledor seperti dulu,” ucap Aryo.“Eh ... apa maksud Mas Aryo?” tanya Indira. Kenapa Aryo seperti mengenalnya cukup lama sedangkan Indira baru saja pindah dari luar kota. Tempat tinggalnya dari kecil.Akan tetapi, wanita itu berhenti sejenak di depan pintu. Sorot matanya menangkap sosok tampan di dalam sana yang tengah mengusap perut Indira. Ia berniat kembali berbalik arah, tetapi Indira melihat Wulan yang bergegas langsung memanggilnya.Wulan menoleh dan tersenyum menatap adik madu dan sang suami. Sebenarnya, ia pergi bukan karena cemburu, tetapi lebih karena tidak enak hati telah mengganggu kebersamaan Aryo dan Indira. Wulan memasuki kamar adik madunya. Aryo segera berdiri menghampiri Wulan dan merangkulnya. “Mbak cuma mau nyuruh kamu turun. Kita makan bersama. Hidangannya sudah siap ,” ujar Wulan.“Mbak masak sendiri?”“Iya spesial buat kamu, Ra. Mbak masak ayam bakar.”“lho, kok repot-repot sih, Mbak. Padahal Mbak Wulan sendiri pasti capek ngurus Salma dan anak-anak, kan?” ujar Indira memandang heran wajah kakak madunya yang seperti tak pernah merasa capek.“Wulan memang begitu, Ra. Dia wanita hebat yang seperti tak pernah kenal lelah dalam hidupnya,” timpal Aryo dan mendap
Mereka jalan bersama sekedar melihat wahana yang ada. Siang ini udara begitu panas sehingga membuat para pengunjung kegerahan. Begitu pun dengan Indira, seketika tubuh Indira lemas dan matanya sedikit berkunang. Penglihatannya mulai redup seakan hari akan menjelang malam. Indira tak sadarkan diri. Untung saja, Salma sedang Wulan susui pun tangan Aryo sigap tubuh sang istri dan bergegas membawanya ke rumah sakit terdekat. Satu keluarga itu panik bukan main melihat Indira tak sadarkan diri. Apalagi, Aryo, kentara sekali kekhawatiran di wajah pria itu.Setelah sampai, Indira segera ditangani oleh dokter.Selang beberapa saat, dokter yang memeriksa Indira keluar dengan wajah senyum merekah. Aryo bergegas menghampirinya. “Ada apa dengan istri saya, dok? Kenapa dia bisa pingsan gini. Apa istri saya sedang sakit, dok?” cecar Aryo. Wulan mengelus punggung sang suami agar tetap bersabar.Bibir dokter itu tersenyum lebar. Lalu mengulurkan tangan pada Aryo dan mengucapkan selamat. Membuat keb
Sudah beberapa hari ia tinggal di rumah baru, membuat Indira sedikit kesepian. Pasalnya, ia merasa masih asing di tempat ini. Apalagi, seminggu ini Aryo tak bisa berkunjung seperti biasanya. Ia harus rela jatahnya bersama sang suami kini terganggu gara-gara kondisi kehamilan Wulan yang membuat semua orang khawatir.Bagaimana tidak, selama tujuh hari ini, badan Wulan lemas dan muntah-muntah. Bahkan, setiap ia memakan nasi atau pun bubur pasti selalu tak masuk. Terkadang Wulan hanya mau makan roti dan pisang saja. Untunglah, kedua makanan itu pun termasuk ke dalam sumber karbohidrat. Jadi, menurut dokter itu tak begitu membuat khawatir. Namun, tetap saja ia tak bisa meninggalkan sang istri begitu saja. Meski, ia merasa bersalah telah abai terhadap istri yang lain.“Maaf, Ra. Mas benar-benar tak enak sama kamu. Maaf juga kalau Mas sudah abai sebagai seorang suami,” ujar Aryo ketika ia menyempatkan diri untuk mampir ke rumah istri keduanya meski hanya bisa sebentar, itu pun sepulangnya A
Setelah memastikan Wulan baik-baik saja selepas siuman. Aryo terpaksa harus meninggalkan istri pertamanya untuk melanjutkan rencana kepindahan Indira, itu pun atas izin dari Wulan.“Mas pergi saja. Bukankah ini sudah direncanakan Mas beberapa bulan yang lalu. Aku enggak apa-apa, kok. Sekarang sudah lebih baik. Lagi pula, ini bukan kehamilan pertamaku. Jadi, aku udah bisa jaga diri.”Indira yang duduk di ranjang menemani Wulan menggeleng.“Enggak, Mas. Jangan tinggalin Mbak Wulan. Kepindahanku bisa dipending, tapi kesehatan Mbak Wulan lebih penting. Aku enggak mau kecolongan lagi, terus Mbak malah kembali pingsan,” kekeh Indira tak ingin mengindahkan ucapan kakak madunya.“Mbak enggak apa-apa, Ra. Kamu jangan khawatir. Tadi, Mbak pingsan gara-gara kelelahan aja. Beberapa Minggu ini kan kegiatan Danish di sekolah banyak banget, terus belum lagi kerjaan rumah yang enggak selesai-selesai. Mungkin itu juga yang membuat tubuh Mbak drop.”“Apa perlu Mas nyari orang lagi buat nemenin kamu di
Hari sudah menjelang malam. Mereka sibuk merapikan barang yang akan di bawa ke rumah barunya. Ada perasaan sedih karena harus meninggalkan kamar yang menyimpan banyak kenangan. Indira menatap foto keluarga saat dirinya masih kecil. “Kalau kamu belum siap untuk pindah, enggak papa kok, Sayang,” ucap Aryo seraya menepuk pundaknya.“Insya Allah aku siap kok, Mas. Sudah kewajibanku sebagai istri untuk nurut sama suami.”“Makasih ya, Sayang. Aku janji akan selalu berusaha menjaga dan membahagiakanmu semampu yang aku bisa. Aku enggak akan membiarkan siapa pun menyakitimu lagi.”Indira mengangguk sambil tersenyum. “Mbak Wulan gimana, Mas? Udah tahu aku mau pindah? Keberatan enggak? Soalnya aku enggak enak sama Mbak Wulan. Mas Aryo udah ngasih aku rumah,”“Udah, Sayang. Wulan juga senang kalau kamu bahagia. Lagi pula, kamu juga berhak mendapatkannya. Mas jadi tenang sudah memberikan tempat tinggal layak untuk kalian berdua. Berarti fokus Mas kedepannya untuk membiayai kalian berdua dan yang
“Maafkan kesalahan anak kami ya Nak Indira. Maaf sebagai orang tua kita nggak becus mendidik anak. Kami menyesal sekarang atas semua perbuatan Rama sama kamu,” ujar ini Bu Rina sambil memohon maaf dengan berurai air mata.Indira meraih tangan Bu Rina dan menggenggamnya dengan erat.“Aku memaafkan semua kesalahan Mas Rama dulu. Meski sulit, tapi aku sedang berusaha untuk ikhlas. Lupakan semua yang telah terjadi. Bukankah Allah maha pemaaf kenapa kita saja sebagai hamba yang tak memiliki kuasa tidak?“Lagi pula, aku bersyukur dengan jalan ini, bisa mengenal sosok kakak seperti Mbak Wulan,” tambahnya lagi. Mendengar ucapan Indira, Buu Rina menghambur ke arah madu sang putri dan memeluknya erat. Ia mengucap terima kasih karena sudah mendapat maaf dari mereka. Hatinya sedikit lega. Padahal, ia dan sang suami sempat berpikiran picik terhadap wanita itu.Keduanya kira, Indira itu wanita yang gila harta sehingga mengincar Aryo dan bahkan mau menjadi istri kedua dari menantunya. Ternyata sang