Share

Part 6

Author: Wulans
last update Last Updated: 2022-10-11 16:14:49

Nazwa mengatupkan mulutnya saat mendapati pemandangan yang cukup mengejutkan. Dika bersama Nazwa dalam satu kamar yang sama, terlebih Risa hanya mengenakan handuk membuat sebuah prasangka tersendiri dalam benak Nazwa. 

"Ma-maaf aku sudah mengganggu. Lanjutkan saja, dan jangan lupa tutup pintu kamar," ucap Nazwa sambil mengulum senyum, lalu memberikan isyarat kepada pelayannya untuk segera mendorong kursi rodanya menjauh. 

Dika berdecak, dia beralih menatap Risa yang masih saja tak sadarkan diri. Dengan kesal dia membopong tubuh Risa, dan merebahkannya di ranjang. 

"Bangunlah jalang, dan katakan dengan siapa kamu bercinta!" 

"Hei, siapa yang kamu sebut jalang?!" pekik seseorang dari ambang pintu. 

Dika menegakkan tubuh lalu menghadap ke arah sumber suara, dua pria yang sama-sama berparas tampan itu pun saling beradu pandangan. 

"Apa masalah Anda, Tuan?" tanya Dika sambil menelengkan kepala. 

"Apa yang sudah kamu lakukan, kepadanya?"

Masih dengan tatapan sinis, Arya melangkah mendekati ranjang. Menarik selimut lalu menutupi tubuh Risa, yang hanya terbalut handuk. 

"Apakah, Tuan menikmatinya semalam? Ah, aku yakin itu pasti sangat menyenangkan."

Dahi Arya berkerut, "Apa maksud kamu?"

"Tanda merah di leher, Risa. Itu perbuatan, Anda bukan? Dan saya yakin jika anting yang tertinggal di kantor Anda, itu milik wanita ini!" ucap Dika tegas sambil menyibak rambut Risa, dan menunjukkan jika wanita di hadapan mereka hanya mengenakan satu anting. 

Rupanya, Dika begitu percaya diri. Dirinya yakin jika selama ini Arya, dan Risa benar-benar bermain gila di belakang semua orang. 

"Bagaimana mungkin? Semalaman tentu saya bersama dengan, Nazwa. Bukankah sudah jelas dia bersama siapa pagi ini?" Arya tersenyum penuh kemenangan, tanpa banyak berkata dia berbalik dan hendak keluar dari kamar itu. 

Tidak terima dengan tuduhan Arya, Dika menahannya dengan kasar. Dia mencengkram jas yang digunakan Arya lalu menyudutkannya pada tembok. 

"Jaga sikapmu, kamu lupa di mana kita berada?" ucap Arya dengan nada datar, dan tatapan dingin. 

"Saya tidak melakukan apapun, Tuan!" tegas Dika berdalih. 

Namun, Arya hanya terkekeh mendengar ucapan itu. Melihat raut kesal Dika, satu kebahagian tersendiri bagi dirinya. 

"Jadi kamu ingin mengatakan jika, Nazwa pembohong? Asal kamu tahu, Nazwa sendiri yang mengatakan jika, Dika tengah bersama Risa dalam kamar yang sama. Bahkan, Risa sampai tak sadarkan diri. Wah, sepertinya semalam suntuk kalian bercinta."

Cengkraman Dika semakin kuat, dan Arya hanya menepisnya dengan satu gerakan cepat. 

"Sudahlah jangan mempermalukan dirimu, bukankah semalam kamu masuk ke dalam kamar ini?"

Dika bergeming, napasnya menderu hebat. Jika saja saat ini mereka tak sedang berada di kediaman keluarga besar Bramantyo sudah dapat dipastikan, kepalan tangannya akan melayang ke wajah tampan Arya. 

Risa yang baru saja tersadar, diam-diam mendengarkan perdebatan itu. Dalam hening ia mengumpat dengan keputusan Arya. Namun, satu sisi ia merasa lega. Setidaknya untuk saat ini dia merasa aman, karena pada akhirnya orang-orang akan mengira jika dirinya memadu kasih dengan Dika. 

"Sayang, kenapa kamu marah-marah kepada Pak Arya," celoteh Risa sambil mengubah posisi dari rebahan menjadi duduk bersandar pada bantal. 

Secara bersamaan ke dua pria tampan itu mengalihkan pandangan kepada sumber suara. Dahi Dika berkerut mendengar ucapan Risa, sedangkan Arya tampak mengulum senyuman. 

"Apa kamu bilang, Sayang?" tanya Dika tak percaya dengan kata-kata itu. 

"Apa kamu malu, Sayang? Tidak apa-apa semua sudah terbongkar. Kita tak perlu lagi menyembunyikan hubungan ini," kata Risa sambil tersenyum. 

Dika menggeleng-gelengkan kepala, dia mendekati Risa lalu memaksanya untuk berdiri. 

"Apa ini skenario kalian? Dasar gila!" pekik Dika lalu kembali menghempas tubuh Risa dengan kasar. 

Dengan langkah lebar-lebar Dika bergegas meninggalkan kamar mencari keberadaan Nazwa, dia ingin meluruskan apa yang sebenarnya terjadi. 

"Nazwa, ada yang ingin aku jelaskan bahwa sebenarnya—" ucap Dika dengan napas yang terengah-engah, tapi kata-katanya terhenti saat dia menyadari jika ada seseorang yang kini tengah bersama Nazwa. 

"Hai, Dika. Sepertinya ada hal mendesak yang ingin kamu sampaikan kepada, Nazwa. Silahkan, ucapkan saja," ucap Bramantyo sesaat setelah menyeruput teh hangatnya. 

Dika menelan salivanya susah payah, menatap Bramantyo duduk di sebelah Nazwa membuatnya kehilangan kata-kata. 

"Aku tahu, sebenarnya Kakak gak bermaksud menyembunyikan hubungan kalian, kan?" ucap Nazwa sambil tersenyum. 

"Hubungan, siapa?" tanya Bramantyo sambil menatap ke arah Dika. 

Tanpa sempat mengucapkan hal yang sebenarnya Arya muncul lalu merangkul tubuh Dika. 

"Hubungan dia dengan, Risa yang sepertinya sangat hangat," ucap Arya sambil menoleh ke arah Dika. Dia tersenyum, senyuman yang sarat akan makna. 

"Benarkah itu, Dika?" tanya Bramantyo kembali. 

Dika benar-benar tak dapat berkutik. Dia menatap kepada Nazwa, dan Arya secara bersamaan. 

"I-itu—" 

"Itu benar, Om. Kami saling mencintai," ungkap Risa yang tiba-tiba muncul lalu merangkul lengan Dika mesra. 

Dika terkejut, dia menoleh, dan menatap tajam ke arah Risa yang dibalas sebuah senyuman yang sangat manis. 

"Para bajingan ini! Lihat saja balasanku!" batin Dika, Murka. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bukan Istri, Hanya Wanita Kesayangan Pak Boss   Part 54

    Angin yang berembus lembut disertai matahari senja yang menyelinap dari celah pepohonan seakan mengantarkan kepergian Arya. Dari balkon kamar, Risa terus menatap mobil jeep yang membawa Arya menjauh, semakin menjauh hingga hilang dari pandangan. Suasana sepi mulai menyelimuti, hanya suara angin yang bergesekan dengan dedaunan menjadi nyanyian alam yang menemani kesendirian Risa. Ia tampak menghela napas dalam sambil mendudukan diri di sebuah kursi kayu. "Setidaknya, di sini aku bisa bernapas lega. Tidak ada lagi Tuan tua menyebalkan itu!" gerutu Risa. Rupanya, Risa masih merasa kesal dengan Bramantyo. Mungkin lebih tepatnya dendam dengan perlakuan menyebalkan lelaki itu terhadap dirinya. "Lihat saja, aku akan membuatmu malu, Bramantyo!" pekik Risa mencurahkan segala kekesalan di dalam hatinya tanpa khawatir ada seorang pun yang mendengarnya. Matahari semakin beranjak ke barat, angin pun berembus lebih kencang. Risa memeluk tubuhnya sendiri karena dingin yang seketika menyergapnya

  • Bukan Istri, Hanya Wanita Kesayangan Pak Boss   Part 53

    Tempat yang terasa asing bagi Risa. Tidak ada lagi keramaian, mall, salon, restoran dan tempat-tempat yang biasa Risa datangi jika tengah dilanda rasa bosan. Kini hanya pepohonan menjulang yang menjadi teman setianya. "Ini ponsel baru, meskipun jauh dari keramaian aku dapat menjamin kamu masih bisa berselancar di dunia maya. Tapi ingat, gunakan akun palsu," ungkap Arya saat dia hendak kembali ke kota dan menyerahkan ponsel baru untuk sang kekasih. "Lalu, kapan kamu akan berkunjung kembali? Aku takut lama-lama diam seorang diri di sini." Risa menatap sekeliling lalu bergidik ngeri. "Aku takut setan, Mas," sambungnya sembari memeluk tubuh Arya. Melihat kekasih hatinya seperti itu, Arya terbahak. Risa seperti anak kecil dan dia begitu gemas terhadapnya. "Kok malah ketawa sih?" Ia mencebik dengan tangan yang dilipat di depan dada. Bibir tipis yang mengerucut dengan pipi sedikit menggembung membuat Arya tak tahan untuk tidak mencubit pipi sehalus sutra tersebut. "Aw, Sayang ih. Saki

  • Bukan Istri, Hanya Wanita Kesayangan Pak Boss   Part 52

    "Kepalaku pusing sekali," lirih Risa ketika, ia mulai tersadar. Tubuhnya lemas dengan kepala yang terasa pusing sekali. Beberapa kali ia pun mengerjap saat cahaya langsung menerpa wajahnya. "Apa kamu baik-baik, saja?"Beberapa saat ia tertegun, berusaha mengingat suara yang terasa sangat familiar untuknya. "Maafkan aku," ungkapnya lagi sambil mengecup kening Risa lembut. "Mas, Arya?"Arya tersenyum, senyuman laksana sinar matahari pagi yang sangat menenangkan. "Kamu jahat, Mas!" pekiknya, sembari memukul dada bidang Arya. Dalam sekali gerakan, Arya menarik tubuh lemas Risa ke dalam dekapannya. Tangisan Risa semakin menjadi dan tersedu-sedu. "Aku janji tidak akan menyakitimu lagi."***Risa yang belum mampu berjalan, dibopong Arya ke kamar mandi. Dengan sangat telaten, dia melepaskan satu persatu kain yang menempel pada tubuh perempuan itu. Risa tersipu mendapatkan perlakuan seperti itu dari Arya. "Apa wajahku sangat menarik? Sehingga kamu terus menatapku, tanpa berkedip?" Ri

  • Bukan Istri, Hanya Wanita Kesayangan Pak Boss   Part 51

    "Setelah ini apa aku harus tetap menunggu?" tanya Risa dengan suara parau. Arya membeku, dengan pikiran yang entah berjelajah ke mana. Hati lelaki itu bimbang, disaat seperti itu jelas dia harus mementingkan Nazwa agar hidupnya selamat. "Bagaimana jika satu bulan kamu bertahan menjadi seorang pelayan?" pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulutnya, dan selang beberapa detik Arya menyesal telah bertanya seperti itu. Gerimis di dalam hati Risa kini menjelma laksana badai. Hatinya luluh lantak mendengar ucapan Arya yang terasa begitu menyakitkan. "Aku tahu kamu pasti akan seperti ini!" ungkap Risa, sambil menghentakkan kaki lalu pergi meninggalkan Arya yang tengah diselimuti perasaan menyesal. Langkah Risa lunglai, energi yang biasanya meluap-luap dalam dirinya kini lenyap begitu saja. Harapan yang sempat ia tanam, tercerabut hanya karena satu ungkapan dari mulut Arya. "Baiklah, sudah saatnya aku menyerah," lirih Risa, sambil terus berjalan menyusuri koridor rumah sakit. Meng

  • Bukan Istri, Hanya Wanita Kesayangan Pak Boss   Part 50

    "Tuan, Nona Nazwa pingsan!" pekik Mae. Bramantyo bergeming untuk sesaat, dia berbalik lalu berlari menghampiri sang putri. Dia memeluknya erat seraya terus menyebut nama Nazwa. "Siapkan mobil!" teriak Arya. Dalam hitungan detik semua orang dibuat panik dengan kondisi Nazwa yang tiba-tiba kehilangan kesadaran. Begitupun Risa, meskipun tak ada lagi rasa persahabatan di dalam hatinya, tetap saja ia bersikap seolah-olah dirinya yang paling peduli. "Ini semua salahku. Maafkan aku, Nazwa," lirih Risa sambil berlari mengikuti Arya yang membopong tubuh Nazwa. Air mata Risa terus berlinang, air mata palsu yang hanya ingin mendapatkan simpati dari seorang Bramantyo. "Kamu tidak perlu ikut!" Hadang Bramantyo saat Risa hendak masuk ke mobil. "Saat, Nazwa sadar dia pasti akan mencari, Risa. Ayah, aku mohon biarkan dia ikut," sahut Arya dengan posisi kepala menyembul keluar pintu mobil. Bramantyo bergeming, dia seakan menimbang apa yang diucapkan oleh menantunya itu. "Ayah! Nazwa harus seg

  • Bukan Istri, Hanya Wanita Kesayangan Pak Boss   Part 49

    "Bukankah sudah saya katakan jika mulai pagi ini kamu harus segera pindah ke kamar pelayan?"Risa menunduk, kedua tangannya saling meremas. "Lalu kenapa jam sepuluh kamu masih berada di sini?!" sambungnya tegas. Suara Bramantyo menggelegar bagaikan gemuruh di tengah-tengah badai. "Maaf, Tuan. Semalam saya tidak bisa tidur," balas Risa dengan suara lirih. Bramantyo berjalan mendekati tumpukan baju yang belum sempat Risa kemas semua. Dahinya lelaki itu berkerut melihat barang-barang mewah yang dimiliki Risa. "Apa kamu seorang simpanan?" tanya Bramantyo tiba-tiba. Risa bagaikan terpaku tepat ke dasar bumi. Petir seakan menyambar dirinya mendengar pertanyaan dari Bramantyo. "Ma-maksud, Tuan apa?""Dari mana kamu mampu membeli baju-baju mewah ini?" Bramantyo meraih satu baju, lalu melemparkan tepat pada wajah Risa. "Setahuku satu helai baju ini setara dengan upahmu bekerja sebagai asisten di kantor. Lalu, bagaimana kamu bisa membeli barang ini?"Tidak ada jawaban yang terlontar dari

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status