Share

Bab 7.  Ramuan Penggugur Kandungan

“Baik, aku mau bukti! Dia harus mengugurkan kandungannya di depan mataku, lalu  Mas Bagas harus talak dia,  juga di depan mataku!  Bawa perempuan ini masuk!” tegas Tatiana lalu melangkah pergi.

“Begitu? Itu yang kau inginkan?” Rinay menghentikannya. 

“Kau berani berbicara padaku? Lihat dirimu! Apa pantas manusia rendah seperti kau berbicara dengan perempuan terhormat seperti aku, ha?” Tatiana berbalik, lalu mencengkram dagu Rinay dengan kasar.

“Jangan pernah sentuh aku!” bentak Rinay menepis cengkraman di dagunya. “Jangan pernah kalian bermimpi bisa mengugurkan kandunganku! Aku bisa membesarkannya meski tanpa suami!  Aku tak butuh laki-laki bangsat itu! Ambil dia untukmu!”

Aku tak butuh laki-laki bangsat itu! Ambil dia untukmu!” ketus Rinay langsung beranjak pergi. Tas kain miliknya tak lupa dia ambil dulu di dekat gerbang.

“Mau ke mana kau?” Tatiana menyambar tangannya.  “Kau pikir, kau bisa keluar dari rumah ini begitu saja, setelah aku tahu kau mengandung anak suamiku, ha? Sini kau!” paksanya menarik tangan Rinay.

“Mau apa kau? Lepaskan! Kau mau bawa aku ke mana?” Rinay mencoba meloloskan diri dari tarikan kasar dan kencang Tatiana. Tetapi Tatiana malah makin kencang mencengkram. Makin kuat Rinay berusaha melepaskan diri, makin dalam kuku-kuku panjang dan runcing Tatiana menancap di daging pergelangan tangannya.

“Bantu aku menyeret perempuan ini, Ma! Bang Aman, tutup dan kunci gerbangnya!” perintah Tatiana kepada ibu mertua dan penjaga kemanaan di rumah besar itu.

Rahayu langsung mencengkram tangan Rinay yang satu lagi, sementara Aman juga terpaksa melaksanakan perintah Tatiana, meskipun hatinya menolak. Betapa dia ingin  membantu Rinay  terlepas dari seretan kedua majikannya. Namun, dia takut kehilangan pekerjaan karena itu. Anak dan istrinya bisa-bisa tak makan lagi, kalau sampai dia dipecat dari tempat ini. 

“Lepaskan aku!” teriak Rinay dengan tubuhnya yang terseret. Kondisinya yang lemah karena baru saja muntah-muntah memudahkan kedua perempuan itu menyeretnya secara paksa.

Aman kembali menelepon Bagas. Kali ini disertai ancaman. “Bapak datang cepat! Perempuan hamil yang bernama Rinay itu sedang diseret masuk ke dalam rumah oleh Nyonya Rahayu dan Non Tatiana. Jika dalam tempo sepuluh menit Bapak tidak datang, terpaksa aku akan lapor polisi! Enggak peduli meski aku kan dipecat dari sini!” ancamnya menutup telepon. Dia meraih tas kain milik Rinay, lalu membawanya ke pos jaga.

Sementara Rinay kini sudah berada di dalam rumah. Tatiana mendorongnya masuk ke dalam gudang, tepat di samping dapur. Rahayu masih membantunya dengan setia. Bik Lastri, ART di rumah itu sontak menghentikan aktivitasnya. Berlari menyusul ke arah gudang.

“Ada apa ini, Nyonya, Non? Siapa perempuan ini? kenapa di seret-seret?” tanyanya panik sekaligus iba.

“Perempuan ini pelakor! Bibik tau pelakor? Enggak penting juga Bibik tau! Dia hamil! Hamil anak suamiku. Sekarang, cepat Bibik siapkan ramuan untuk mengugurkan kandungannya. Bibik pasti tau, kan, apa ramuannya! Cepat siapkan! Kalau enggak ada bahannya, suruh dibeli Bang Aman! Aku tunggu paling lama setengah jam! Cepat!” perintah Tatiana mengagetkan wanita  empat puluh lima tahun itu.

“Ramuan menggugurkan kandungan? Waduh, saya enggk paham, Non! Saya ….”

“Cepat, Bik!” Tatiana mendelik. “Minggu lalu bibik membuatkan ramuan itu untuk pembantu rumah seberang, kan? Pembantu seberang itu hamil padahal enggak punya suami, begitu, kan? Bibik membantunya membuatkan ramuan penggugur kandungan! Bibik pikir aku enggak tahu, apa? Sekarang buat lagi yang seperti itu, cepat!”

“Tapi, Non ….”

“Waktu Bibik tinggal dua puluh sembilan menit! Awas kalau enggak ada! Bibik kupecat! Keluar semua! Biar dia di dalam sendirian!” Tatiana lalu mengunci pintu gudang dari luar, lalu meningglkan tempat itu diikuti sang mertua.

Bik Lastri terhenyak. Bingung dan ketakutan. Benar minggu lalu dia ada membuatkan ramuan buat  Yayuk, seorang  janda yang bekerja sebagai ART di rumah seberang. Tetapi, itu terpaksa dia lakukan karena pacar Yayuk yang seorang supir taksi tiba-tiba menghilang. Yayuk memohon-mohon bantuannya karena takut dipecat sang majikan.

Lastri  sangat menyesal, bersumpah tak akan pernah melakukan itu lagi. Tapi sekarang, Tatiana memaksanya lagi. Setengah jam waktu yang dia punya terus berjalan. Haruskah dia akan kehilangan pekerjaan kali ini?

*

“Sayang?” Bagas buru-buru membuka pintu kamar.

“Kamu pulang? Enggak jadi ke terminal?” Tatiana menurunkan layar ponsel dari wajahnya. Bangkit dari baringnya, lalu bersender di bagian kepala ranjang. “Ibumu yang nelpon, ya? Makanya kamu cepat-cepat pulang ke rumah? Dasar berengsek!” sinisnya tersenyum miring.

“Sayang, Rinay itu ….”

“Istri sirimu!”  sergah Tatiana memotong ucapan Bagas.  

“Kau udah janji akan talak dia sebelum menikahiku waktu itu! Seluruh keluargamu bahkan bersaksi bahwa kau sudah talak dia! Aku dan papaku percaya! Nyatanya apa? Kau tak pernah talak dia! Bahkan saat ini dia hamil anakmu!” lanjutnya dengan nada penuh emosi.

“Begini, Sayang, sebenarnya aku sudah talak dia, tapi dia enggak mau. Dia ngancam mau bunuh diri kalau aku talak.”

“Bohong! Aku tidak percaya! Aku akan aduin ini ke papa aku. Aku pastikan kau dan papamu akan dipecat dari perusahaan Papa aku detik ini juga.”

“Jangan, Sayang! Mas minta maaf. Tolong jangan lakuin itu, ya! Mas akan talak dia sekarang, hem?”  Bagas memeluk Tatiana. Secepat kilat wanita itu menepisnya.

“Kau talak dia sekarang, di depan mataku? Kau mau?” tantangnya menatap tajam tepat di bola mata Bagas.

“Baik, aku akan lakukan.”

“Ok, tapi setelah perempuan itu keguguran! Aku tidak mau ada bagian dari dirimu yang tertinggal bersamanya. Aku enggak mau  anak itu akan menjadi alasan bagimu untuk kembali kepadanya kelak! Kau harus talak dia setelah dia menggugurkan kandungannya, paham!”

“Tentu, Sayang. Mas akan bujuk dia mengugurkan kandungannya, ya!”

“Membujuk? Hehehehe ….” Tatiana terkekeh sumbang. “Kau mau membujuk dia sambil peluk, sambil cium, begitu?” sinisnya dengan alis terangkat sebelah. “Tak ada bujukan! Bik Lastri sudah aku paksa membuatkan ramuan penggugur kandungan! Dua tiga kali meminum ramuan itu, aku yakin istri dekilmu itu akan keguguran. Setelah perempuan itu keguguran, mungkin besok atau lusa, baru kau talak dia! Kau balik saja ke kantor!”

“Kenapa tidak bawa ke dokter kandungan saja, Sayang? Mas khawatir dia kenapa-napa kalau minum ramuan sembarangan.”

“Khawatir? Kau mengkhawatirkan dia? Artinya kau masih sangat sayang sama dia?”

“Bu-bukan begitu, Tian …. Tapi, resikonya terlalu besar. Bagaimana kalau dia pendarahan, lalu ….”

“Lalu apa? Lalu mati, begitu? Ok, aku akan telpon Papa. Aku mau kita cerai!”

“Ok, ok. Aku ikuti kemauan kamu, Sayang! Baiklah, aku kembali ke kantor.” Bagas melangkah gontai meninggalkan kamar. Tatiana tersenyum penuh kemenangan.

Bagas tidak langsung blik ke kantor, tetapi  berbelok ke arah dapur, langsung menuju gudang. Dengan tangan gemetar, dia memutar anak kunci

****

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status