Home / Romansa / Bukan Istri Pemuas Nafsu / Bab 8. Semburan Ludah Rinay di Wajah Bagas

Share

Bab 8. Semburan Ludah Rinay di Wajah Bagas

last update Huling Na-update: 2022-12-09 09:52:47

Dengan tangan gemetar, Bagas memutar anak kunci. Dia menguakkan daun pintu sedikit, lalu menyusup masuk.  Dadanya berdebar hebat, saat netranya menemukan tubuh yang teronggok di sudut gudang.

“Nay, Sayang …,” lirihnya memanggil nama wanita itu sambil berjalan cepat ke arah sudut. “Sayang, kamu baik-baik saja?” tanyanya menempelkan punggung tangan di kening sang wanita.

“Kenapa menyusul ke sini? Apa benar kamu hamil, Sayang? Nay …,” bisiknya seraya memeluk sang istri.

“Lepaskan aku, ba … jingan!” Dengan gerakan pelan, Rinay mendorong dada Bagas. Masih ada sisa tenaga yang dia punya.  Bik Lastri tadi sempat memberinya segelas minuman hangat tadi.

“Jangan sentuh aku! Mulai sekarang, haram tanganmu menyentuh tubuhku!” ancamnya dengan suara serak.

“Jangan bicara begitu, Nay! Mas sayang sama kamu! Dengar, nanti Bik Lastri akan memberi kamu ramuan, kamu minum, ya! Biar cepat kuat dan pulih. Setelah kamu kuat, Mas akan mengantarkanmu pulang. Kamu tunggu di desa, Sayang! Seperti biasa. Ingat, kamu adalah istriku, akan tetap menjadi istriku, hem? Mas balik ke kantor dulu, ya! Nanti malam, Mas akan mengeluarkan kamu dari gudang ini. Kita bisa tidur bareng di salah satu kamar di rumah ini. Tapi, setelah Tatiana tidur, ya!”

Puih!

Semburan ludah Rinay tepat mengenai wajah pria itu.

“Kau meludahiku, Nay?” Bagas tersentak kaget. Dia meraba wajahnya yang basah terkena semburan ludah Rinay.

“Ya, kenapa? Kau tidak terima? Kau pantas mendapatkan itu! Bahkan sejujurnya aku ingin muntah di wajahmu itu! Kau pembohong! Kau penipu!” ketus Rinay dengan nada makin kasar. Tenaganya serasa kembali pulih setelah bertemu Bagas. Emosi yang melanda membuatnya merasa lebih kuat.

“Jangan kasar, gitu, Rinay! Aku ini suamimu!”

“Sekarang tidak lagi! Sejak aku tau siapa kau yag sebetulnya!” sergah Rinay dengan suara serak beriring tangis tertahan. Wanita delapan belas tahun itu berusaha keras agar tangis itu tak pecah sekarang. Apalagi di hadapan pria yang telah menghancurkan masa depan dan segala harapan.

Jangan salah paham, Mas bisa jelaskan!” Bagas mengulurkan tangan, hendak membelai kepala sang istri.  “Dengar, sebenarnya Tatiana itu ….”

“Jangan sentuh aku!” bentak Rinay menepis tangan pria itu dengan kasar. Kalimat Bagas menggantung. Rinay memotong ucapannya.

“Aku tidak butuh penjelasan apa-apa! Aku sudah dengar semuanya dari mulutmu lewat teleponmu dengan ibumu tadi! Kau menipuku! Kau bilang itu vitamin penguat rahim, nyatanya  itu obat penggugur kandungan! Kau bilang orang tuamu sangat merindukan cucu dariku, nyatanya ibumu sama sekali tak pernah mengharapkan aku!” lanjut Rinay dengan mata basah. Suaranya tersendat, sesekali terhenti untuk menarik napas berat.

“Nay …,” panggil Bagas pelan. Pria licik itu sedang berpikir keras bagaimana cara menaklukkan kembali istri sirinya ini.

“Kenapa kau tidak pernah talak aku seperti janjimu kepada orang tuamu, juga janjimu kepada istri barumu itu? Kenapa kau tak talak aku?” cecar Rinay dengan lantang.

“Karena aku mencintaimu, Nay! Aku sayang sama kamu!”

“Bohong! Kau sengaja tidak menalak aku karena kau ingin  jadikan aku sebagai istri simpananmu! Perempun pemuas nafsumu! Pelepas dahagamu!  Seperti yang dituduhkan oleh orang-orang di kampungku!  Tuduhan mereka benar! Kau hanya ingin menjadikan aku budak nafsumu!”

“Itu tidak benar, Rinay!”

“Itu benar! Tak perlu kau membantah lagi! Sekarang, aku sudah tahu semuanya. Dengar, Tuan Bagaskara yang terhormat! Aku menolak menjadi budak nafsumu! Sekarang, aku hanya minta satu hal padamu,  lepaskan aku!”

“Apa maksudmu lepaskan?”

“Talak aku! Lalu izinkan aku pergi dari sini! Jam lima sore ini masih ada Bus terakhir yang berangkat ke kampungku. Aku akan naik bus itu pulang!”

“Kau tidak sedih akan kehilanganku? Bukankah kau begitu tergila-gila pada ketampananku? Yakin, kau siap kalau aku talak?”

“Cih! Tergila-gila pada laki-laki seperti kau? Kalau bukan karena kau perkosa aku waktu itu, aku tidak akan pernah jadi istrimu! Karena kau sudah berstatus sebgai suamiku, maka aku berusaha menjalankan kodratku sebagai seorang istri. Aku berusaha mengabdi padamu! Aku belajar mencintaimu. Dengan tipu dayamu, aku berhasil kau taklukkan, aku jatuh hati padamu. Tapi, itu dulu. Sekarang aku sudah sadar siapa kau. Kau yang memang aslinya  bajingan tetap saja bajingan! Talak aku sekarang!”

“Wah, kau sombong juga ternyata, ya! Kau pikir kau itu siapa?  Sok kecantikan …. Seribu perempuan cantik seperti kau  bisa aku dapatkan  dengan uangku, tau kau!  Denganmu, aku hanya terjebak! Orang kampung  yang kolot itu memaksaku menikahimu! Kau pikir aku cinta padamu, begitu? Jangan besar kepala kamu, ya! Kau itu hanya perempuan kampung, yang kebetulan paling cantik waktu itu kulihat untuk ukuran orang kampung! Waktu itu juga karena aku kesepian, tak punya hiburan di kampungmu yang terpencil itu! Jangan  kepeden kamu!”

“Kau sudah puas menelanjangi dirimu? Kau sudah puas menceritakan semua kebusukanmu, ha? Sekarang talak aku, lalu ijinkan aku pergi dari sini! Kenapa istrimu itu mengurung aku di sini? Talak aku! Lalu biarkan aku pergi!”

“Dengar  sebenarnya aku bisa saja talak kau sekarang! Aku juga tidak butuh kau! Tapi, sayang sekali kau  dalam keadaan  hamil! Kok bisa kau hamil, coba! Padahal aku sudah memberimu obat anti hamil!”

“Tidak penting lagi kau bahas itu! Talak aku! Itu yang penting!”

“Kau pikir gampang talak kau begitu saja, hah! Keluargamu, warga desamu, juga perangkat-perangkat desa di kampungmu itu, akan menuntutku karena menceraikan kau yang sedang hamil. Kau gugurkan dulu kandunganmu itu? Setelah  itu, aku akan talak kau. Cuma itu jalan satu-satunya!”

“Kau …. Kau sama saja dengan ibumu, juga istrimu! Kenapa kalian mempermasalahkan anak ini?”

“Karena  aku, ibuku, juga istriku, tak mau ada bagian dari diriku yang tertinggal padamu setelah aku mentalak kamu, mengerti?”

“Licik! Kau jahat!”

“Kenapa? Kau merasa sedih harus kehilangan calon anakku  yang ada di perutmu itu, hem? Hehehe … kau pasti sengaja mempertahankan dia, agar kau bisa mengikat aku, iyakan?  Kau pikir aku akan mempertahankanmu demi anak itu? Sayang sekali, aku tak butuh anak itu, Rinay!”

*****

Bersambung

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Bukan Istri Pemuas Nafsu   Bab 66. Tamat (Bagas Menderita Gangguan Mental)

    *****“Rindi … Rin … Rindi ….” Rinay memanggil. Bocah dua tahun itu tak ada di kamarnya. Harusnya dia tidur siang di jam seperti ini. Di kamar anak-anak hanya ada Deo sedang tertidur pulas.“Ning, Rindi mana?” teriak Rinay sambil berjalan menuju dapur.“Enggak ada di kamarnya, ya, Bu? Palingan main di halaman depan, seperti biasa,” jawab Ningrung sambil mencuci piring di samping meja kompor.“Loh, kan ini jam tidur siang anak-anak, Ning? Kenapa dibiarin main?”“Non Rindi selalu terbangun di jam seperti ini, Bu! Dia udah kenyang tidur siang, kok!”“Terus, dia main sendiri di halaman depan, begitu? Enggak ada yang mengawasi?”“Biasanya juga enggak lama, Bu. Bentar lagi juga balik. Dia marah kalau saya ikutin. Katanya dia mau main sendiri. Lagian di depan kan ada penjaga dan satpam.”“Lain kali, tolong jangan biarkan anak anak main sendiri! Meskipun ada penjaga di depan!”“Baik, Bu! Saya akan susul Non Rindi!”“Enggak usah, biar saya susulin sendiri!”***“Ooom …. Oooom …!” Seorang

  • Bukan Istri Pemuas Nafsu   Bab 65. Tatiana Melabrak Rinay

    *****“Bapak … saya … saya tidak percaya ini?” lirih Rinay kembali menundukkan wajah basahnya.Aldo kembali meraih dagu wanita itu, membawanya tengadah, lalu mengikis jarak di antara mereka. Embusan napas keduanya saling menerpa wajah masing masing. Betapa Rinay ingin menunduk, namun tak bisa lagi karena Aldo menahannya.Tak ada yang bisa dia lakukan selain memejamkan mata, saat wajah Aldo kian mendekat, hingga tak ada lagi jarak. Sebuah kecupan lembut mendarat di keningnya. Sentuhan paling lembut yang pernah dia terima. Bahkan Bagas tak pernah seperti ini caranya. Sentuhan sang manta suami selama ini teramat brutal, selalu membabi buta mengacak acak setiap senti kulit wajahnya.“Aku mencintaimu, Rinay! Tolong terima aku dan anakku! Kumohon,” pinta Aldo berbisik lembut di dekat telinganya.Tak ada penolakan, tak ada gelengan kepala. Namun, Rinay juga tak sanggup meski sekedar untuk mengangguk. Aldo telah menyatukan mulut dan bibir mereka.Wanita yang tengah hamil tiga belas mingg

  • Bukan Istri Pemuas Nafsu   Bab 64. Lamaran Aldo Saat Rinay Ketakutan

    *****Aldo pulang lebih awal sore ini. Keputusan Hendrawan yang akan memecat Bagas dan memaksa pria itu menceraikan Tatiana sangat mengganggu pikirannya. Bagas pasti akan marah dan bis saja melampiaskannya kepada Rinay. Tatiana juga sama. Dengan status jandanya dia pasti akan datang mengacau kehidupan Aldo selanjutnya. Semua itu akan berdampak pada Rinay. Wanita itulah yang akan menjadi sasaran mereka selanjutnya.“Rinay di mana?” tanyanya begitu memasuki rumah, Bik Yuni yang menyambutnya.“Di kamar Den Deo, Pak,” jawab Bik Yuni seraya meraih tas kerja sang majikan.“Ya, saya akan langsung menemuinya!” Aldo menuju tangga. Itu membuat Bik Yuni gelisah.“Maaf, Pak. Saya duluan, ya!” pamit seraya berjalan cepat menapaki anak tangga. Sikapnya yang gelisah dan buru-buru sempat membuat Aldo curiga, namun dia urung menegurnya. Dengan langkah tenang dia mengikuti Bik Yuni. Langkahnya terhenti di ambang pintu kamar putranya.“Nay …! Bangun! Bapak Datang! Nay …! Nanti Bapak marah, kalau nge

  • Bukan Istri Pemuas Nafsu   Bab 63. Rahasia Bagas Terbongkar

    “Anda … pasti berbohong!” Hendrawan menatap Aldo dengan tajam.“Saya tidak bohong, sebenarnya saya tak ingin mengatakan hal ini kepada Om. Saya berharap Om akan mengetahui sendiri nanti, tapi tidak dari mulut saya. Nyatanya Om membuat saya emosi. Maaf, Om harus mendengar informai tak enak ini,” tutur Aldo dengan nada rendah. Betapa dia khawatir sekarang, dia takut Hendrawan kenapa-napa.“Jadi, perempuan kampung itu ada di kota ini? Peremupan licik, murahan, tak tau malu! Buat apa dia mengejar Bagas ke sini? Baik, aku akan mengembalikannya ke kampung sana dengan caraku! Tapi, kenapa Bagas dan Tatiana merahasiakan ini dariku?” Hendrawan yang awalnya emosi, berubah sayu. Dengan tatapan menerawang dia lalu mendesah berat.“Om mengenal Rinay?” tanya Aldo kebingungan.“Bagaimana dia bisa hamil, bukankah Bagas sudah menalak dia begitu proyek irigasi itu selesai waktu itu? Lalu, Bagas meninggalkannya di kampung sana. Bagas juga berjanji tak akan pernah tidur dengan perempuan itu. Tapi, ke

  • Bukan Istri Pemuas Nafsu   Bab 62. Pertengkaran Ado Dengan Ayah Tatiana

    “Masuk, Om!” sapa Aldo langsung bangkit dan keluar dari mejanya. Pria itu berjalan menyongsong Hendrawan.“Apa kabar, Om?” tanya Aldo lalu mengulurkan tangan hendak menyalam pria yang sebaya dengan papanya itu. Namun, tangannya mengambang di udara. Hendrawan tak mau menerima uluran tangannya.“Nih, Lihat!” Hendrawan melemparkan dua lembar kertas foto di lantai, tepat di kaki Aldo.“Ini hasil perbuatan Anda, bukan? Anda puas?” bentaknya menunjuk wajah Aldo.“I-ini, ini apa, Om?” Aldo terkejut. Pelan dia berjongkok, lalu meraih kedua foto itu. Gambar sebuah mobil yang sudah remuk terlihat di foto itu. Sesaat Aldo berfikir dn mencoba mengingat, dia seperti mengenal mobil itu. Tetapi lupa, di mana dan mobil siapa.“Oh, ini … mobil Pak Bagas. Ya, saya ingat sekarang, ini mobil Pak Bagas,” ucap Aldo kemudian. Kini dia paham, apa maksud kedatangan Hendrawan. Pasti untuk menuntut dirinya, karena anak buah Aldo yang telah menghancurkan mobil itu.“Apa maksud Anda melakukan ini, Pak

  • Bukan Istri Pemuas Nafsu   Bab 61. Mertua Bagas Mendatangi Aldo  

    “Lepaskan saya, Pak?” kata Rinay setelah semua penyerang bar-bar itu diusir paksa oleh anggota Aldo.“Oh, iya, maaf! Kamu baik-baik saja?” Aldo spontan melepas pelukannya.“Hem, terima kasih. Untung Bapak datang, dari tadi saya mengetuk pintu kamar, tapi Bapak tidak bukakan,” lirih Rinay mengusap pergelangan tanganya yang memar karena bekas cekalan paman Maya tadi.“Aku tidak mendengar, bukan tidak mau membukakan. Aku terbangun justru karena mendengar tangis Deo. Astaga, itu artinya Deo yang menyelamatkanmu, Rinay!” Aldo bagai tersadar.“Begitukah? Bapak terbangun karena mendnegar tangisnya, itu artinya ikatan batin di antar kalian begitu kuat, Pak.”“Sepertinya dia sengaja membangunkanku, karena pengasuh yang sangat dia sayangi dalam bahaya.”“Oh.”“Hem. Kamu mungkin tidak sadar, ikatan batin justru terjalin antara kau dan Deo. Bukan dengan Maya.” Aldo menatap Rinay dengan lekat.Rinay menunduk. “Maaf, saya pamit ke kamar Den Deo. Permisi, Pak!” pamitnya merasa jengah.“Ya, Bik Yuni

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status