Share

2. Bekas Lipstik

Hatiku semakin tidak tenang. Sayang sekali, aku tidak tahu kata sandi akun media sosial Mas Ardi. Baru saja menikah, aku sudah dibayangi kehancuran oleh orang ke tiga. Selama aku mengenalnya dulu, dia begitu baik dan lembut. Tidak ada hal yang membuatku curiga. Semuanya baik-baik saja. Siapa sangka jika  akhirnya akan begini.

"Li?" 

"Iya, Ma?" Segera kubuka pintu kamar dan menunjukkan sikap yang biasa saja ke mama.

"Ayo, makan dulu!" 

"Mama dan papa duluan saja! Lily belum lapar, Ma."

"Kamu sakit?"

"Nggak, Ma. Lily sehat, kok."

"Kok, pucat?" 

"Lily nggak apa-apa, Ma. Serius."

"Kalau sakit bilang, Li! Kamu telepon Ardi cepet biar dia bisa ngantar kamu ke dokter!"

"Nggak, Ma. Cuma sedikit kelelahan saja tadi habis mindahin barang-barang yang di atas lemari itu," kataku beralasan.

"Bener?"

"Bener, Ma."

Untung saja mama percaya begitu saja. Namun, tak lama kemudian mama datang dengan membawa sepiring makanan untukku. 

"Ma, Mama tidak perlu melakukan ini."

"Kenapa? Kamu anak mama. Ayo, dimakan!"

"Ma?" Aku memanggilnya ketika hendak keluar dari kamarku.

"Kenapa, Li? Ada lagi yang dibutuhin?"

"Makasih, Ma!" ucapku sambil tersenyum. Mama mengangguk dan mengusap lembut kepalaku.

Aku menutup pintu kamar rapat-rapat. Tangisku pecah. Mertuaku memang sudah sangat baik kepadaku, tetapi suamiku tidak sebaik yang kukira. Dia tega menodai ikatan suci yang belum ada satu bulan ini.

***

Sudah pukul dua belas malam tengah malam, tetapi Mas Ardi tak kunjung pulang. Aku sudah mengirimkan pesan, tetapi tidak terkirim. Entah karena baterai ponselnya habis atau sengaja mematikan ponsel. 

Terdengar suara deru mobilnya, tetapi aku tidak menyambutnya seperti biasa. Aku ingin tahu bagaimana reaksinya jika aku pura-pura tidur. Tak lama kemudian, pintu kamar terbuka. Mas Ardi memanggilku, tetapi aku tetap menutup mata. 

Dia menanggalkan pakaiannya kemudian menuju ke kamar mandi. Aku segera mengambil ponsel Mas Ardi yang ada di meja. Kubuka aplikasi berlogo warna hijau tersebut. 

Leni. Pesan dari perempuan tersebut ada berada di paling atas. Tanganku bergetar ketika membuka pesan-pesan dari Leni. Entah sudah berapa banyak emoji hati yang diselipkan dalam setiap pesannya. Aku segera menyimpan nomor Leni dalam ponselku.

Aku kembali meletakkan ponsel suamiku karena sudah tak kuasa melanjutkan membaca percakapan mesra itu. Harumnya bunga pernikahan seakan masih tercium di hidungku, tetapi aku sudah menerima kenyataan pahit. 

Tak lama kemudian, suamiku keluar dari kamar mandi. Dia segera berganti pakaian dan tidur di sampingku. Tak ada kecupan mau pun pelukan. Pantas saja jika suamiku bersikap biasa saja dan tak meminta jatah malam pertamanya. Ternyata dia sudah melabuhkan dirinya kepada wanita lain.

Sudah satu jam aku memejamkan mata, tetapi aku tidak dapat tidur. Bayang-bayang kehancuran rumah tangga sudah menghantui. Bagaimana aku mengatakan hal ini kepada ayah dan ibu? Bagaimana jika mama dan papa tahu? 

Entah harus bertahan atau menyerah. Bertahan terlalu sakit, tetapi menyerah juga akan sulit. Kedua orang tua kami sangat bangga dengan pernikahan kami. Rasanya tidak tega jika melihat kedua orang tua kami kecewa ketika mengetahui fakta ini.

***

"Mas, mau ke mana?" tanyaku kepada Mas Ardi yang sudah rapi.

"Aku ada urusan, Dek."

"Bukannya sekarang hari libur?" 

"Urusan di luar pekerjaan, Dek."

"Aku ikut, ya?" 

Mas Ardi menatapku sejenak. Aku hanya ingin tahu saja bagaimana reaksinya.

"Ja–jangan, Dek!"

"Kenapa, Mas?"

"Aku sama teman-teman cowok, loh, Dek. Nggak ada ceweknya."

"Terus kenapa, Mas?"

"Ya, jangan, dong! Nanti kalau kamu digoda sama mereka, gimana?"

"Nggak akan, Mas."

Mas Ardi memegang kedua bahuku. Dia menggiringku untuk duduk. "Dek, aku ini ada urusan. Kamu di rumah saja, Dek! Kamu mau apa? Nanti biar aku bawakan!"

"Aku ingin kamu meluangkan waktu untukku sebentar saja! Aku ingin membicarakan sesuatu denganmu, Mas."

"Kalau gitu, kapan-kapan saja aku akan membawamu ke tempat yang kamu suka. Kita akan berbagi cerita apa pun di sana. Sekarang aku mau pergi dulu. Baik-baik di rumah!" 

Mas Ardi pergi begitu saja. Aku bahkan belum menanyakan perihal tanda kecupan, aroma parfum, dan pesan dari Leni. Saat kutinggal memasak tadi, Mas Ardi masih tertidur pulas. Ketika aku kembali ke kamar, dia sudah rapi saja. 

Pernikahan ini sangat hambar. Kenyataan yang kualami sekarang, jauh berbeda dengan ekspektasiku. Tak ada panggilan kesayangan, tak ada sentuhan, tak ada kecupan, dan tak ada candaan. Hambar. Semuanya seperti tidak berasa. 

Aku berjalan menghampiri mama dan papa yang sudah menunggu di meja makan. Sebisa mungkin aku memasang wajah yang biasa saja. 

"Ardi mau ke mana tadi? Kok, buru-buru banget?" tanya papa.

"Katanya, sih, ada urusan, Pa."

"Urusan apa?"

"Katanya di luar pekerjaan, Pa. Sama teman-teman lelakinya."

"Oh."

"Ardi itu seharusnya lebih banyak luangin waktu buat kamu!" Mama berujar sambil mengambil secentong nasi untuk papa.

"Belakangan ini, Ardi seperti sibuk sekali. Dia selalu pulang malam juga, Pa," lanjut mama.

"Nanti Papa ngomong sama Ardi biar mereka bisa berbulan madu! Masa', pengantin baru sibuk ngurusin kerjaan mulu?" kata mama lagi.

Aku tertegun mendengar perbincangan mama dan papa. Mereka begitu manis dengan hubungan kami. Sayangnya, mereka tidak tahu kenyataan di balik semua ini. Jangankan berbulan madu, menyentuhku saja tidak pernah.  

***

Malam pun tiba, tetapi suamiku tak kunjung pulang. Aku teringat akan nomor telepon Leni yang sudah kusimpan di ponsel. Di dalam ponsel, aku memiliki dua nomor telepon yang aktif. Aku menghubungi nomor Leni dengan nomor yang tidak diketahui oleh Mas Ardi. 

"Halo?" sapa seorang wanita di seberang sana. Namun, aku masih terdiam.

"Halo? Halo? Siapa, ya?"

"Siapa, Sayang?" Suara seorang lelaki mengejutkanku. Beberapa detik kemudian, panggilan itu terputus. 

Aku sangat mengenal suara tersebut. Itu adalah suara Mas Ardi. Aku tidak salah lagi. Entah apa yang kurang dariku sampai Mas Ardi lupa kalau aku adalah istrinya. Sampai hati Mas Ardi menodai pernikahan yang baru sebelas hari ini. 

Aku berdiri di depan cermin dan menatap wajahku. "Apakah aku kurang cantik? Apakah aku kurang seksi?"

Dari foto profil Leni, dia terlihat sangat cantik dan seksi. Pantas saja jika suamiku lebih tertarik dengannya. Aku berpikir akan mempertahankan rumah tanggaku ini. Mulai sekarang aku akan mengubah penampilanku. Walau aku sudah menerima pahitnya kehidupan di awal, tapi aku akan membuatnya manis di akhir.

Sama seperti kemarin, aku pura-pura tidur ketika suamiku tiba. Setelah membersihkan diri, biasanya Mas Ardi akan langsung tidur di sampingku. Namun, kali ini aku bisa memastikan kalau Mas Ardi akan terkejut setelah menarik selimut yang aku gunakan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status