Share

Bab 4. Siapakah Ira yang Dimaksud?

“Eh ... apa maksud Mas Aryo?” tanya Indira dengan raut wajah heran. Alisnya bertaut seakan hendak menyelidik maksud perkataan Aryo sebenarnya.

‘’Kenapa saya merasa Mas Aryo mengenal saya lama, ya?” tanya Indira kepada Aryo.

Aryo terlihat gugup, dia menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

“Hmm ... itu, sa-saya hanya ... menebak. Iya saya hanya menebak.” Kentara sekali kalau Aryo sedang gugup. Dia bingung harus menjawab apa lagi. Sedangkan tak mungkin dia menjawab yang sesungguhnya.

“Oh ... begitu ya, Mas.” Indira tersenyum canggung. Entah kenapa dia merasa masih ada yang mengganjal . Hatinya merasa kurang puas mendengar jawaban Aryo tadi, tapi dia tak mungkin bertanya lebih jauh. Toh Indira yakin tak pernah bertemu dengan Aryo sebelum dia pindah ke kota ini.

“Sekali lagi, saya berterima kasih, Mas. Kalau tak ada Mas Aryo, tak tahu bagaimana keadaan saya sekarang,” ucap Indira tulus dengan suara bergetar. Sesungguhnya dia masih syok dan ketakutan setelah apa yang terjadi barusan. Tapi Indira tak ingin menunjukkannya kepada siapa pun.

“Iya sama-sama. Mmmm ... Ngomong-ngomong kamu bagaimana pulangnya? Ini sudah malam mana mungkin ada bengkel yang buka. Lebih baik kita pulang bersama, biarkan motornya kita titipkan dulu ke salah satu warung di sana.” Tunjuk Aryo ke salah satu warung nasi yang buka 24 jam.

“Tidak usah, Mas. Terima kasih. Saya sudah banyak merepotkan Mas Aryo. Lebih baik saya mendorong motor ini sampai rumah. Kebetulan sebentar lagi juga sampai. Paling hanya butuh waktu setengah jam lagi kalau berjalan kaki.” Indira benar-benar keras kepala. Sebenarnya bukan karena itu alasan penolakan Indira. Dia merasa tak nyaman kalau harus satu mobil dengan laki-laki, apalagi dia Aryo. Pria yang katanya calon suaminya. Entah kenapa Indira selalu mendadak gugup dan tak nyaman jika sedang di dekat laki-laki itu.

“Yakin ...?” tanya Aryo sekali lagi.

“Iya, Mas.” Indira mengangguk dan tersenyum.

Aryo menggeleng mendengar penolakan Indira. Tapi ya sudah, dia tak bisa memaksa gadis itu. Sejujurnya dia juga merasa canggung setiap kali berdekatan dengan gadis itu.

Aryo berpamitan pulang dan masuk ke dalam mobil. Meninggalkan Indira yang mendorong motornya dengan kesusahan.

Sebenarnya Aryo tak benar-benar pergi meninggalkan Indira. Dia memarkirkan mobilnya di seberang jalan. Tak tega dan takut terjadi apa-apa lagi jika sampai gadis itu sendirian. Dia menjalankan mobilnya sepelan mungkin dan memantau Indira dari kejauhan. Entah apa yang dipikirkan oleh Aryo sampai-sampai dia rela melakukan itu untuk memastikan Indira selamat sampai rumah.

Setengah jam kemudian benar saja gadis itu akhirnya sampai dengan penampilan berantakan, gamis yang kusut, wajah yang terlihat lelah serta peluh bercucuran di dahinya. Benar-benar layaknya dia sudah berolahraga.

Saat Aryo memasukkan mobilnya ke garasi. Wulan datang menghampiri, lalu mencium tangan Aryo seperti biasa. Membawa tas kantor suaminya.

“Mas, di dalam ada Yuri. Baru saja datang dari Singapura,” ucap Wulan ketika mendampingi Aryo masuk ke dalam rumahnya.

Aryo yang mendengarnya langsung berbinar. Adik yang disayangnya akhirnya pulang juga, sudah kurang lebih satu tahun mereka tak bertemu. Apalagi masa pandemi seperti sekarang. Untunglah Yuri tahun ini bisa pulang setelah kuliahnya di sana selesai.

Aryo segera menghampiri adiknya itu. “Ehem ... akhirnya kamu pulang juga. Kakak sudah rindu sama kamu.” Yuri yang sedang asyik menonton televisi langsung terlonjak kaget. Melihat siapa yang datang dia cepat-cepat berdiri dan memeluk Aryo, kakak tercintanya.

“Aku juga rindu banget sama kakak. Ngomong-ngomong setahun enggak ketemu kakak makin tampan saja. Mbak Wulan awas Loh dijaga suaminya. Jangan sampai ada wanita lain yang merebut Masku ini dari Mbak Wulan,” ucap Yuri sambil tertawa.

“Wulan tersenyum, di saat itu juga Aryo menyentil dahi Yuri dengan jarinya.

“Sembarangan kamu. Kakakmu ini setia, bisa dites dan tanyakan sama Mbakmu,” bantah Aryo, dia melirik ke arah Wulan dan merangkulnya. Membuat Yuri yang di hadapannya memutar bola mata malas.

“Kalau mau mesraan lihat tempat, Kak. Mentang-mentang kalian saling cinta. Udah ah, aku mau ke kamar dulu. Capek banget pengen istirahat.” Yuri berlalu dari hadapan Aryo dan Wulan. Kakaknya itu hanya bisa menggelengkan kepala. Yuri masih saja seperti yang dulu, anak yang sangat periang.

Sejak Ibu dan Ayah mereka meninggal 3 tahun yang lalu, Aryo dan Wulan lah yang menggantikan posisi orang tua untuk Yuri. Dia satu-satunya keluarga untuk Aryo, jadi laki-laki itu sangat menyayangi adiknya.

Aryo mengajak Wulan ke kamar mereka, dan menikmati malam dengan penuh cinta. Layaknya sepasang kekasih yang sedang dimabuk asmara.

🌺🌺🌺🌺

Akhir pekan adalah waktu yang tepat untuk para pekerja berkumpul dengan keluarganya. Begitu pun dengan Aryo. Hari ini dan esok dia libur bekerja. Pagi sekali Aryo diajak Yuri Untuk berlari pagi. Mereka sama-sama mengelilingi Komplek sekitar rumah.

Saat melewati salah satu rumah, Yuri berhenti karena tali sepatunya yang terlepas. Dia terpaku melihat seseorang yang dikenalnya. Bahkan sangat dekat dengan dia dulu. Benarkah itu dia? Kenapa bisa kebetulan sampai bertemu dengannya di sini.

Yuri menghampiri orang itu dan memeluknya layaknya seseorang yang baru saja bertemu dengan orang yang sudah lama tak berjumpa. Bingung bukan kepalang reaksi wanita yang dipeluk Yuri.

“Kakak, ke mana saja selama ini? Aku kangen banget sama Kak Ira.” Senyum Yuri merekah. Dia benar-benar tak menyangka bisa bertemu dengan wanita yang dipanggilnya Ira.

“Hmmm ... kamu siapa? Apa kita saling kenal sebelumnya?” tanya wanita itu.

Yuri yang merasa heran dengan yang didengarnya. Gadis itu terpaku untuk beberapa saat.

“Ini aku, Kak. Adiknya Mas Aryo. Masa kakak lupa? Oh atau mungkin karena kita sudah lama tak bertemu, ya, Kak.” Saat akan menjawab. Aryo datang dan segera mengajak Yuri pulang ke rumahnya.

“Ayo, kita pulang dulu. Kak Wulan sudah menyiapkan sarapan untuk kita.” Seret Aryo sambil berpamitan.

Setelah cukup jauh Yuri melepaskan pergelangan tangan yang digenggam Aryo.

“Kakak ini kenapa sih? Sampai seret-seret aku segala. Kak bukannya itu Kak Ira, Ya?” tanya Yuri menggebu-gebu.

Aryo berubah raut wajahnya menjadi dingin.

“Bukan, itu bukan dia. Kakak mohon jangan bicara apa pun tentang Ira,”

“Tapi ....”

Yuri berhenti berkomentar, setelah melihat raut wajah kakaknya yang seperti memberikan peringatan.

“Sebenarnya kenapa Mas Aryo melarangku membahas kak Ira seperti itu” batin Yuri.

Siapa sebenarnya Wanita yang dipanggil Ira? Apa hubungannya dengan Aryo?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status