Home / Rumah Tangga / Bukan Inginku Menjadi Istri Kedua / Bab 4. Siapakah Ira yang Dimaksud?

Share

Bab 4. Siapakah Ira yang Dimaksud?

Author: Nuri522
last update Huling Na-update: 2023-01-24 08:00:31

“Eh ... apa maksud Mas Aryo?” tanya Indira dengan raut wajah heran. Alisnya bertaut seakan hendak menyelidik maksud perkataan Aryo sebenarnya.

‘’Kenapa saya merasa Mas Aryo mengenal saya lama, ya?” tanya Indira kepada Aryo.

Aryo terlihat gugup, dia menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

“Hmm ... itu, sa-saya hanya ... menebak. Iya saya hanya menebak.” Kentara sekali kalau Aryo sedang gugup. Dia bingung harus menjawab apa lagi. Sedangkan tak mungkin dia menjawab yang sesungguhnya.

“Oh ... begitu ya, Mas.” Indira tersenyum canggung. Entah kenapa dia merasa masih ada yang mengganjal . Hatinya merasa kurang puas mendengar jawaban Aryo tadi, tapi dia tak mungkin bertanya lebih jauh. Toh Indira yakin tak pernah bertemu dengan Aryo sebelum dia pindah ke kota ini.

“Sekali lagi, saya berterima kasih, Mas. Kalau tak ada Mas Aryo, tak tahu bagaimana keadaan saya sekarang,” ucap Indira tulus dengan suara bergetar. Sesungguhnya dia masih syok dan ketakutan setelah apa yang terjadi barusan. Tapi Indira tak ingin menunjukkannya kepada siapa pun.

“Iya sama-sama. Mmmm ... Ngomong-ngomong kamu bagaimana pulangnya? Ini sudah malam mana mungkin ada bengkel yang buka. Lebih baik kita pulang bersama, biarkan motornya kita titipkan dulu ke salah satu warung di sana.” Tunjuk Aryo ke salah satu warung nasi yang buka 24 jam.

“Tidak usah, Mas. Terima kasih. Saya sudah banyak merepotkan Mas Aryo. Lebih baik saya mendorong motor ini sampai rumah. Kebetulan sebentar lagi juga sampai. Paling hanya butuh waktu setengah jam lagi kalau berjalan kaki.” Indira benar-benar keras kepala. Sebenarnya bukan karena itu alasan penolakan Indira. Dia merasa tak nyaman kalau harus satu mobil dengan laki-laki, apalagi dia Aryo. Pria yang katanya calon suaminya. Entah kenapa Indira selalu mendadak gugup dan tak nyaman jika sedang di dekat laki-laki itu.

“Yakin ...?” tanya Aryo sekali lagi.

“Iya, Mas.” Indira mengangguk dan tersenyum.

Aryo menggeleng mendengar penolakan Indira. Tapi ya sudah, dia tak bisa memaksa gadis itu. Sejujurnya dia juga merasa canggung setiap kali berdekatan dengan gadis itu.

Aryo berpamitan pulang dan masuk ke dalam mobil. Meninggalkan Indira yang mendorong motornya dengan kesusahan.

Sebenarnya Aryo tak benar-benar pergi meninggalkan Indira. Dia memarkirkan mobilnya di seberang jalan. Tak tega dan takut terjadi apa-apa lagi jika sampai gadis itu sendirian. Dia menjalankan mobilnya sepelan mungkin dan memantau Indira dari kejauhan. Entah apa yang dipikirkan oleh Aryo sampai-sampai dia rela melakukan itu untuk memastikan Indira selamat sampai rumah.

Setengah jam kemudian benar saja gadis itu akhirnya sampai dengan penampilan berantakan, gamis yang kusut, wajah yang terlihat lelah serta peluh bercucuran di dahinya. Benar-benar layaknya dia sudah berolahraga.

Saat Aryo memasukkan mobilnya ke garasi. Wulan datang menghampiri, lalu mencium tangan Aryo seperti biasa. Membawa tas kantor suaminya.

“Mas, di dalam ada Yuri. Baru saja datang dari Singapura,” ucap Wulan ketika mendampingi Aryo masuk ke dalam rumahnya.

Aryo yang mendengarnya langsung berbinar. Adik yang disayangnya akhirnya pulang juga, sudah kurang lebih satu tahun mereka tak bertemu. Apalagi masa pandemi seperti sekarang. Untunglah Yuri tahun ini bisa pulang setelah kuliahnya di sana selesai.

Aryo segera menghampiri adiknya itu. “Ehem ... akhirnya kamu pulang juga. Kakak sudah rindu sama kamu.” Yuri yang sedang asyik menonton televisi langsung terlonjak kaget. Melihat siapa yang datang dia cepat-cepat berdiri dan memeluk Aryo, kakak tercintanya.

“Aku juga rindu banget sama kakak. Ngomong-ngomong setahun enggak ketemu kakak makin tampan saja. Mbak Wulan awas Loh dijaga suaminya. Jangan sampai ada wanita lain yang merebut Masku ini dari Mbak Wulan,” ucap Yuri sambil tertawa.

“Wulan tersenyum, di saat itu juga Aryo menyentil dahi Yuri dengan jarinya.

“Sembarangan kamu. Kakakmu ini setia, bisa dites dan tanyakan sama Mbakmu,” bantah Aryo, dia melirik ke arah Wulan dan merangkulnya. Membuat Yuri yang di hadapannya memutar bola mata malas.

“Kalau mau mesraan lihat tempat, Kak. Mentang-mentang kalian saling cinta. Udah ah, aku mau ke kamar dulu. Capek banget pengen istirahat.” Yuri berlalu dari hadapan Aryo dan Wulan. Kakaknya itu hanya bisa menggelengkan kepala. Yuri masih saja seperti yang dulu, anak yang sangat periang.

Sejak Ibu dan Ayah mereka meninggal 3 tahun yang lalu, Aryo dan Wulan lah yang menggantikan posisi orang tua untuk Yuri. Dia satu-satunya keluarga untuk Aryo, jadi laki-laki itu sangat menyayangi adiknya.

Aryo mengajak Wulan ke kamar mereka, dan menikmati malam dengan penuh cinta. Layaknya sepasang kekasih yang sedang dimabuk asmara.

🌺🌺🌺🌺

Akhir pekan adalah waktu yang tepat untuk para pekerja berkumpul dengan keluarganya. Begitu pun dengan Aryo. Hari ini dan esok dia libur bekerja. Pagi sekali Aryo diajak Yuri Untuk berlari pagi. Mereka sama-sama mengelilingi Komplek sekitar rumah.

Saat melewati salah satu rumah, Yuri berhenti karena tali sepatunya yang terlepas. Dia terpaku melihat seseorang yang dikenalnya. Bahkan sangat dekat dengan dia dulu. Benarkah itu dia? Kenapa bisa kebetulan sampai bertemu dengannya di sini.

Yuri menghampiri orang itu dan memeluknya layaknya seseorang yang baru saja bertemu dengan orang yang sudah lama tak berjumpa. Bingung bukan kepalang reaksi wanita yang dipeluk Yuri.

“Kakak, ke mana saja selama ini? Aku kangen banget sama Kak Ira.” Senyum Yuri merekah. Dia benar-benar tak menyangka bisa bertemu dengan wanita yang dipanggilnya Ira.

“Hmmm ... kamu siapa? Apa kita saling kenal sebelumnya?” tanya wanita itu.

Yuri yang merasa heran dengan yang didengarnya. Gadis itu terpaku untuk beberapa saat.

“Ini aku, Kak. Adiknya Mas Aryo. Masa kakak lupa? Oh atau mungkin karena kita sudah lama tak bertemu, ya, Kak.” Saat akan menjawab. Aryo datang dan segera mengajak Yuri pulang ke rumahnya.

“Ayo, kita pulang dulu. Kak Wulan sudah menyiapkan sarapan untuk kita.” Seret Aryo sambil berpamitan.

Setelah cukup jauh Yuri melepaskan pergelangan tangan yang digenggam Aryo.

“Kakak ini kenapa sih? Sampai seret-seret aku segala. Kak bukannya itu Kak Ira, Ya?” tanya Yuri menggebu-gebu.

Aryo berubah raut wajahnya menjadi dingin.

“Bukan, itu bukan dia. Kakak mohon jangan bicara apa pun tentang Ira,”

“Tapi ....”

Yuri berhenti berkomentar, setelah melihat raut wajah kakaknya yang seperti memberikan peringatan.

“Sebenarnya kenapa Mas Aryo melarangku membahas kak Ira seperti itu” batin Yuri.

Siapa sebenarnya Wanita yang dipanggil Ira? Apa hubungannya dengan Aryo?

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Bukan Inginku Menjadi Istri Kedua   Ending

    Akan tetapi, wanita itu berhenti sejenak di depan pintu. Sorot matanya menangkap sosok tampan di dalam sana yang tengah mengusap perut Indira. Ia berniat kembali berbalik arah, tetapi Indira melihat Wulan yang bergegas langsung memanggilnya.Wulan menoleh dan tersenyum menatap adik madu dan sang suami. Sebenarnya, ia pergi bukan karena cemburu, tetapi lebih karena tidak enak hati telah mengganggu kebersamaan Aryo dan Indira. Wulan memasuki kamar adik madunya. Aryo segera berdiri menghampiri Wulan dan merangkulnya. “Mbak cuma mau nyuruh kamu turun. Kita makan bersama. Hidangannya sudah siap ,” ujar Wulan.“Mbak masak sendiri?”“Iya spesial buat kamu, Ra. Mbak masak ayam bakar.”“lho, kok repot-repot sih, Mbak. Padahal Mbak Wulan sendiri pasti capek ngurus Salma dan anak-anak, kan?” ujar Indira memandang heran wajah kakak madunya yang seperti tak pernah merasa capek.“Wulan memang begitu, Ra. Dia wanita hebat yang seperti tak pernah kenal lelah dalam hidupnya,” timpal Aryo dan mendap

  • Bukan Inginku Menjadi Istri Kedua   Bab 59

    Mereka jalan bersama sekedar melihat wahana yang ada. Siang ini udara begitu panas sehingga membuat para pengunjung kegerahan. Begitu pun dengan Indira, seketika tubuh Indira lemas dan matanya sedikit berkunang. Penglihatannya mulai redup seakan hari akan menjelang malam. Indira tak sadarkan diri. Untung saja, Salma sedang Wulan susui pun tangan Aryo sigap tubuh sang istri dan bergegas membawanya ke rumah sakit terdekat. Satu keluarga itu panik bukan main melihat Indira tak sadarkan diri. Apalagi, Aryo, kentara sekali kekhawatiran di wajah pria itu.Setelah sampai, Indira segera ditangani oleh dokter.Selang beberapa saat, dokter yang memeriksa Indira keluar dengan wajah senyum merekah. Aryo bergegas menghampirinya. “Ada apa dengan istri saya, dok? Kenapa dia bisa pingsan gini. Apa istri saya sedang sakit, dok?” cecar Aryo. Wulan mengelus punggung sang suami agar tetap bersabar.Bibir dokter itu tersenyum lebar. Lalu mengulurkan tangan pada Aryo dan mengucapkan selamat. Membuat keb

  • Bukan Inginku Menjadi Istri Kedua   Bab 59

    Sudah beberapa hari ia tinggal di rumah baru, membuat Indira sedikit kesepian. Pasalnya, ia merasa masih asing di tempat ini. Apalagi, seminggu ini Aryo tak bisa berkunjung seperti biasanya. Ia harus rela jatahnya bersama sang suami kini terganggu gara-gara kondisi kehamilan Wulan yang membuat semua orang khawatir.Bagaimana tidak, selama tujuh hari ini, badan Wulan lemas dan muntah-muntah. Bahkan, setiap ia memakan nasi atau pun bubur pasti selalu tak masuk. Terkadang Wulan hanya mau makan roti dan pisang saja. Untunglah, kedua makanan itu pun termasuk ke dalam sumber karbohidrat. Jadi, menurut dokter itu tak begitu membuat khawatir. Namun, tetap saja ia tak bisa meninggalkan sang istri begitu saja. Meski, ia merasa bersalah telah abai terhadap istri yang lain.“Maaf, Ra. Mas benar-benar tak enak sama kamu. Maaf juga kalau Mas sudah abai sebagai seorang suami,” ujar Aryo ketika ia menyempatkan diri untuk mampir ke rumah istri keduanya meski hanya bisa sebentar, itu pun sepulangnya A

  • Bukan Inginku Menjadi Istri Kedua   Bab 58

    Setelah memastikan Wulan baik-baik saja selepas siuman. Aryo terpaksa harus meninggalkan istri pertamanya untuk melanjutkan rencana kepindahan Indira, itu pun atas izin dari Wulan.“Mas pergi saja. Bukankah ini sudah direncanakan Mas beberapa bulan yang lalu. Aku enggak apa-apa, kok. Sekarang sudah lebih baik. Lagi pula, ini bukan kehamilan pertamaku. Jadi, aku udah bisa jaga diri.”Indira yang duduk di ranjang menemani Wulan menggeleng.“Enggak, Mas. Jangan tinggalin Mbak Wulan. Kepindahanku bisa dipending, tapi kesehatan Mbak Wulan lebih penting. Aku enggak mau kecolongan lagi, terus Mbak malah kembali pingsan,” kekeh Indira tak ingin mengindahkan ucapan kakak madunya.“Mbak enggak apa-apa, Ra. Kamu jangan khawatir. Tadi, Mbak pingsan gara-gara kelelahan aja. Beberapa Minggu ini kan kegiatan Danish di sekolah banyak banget, terus belum lagi kerjaan rumah yang enggak selesai-selesai. Mungkin itu juga yang membuat tubuh Mbak drop.”“Apa perlu Mas nyari orang lagi buat nemenin kamu di

  • Bukan Inginku Menjadi Istri Kedua   Bab 57

    Hari sudah menjelang malam. Mereka sibuk merapikan barang yang akan di bawa ke rumah barunya. Ada perasaan sedih karena harus meninggalkan kamar yang menyimpan banyak kenangan. Indira menatap foto keluarga saat dirinya masih kecil. “Kalau kamu belum siap untuk pindah, enggak papa kok, Sayang,” ucap Aryo seraya menepuk pundaknya.“Insya Allah aku siap kok, Mas. Sudah kewajibanku sebagai istri untuk nurut sama suami.”“Makasih ya, Sayang. Aku janji akan selalu berusaha menjaga dan membahagiakanmu semampu yang aku bisa. Aku enggak akan membiarkan siapa pun menyakitimu lagi.”Indira mengangguk sambil tersenyum. “Mbak Wulan gimana, Mas? Udah tahu aku mau pindah? Keberatan enggak? Soalnya aku enggak enak sama Mbak Wulan. Mas Aryo udah ngasih aku rumah,”“Udah, Sayang. Wulan juga senang kalau kamu bahagia. Lagi pula, kamu juga berhak mendapatkannya. Mas jadi tenang sudah memberikan tempat tinggal layak untuk kalian berdua. Berarti fokus Mas kedepannya untuk membiayai kalian berdua dan yang

  • Bukan Inginku Menjadi Istri Kedua   Bab 56

    “Maafkan kesalahan anak kami ya Nak Indira. Maaf sebagai orang tua kita nggak becus mendidik anak. Kami menyesal sekarang atas semua perbuatan Rama sama kamu,” ujar ini Bu Rina sambil memohon maaf dengan berurai air mata.Indira meraih tangan Bu Rina dan menggenggamnya dengan erat.“Aku memaafkan semua kesalahan Mas Rama dulu. Meski sulit, tapi aku sedang berusaha untuk ikhlas. Lupakan semua yang telah terjadi. Bukankah Allah maha pemaaf kenapa kita saja sebagai hamba yang tak memiliki kuasa tidak?“Lagi pula, aku bersyukur dengan jalan ini, bisa mengenal sosok kakak seperti Mbak Wulan,” tambahnya lagi. Mendengar ucapan Indira, Buu Rina menghambur ke arah madu sang putri dan memeluknya erat. Ia mengucap terima kasih karena sudah mendapat maaf dari mereka. Hatinya sedikit lega. Padahal, ia dan sang suami sempat berpikiran picik terhadap wanita itu.Keduanya kira, Indira itu wanita yang gila harta sehingga mengincar Aryo dan bahkan mau menjadi istri kedua dari menantunya. Ternyata sang

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status