“Ya Allah, apa yang terjadi kepada istriku?”
Aryo bergegas menghampiri Wulan serta menepuk-nepuk pipi istrinya. Masih tak sadarkan diri. Dengan rasa panik dia pangku serta membawa Wulan ke kamar lalu merebahkannya di atas kasur.Setelah itu Aryo menelepon Dokter keluarga mereka. Dia penasaran sebenarnya apa yang terjadi terhadap Wulan saat ini. Kenapa sampai istrinya tak sadarkan diri.Setengah jam kemudian, Dokter Rahman datang dan langsung memeriksa kondisi Wulan. Aryo merasa harap-harap cemas. Ketakutan terjadi sesuatu terhadap istrinya membuat dia tak berhenti merasa khawatir.Dokter Rahman selesai memeriksa Wulan. Seketika itu pula Aryo memberondong Dokter muda itu dengan segala pertanyaan.“Apa yang terjadi dengan istri saya, Dok? Kenapa dia pingsan? Apa dia sakit?” tanya Aryo panik.Dokter Rahman tersenyum, lalu dia berkata “Tenang, Pak Aryo. Bu Wulan baik-baik saja. Sepertinya dia hanya kurang beristirahat. Apa ada pekerjaan yang membuatnya sibuk sehingga lupa akan kesehatannya?” tanya Dokter Rahman.“Setahu saya tidak, Dok. Setiap hari Wulan hanya mengurus anak-anak dan memasak. Untuk urusan membereskan rumah sudah ada Mbak Tuti asisten rumah tangga yang selalu mengerjakannya. Dia juga tak punya pekerjaan lain di luar Rumah,” jawab Aryo menjelaskan.Dokter Rahman sempat berpikir.“Apa ... ada sesuatu yang membuat istri Anda tak tenang. Maksud saya, masalah yang dimiliki Bu Wulan. Kondisi pikiran yang terlalu stres juga bisa mempengaruhi kesehatan,” ucap Dokter Rahman menatap Aryo.“Apa iya Wulan stres karena terlalu banyak pikiran? Tapi kenapa? Setahuku semuanya baik-baik saja. Tak ada yang berubah dari sikapnya. Masih seperti Wulan yang sebelumnya,” batin Aryo.“Saya, tidak tahu, Dok. Jika benar gara-gara itu yang membuat istri saya kesehatannya menurun. Nanti biar saya tanyakan padanya. Yang terpenting saya lega, tak terjadi apa pun dengan Wulan.”Dokter Rahman mengangguk. Setelah itu dia membereskan peralatan yang dibawanya, serta pamit untuk pulang.Aryo mengantarkan sampai di gerbang rumah. Setelah itu dia bergegas menemui istrinya yang belum juga siuman di kamar.Berbagai pertanyaan terngiang-ngiang di pikirannya. Tentang apa penyebab kondisi tubuh istrinya drop. Apa ada masalah yang dirahasiakan istrinya?Aryo menggenggam tangan Wulan, sungguh melihat istrinya terbaring begitu membuat Aryo merasa terluka. Tak berapa lama mata Wulan terbuka. Dia sudah siuman. Wulan melirik kepada Aryo yang sedang menggenggam tangannya erat sambil menundukkan wajahnya. Terdengar helaan napas berat dari Aryo.“Mas ...,” ucap Wulan lirih.Aryo mendongak, matanya berbinar menatap sang istri yang akhirnya siuman dari pingsannya. Seketika itu pula dia memeluk Wulan dengan erat.“Alhamdulillah ya Allah. Akhirnya kamu bangun juga, Sayang. Mas khawatir sekali sama kamu. Pingsanmu lumayan lama sekali. Sebenarnya kenapa kamu sampai pingsan?” tanya Aryo.“Aku enggak apa-apa, Mas. Tak perlu khawatir aku baik-baik saja,” ucap Wulan sambil tersenyum serta mengusap punggung Aryo.“Baik-baik bagaimana? Kamu itu sampai pingsan, apalagi tadi cukup lama untuk siuman. Jujur sama Mas apa ada sesuatu masalah yang membuatmu lupa menjaga kesehatan sehingga kamu sampai drop begini?” Aryo memberondong Wulan dengan segala pertanyaan.Wulan terdiam, dia menghela napas. “Aku hanya ingin Mas menikahi Indira.”Lagi-lagi membahas itu, seketika Aryo berdiri dengan raut wajah berubah dingin “Jangan lagi membicarakan hal yang tak jelas seperti itu lagi. Pikirkan kesehatanmu saja. Aku lelah butuh istirahat,” ujar Aryo dia membaringkan tubuhnya di samping Wulan. Menyelimuti tubuh dan memejamkan matanya.“Tapi __” Wulan ingin berkata sesuatu. Tapi segera Aryo memotong kalimat yang hendak terucap dari Wulan.“Tidurlah,” ucap Aryo sambil bergerak membelakangi Wulan. Dia tahu sikapnya itu pasti melukai istrinya, tapi Aryo tak ingin lagi membahas tentang permohonan Wulan.Mereka pun akhirnya tertidur dalam keheningan.Akan tetapi, wanita itu berhenti sejenak di depan pintu. Sorot matanya menangkap sosok tampan di dalam sana yang tengah mengusap perut Indira. Ia berniat kembali berbalik arah, tetapi Indira melihat Wulan yang bergegas langsung memanggilnya.Wulan menoleh dan tersenyum menatap adik madu dan sang suami. Sebenarnya, ia pergi bukan karena cemburu, tetapi lebih karena tidak enak hati telah mengganggu kebersamaan Aryo dan Indira. Wulan memasuki kamar adik madunya. Aryo segera berdiri menghampiri Wulan dan merangkulnya. “Mbak cuma mau nyuruh kamu turun. Kita makan bersama. Hidangannya sudah siap ,” ujar Wulan.“Mbak masak sendiri?”“Iya spesial buat kamu, Ra. Mbak masak ayam bakar.”“lho, kok repot-repot sih, Mbak. Padahal Mbak Wulan sendiri pasti capek ngurus Salma dan anak-anak, kan?” ujar Indira memandang heran wajah kakak madunya yang seperti tak pernah merasa capek.“Wulan memang begitu, Ra. Dia wanita hebat yang seperti tak pernah kenal lelah dalam hidupnya,” timpal Aryo dan mendap
Mereka jalan bersama sekedar melihat wahana yang ada. Siang ini udara begitu panas sehingga membuat para pengunjung kegerahan. Begitu pun dengan Indira, seketika tubuh Indira lemas dan matanya sedikit berkunang. Penglihatannya mulai redup seakan hari akan menjelang malam. Indira tak sadarkan diri. Untung saja, Salma sedang Wulan susui pun tangan Aryo sigap tubuh sang istri dan bergegas membawanya ke rumah sakit terdekat. Satu keluarga itu panik bukan main melihat Indira tak sadarkan diri. Apalagi, Aryo, kentara sekali kekhawatiran di wajah pria itu.Setelah sampai, Indira segera ditangani oleh dokter.Selang beberapa saat, dokter yang memeriksa Indira keluar dengan wajah senyum merekah. Aryo bergegas menghampirinya. “Ada apa dengan istri saya, dok? Kenapa dia bisa pingsan gini. Apa istri saya sedang sakit, dok?” cecar Aryo. Wulan mengelus punggung sang suami agar tetap bersabar.Bibir dokter itu tersenyum lebar. Lalu mengulurkan tangan pada Aryo dan mengucapkan selamat. Membuat keb
Sudah beberapa hari ia tinggal di rumah baru, membuat Indira sedikit kesepian. Pasalnya, ia merasa masih asing di tempat ini. Apalagi, seminggu ini Aryo tak bisa berkunjung seperti biasanya. Ia harus rela jatahnya bersama sang suami kini terganggu gara-gara kondisi kehamilan Wulan yang membuat semua orang khawatir.Bagaimana tidak, selama tujuh hari ini, badan Wulan lemas dan muntah-muntah. Bahkan, setiap ia memakan nasi atau pun bubur pasti selalu tak masuk. Terkadang Wulan hanya mau makan roti dan pisang saja. Untunglah, kedua makanan itu pun termasuk ke dalam sumber karbohidrat. Jadi, menurut dokter itu tak begitu membuat khawatir. Namun, tetap saja ia tak bisa meninggalkan sang istri begitu saja. Meski, ia merasa bersalah telah abai terhadap istri yang lain.“Maaf, Ra. Mas benar-benar tak enak sama kamu. Maaf juga kalau Mas sudah abai sebagai seorang suami,” ujar Aryo ketika ia menyempatkan diri untuk mampir ke rumah istri keduanya meski hanya bisa sebentar, itu pun sepulangnya A
Setelah memastikan Wulan baik-baik saja selepas siuman. Aryo terpaksa harus meninggalkan istri pertamanya untuk melanjutkan rencana kepindahan Indira, itu pun atas izin dari Wulan.“Mas pergi saja. Bukankah ini sudah direncanakan Mas beberapa bulan yang lalu. Aku enggak apa-apa, kok. Sekarang sudah lebih baik. Lagi pula, ini bukan kehamilan pertamaku. Jadi, aku udah bisa jaga diri.”Indira yang duduk di ranjang menemani Wulan menggeleng.“Enggak, Mas. Jangan tinggalin Mbak Wulan. Kepindahanku bisa dipending, tapi kesehatan Mbak Wulan lebih penting. Aku enggak mau kecolongan lagi, terus Mbak malah kembali pingsan,” kekeh Indira tak ingin mengindahkan ucapan kakak madunya.“Mbak enggak apa-apa, Ra. Kamu jangan khawatir. Tadi, Mbak pingsan gara-gara kelelahan aja. Beberapa Minggu ini kan kegiatan Danish di sekolah banyak banget, terus belum lagi kerjaan rumah yang enggak selesai-selesai. Mungkin itu juga yang membuat tubuh Mbak drop.”“Apa perlu Mas nyari orang lagi buat nemenin kamu di
Hari sudah menjelang malam. Mereka sibuk merapikan barang yang akan di bawa ke rumah barunya. Ada perasaan sedih karena harus meninggalkan kamar yang menyimpan banyak kenangan. Indira menatap foto keluarga saat dirinya masih kecil. “Kalau kamu belum siap untuk pindah, enggak papa kok, Sayang,” ucap Aryo seraya menepuk pundaknya.“Insya Allah aku siap kok, Mas. Sudah kewajibanku sebagai istri untuk nurut sama suami.”“Makasih ya, Sayang. Aku janji akan selalu berusaha menjaga dan membahagiakanmu semampu yang aku bisa. Aku enggak akan membiarkan siapa pun menyakitimu lagi.”Indira mengangguk sambil tersenyum. “Mbak Wulan gimana, Mas? Udah tahu aku mau pindah? Keberatan enggak? Soalnya aku enggak enak sama Mbak Wulan. Mas Aryo udah ngasih aku rumah,”“Udah, Sayang. Wulan juga senang kalau kamu bahagia. Lagi pula, kamu juga berhak mendapatkannya. Mas jadi tenang sudah memberikan tempat tinggal layak untuk kalian berdua. Berarti fokus Mas kedepannya untuk membiayai kalian berdua dan yang
“Maafkan kesalahan anak kami ya Nak Indira. Maaf sebagai orang tua kita nggak becus mendidik anak. Kami menyesal sekarang atas semua perbuatan Rama sama kamu,” ujar ini Bu Rina sambil memohon maaf dengan berurai air mata.Indira meraih tangan Bu Rina dan menggenggamnya dengan erat.“Aku memaafkan semua kesalahan Mas Rama dulu. Meski sulit, tapi aku sedang berusaha untuk ikhlas. Lupakan semua yang telah terjadi. Bukankah Allah maha pemaaf kenapa kita saja sebagai hamba yang tak memiliki kuasa tidak?“Lagi pula, aku bersyukur dengan jalan ini, bisa mengenal sosok kakak seperti Mbak Wulan,” tambahnya lagi. Mendengar ucapan Indira, Buu Rina menghambur ke arah madu sang putri dan memeluknya erat. Ia mengucap terima kasih karena sudah mendapat maaf dari mereka. Hatinya sedikit lega. Padahal, ia dan sang suami sempat berpikiran picik terhadap wanita itu.Keduanya kira, Indira itu wanita yang gila harta sehingga mengincar Aryo dan bahkan mau menjadi istri kedua dari menantunya. Ternyata sang