Share

Telepon Mesra

Penulis: Syifa Safaah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-02-07 13:00:13

 "Huftt.. Jika aku lembur sampai jam dua belas malam, lalu bagaimana dengan Rehan? Dia pasti tak akan bisa tidur dan akan terus menungguku pulang." Alana mendesah lemah. 

Sembari jemarinya berkutat dengan keyboard di hadapannya. Tetapi benak Alana melayang memikirkan Rehan. Semoga saja anak semata wayangnya itu tidak akan menanti kepulangannya malam ini. 

Alana kembali memusatkan pikirannya pada setumpuk pekerjaan yang menunggu untuk diselesaikan.  

Hingga tanpa terasa, waktu terus bergulir dan jarum jam terus berputar. 

Alana menghela melirik kearah jam yang menempel di dinding kantor. 

"Aku harus cepat-cepat menyelesaikan pekerjaanku. Setengah jam lagi pukul sepuluh malam, sebentar lagi aku harus mengantarkan kopi ke ruangan Andra," gumam Alana sembari melakukakan sedikit peregangan pada pinggang-pinggangnya yang malam ini terasa diremukkan.

Setelah itu, tangan Alana kembali sibuk berjibaku dengan kertas-kertas dan komputer. 

Hingga suara ponselnya yang berdering, membuat Alana menghentikan aktivitasnya sejenak. 

"Rehan.." pekik Alana melihat nama yang muncuk di layar ponselnya adalah nama Ibu Winarti. 

Sudah pasti bukan ibunya yang menelpon. Karena Winarti biasanya hanya akan mengirim pesan pada Alana. Alana hendak mematikan, tapi ia tak tega. Rehan pasti akan bertanya kenapa ia belum pulang. 

"Hallo.."

'Hallo, Ma. Mama masih di jalan, ya? Kok belum sampai rumah?' celoteh Rehan dengan segera. 

Alana menelan ludahnya. Dugaannya benar. Rehan memang sudah menunggunya pulang. 

"Rehan. Maaf, Sayang. Mama sedang banyak sekali pekerjaan malam ini. Dan Mama harus lembur. Rehan jangan tunggu Mama ya. Rehan tidur saja bersama dengan nenek. Gak apa-apa 'kan sayang, ya?" 

Terdengar suara Rehan menarik napas panjang di seberang sana. Alana tahu jika anaknya itu pasti keberatan. 

'Ya sudah. Tapi Mama harus jaga diri di sana, ya. Mama jangan terlalu capek. Rehan sayang Mama.' 

"Iya, sayang."

'I love you, Ma!'

"I love you too, sayang!" balas Alana sambil menyunggingkan senyum lembut, kemudian menutup sambungan telponnya. 

Akhirnya masalah Rehan sudah beres! Sekarang Alana bisa kembali bekerja tanpa merisaukan anak lelakinya. 

"Bisakah kamu mematikan telpon saat sedang bekerja?!" Alana terperanjat mendengar suara seseorang yang terdengar begitu dekat. 

"Pak Andra!" pekik Alana terkejut. Lalu menggigit bibir saat melihat ternyata Andra sudah berdiri tegap di samping mejanya. Dan, mata elangnya menghunuskan tatapan tajam pada Alana. 

'Sejak kapan Andra berdiri di situ?' ringis Alana dalam hati. 

Andra pasti melihatnya sedang mengangkat telpon. Alana tidak takut Andra marah karena ia mengangkat telpon di jam kerja. Tapi Alana takut jika Andra mendengar percakapannya dengan Rehan. Alana selalu memanggil dirinya sendiri dengan sebutan Mama bila sedang berbicara dengan anaknya itu. 

"Aku tahu, mungkin bagimu orang yang kamu telpon itu sangat penting. Tapi bagiku, pekerjaanmu adalah yang lebih penting dari segalanya, Alana. Jika ingin bermesraan lewat telpon, tunggu saja setelah jam kerjamu habis! Jangan korupsi waktuku yang penting! Aku tidak mau rugi memberimu uang lembur jika kamu tidak becus dalam bekerja!" kata Andra dengan tegas. 

Rahangnya tampak merapat dan matanya memerah menatap Alana. 

Sepertinya Andra sangat geram kali ini. 

Dan Alana hanya bisa menunduk sembari mengangguk pelan. 

"Baik, Pak Andra. Aku minta maaf. Aku berjanji tidak akan pernah mengulanginya lagi," kata Alana mencicit. 

Andra hanya mendengkus masam. Lalu berdecak sembari membalikan badannya. Kakinya melangkah pergi untuk kembali masuk ke dalam ruang kerjanya.

BRAK! 

Alana memejamkan mata mendengar suara pintu yang berdebum kuat. Andra membantingnya tak tanggung-tanggung. 

Tapi Alana justru mendesah lega dalam hatinya. 

"Hhh.. Untung saja. Berarti tadi Andra mengira kalau aku sedang menelpon dengan laki-laki lain. Tidak apa. Setidaknya itu lebih baik," gumam Alana. 

Ya. Memang benar. 

Andra tadi keluar saat ia melihat di kamera CCTV, Alana sedang mengangkat telpon sembari tersenyum-senyum. 

Tentu saja hal itu memantik rasa penasaran Andra, tentang dengan siapa Alana mengobrol. 

Namun saat keluar dari ruangannya, telinga Andra justru mendengar Alana mengucapkan kata sayang dan i love you dengan sangat mesra pada orang yang menelponnya itu. 

Hingga akhirnya Andra geram setengah mati, dan tak tahan untuk menghardik Alana. Sebab tak diragukan lagi, hatinya sedang diliputi oleh rasa cemburu. 

"Siapa laki-laki itu? Siapa orang yang Alana panggil dengan kata sayang lewat telpon? Kenapa aku tidak suka mendengarnya?" kesal Andra mengepalkan tangan di ruang kerjanya.

*** 

“Sekali lagi terimakasih banyak ya, Vir. Aku tidak tahu lagi harus bagaimana selain meminta bantuanmu.” Alana turun dari motor Virny. Ia mengucapkan terimakasih sembari memberikan helm di tangannya pada sahabatnya itu.

“Santai saja, Al. Kita itu ‘kan sahabatan. Jangan pernah sungkan sama aku. Aku tidak mungkin tega membiarkan sahabatku berdiri di pinggir jalan, jam dua belas malam lagi, Al. Untung kamu tidak dikira tante kunti yang sering berkeliaran di jam horror. Haha,” kelakar Virny berseloroh.

Alana juga ikut terkekeh karenanya.  

Setelah itu, Virny pamit pulang. Karena Virny tidak tinggal satu gang dengan Alana. Tapi jarak rumah sewa mereka tak terlalu jauh.

Kini kaki Alana bergerak memasuki sebuah gang yang menuju ke rumah sewanya. Namun begitu ia tiba di pelataran rumah, kening Alana bertaut bingung mendengar suara riuh yang samar-samar menggelitik di telinganya.

“Suara tawa siapa itu? Sepertinya suara Rehan. Tapi.. apa Rehan belum tidur?”  

Dengan cepat Alana bergerak masuk. Pintu rumah sengaja belum dikunci karena Alana memang belum pulang.   

“Mama!” seru Rehan melompat senang dari kursi. Lalu berlari memeluk Alana.

Sementara bola mata Alana melebar. Bukan karena melihat Rehan yang belum tidur, melainkan Alana terkejut saat melihat sosok pria tampan dengan perawakan tegap yang sepertinya tadi ia habis bermain dengan Rehan.

Bagaimana bisa pria itu di sini?

Syifa Safaah

Waduh, kira-kira siapa di sana? Terima kasih teman-teman pembaca sudah mengikuti karya ini. Ikuti terus kelanjutannya, ya. Terima kasih

| 1
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Bukan Istri Pilihan Ibumu   TAMAT- Aku Tetap Milikmu

    Yang seketika membuat Alana menelan ludahnya. Alana lalu menggigit bibir. Tentu saja ia mengerti dengan apa maksud dari perkataan Andra barusan. Andra mempertanyakan apakah ia sudah boleh menyentuh Alana lagi malam ini? Ya. Karena setelah kelahiran Alin, Andra sama sekali belum buka puasa. Ia berusaha menahannya hingga Alana siap.“Belum..” cicit Alana pelan. Membuat Andra menghela napasnya. “Jahitannya belum kering. Jadi kita belum bisa melakukannya malam ini,” dusta Alana pada Andra.Karena sebenarnya jahitanya sudah kering. Alana bahkan sudah siap jika Andra ingin menyentuhnya. Hanya saja, Alana sengaja mengerjai Andra.Alana sengaja membohongi Andra karena ia sudah mempersiapkan sebuah kejutan untuk suaminya itu.“Begitu ya? Ya sudah. Tidak apa-apa,” ucap Andra meskipun terdengar helaan pelan yang keluar dari mulutnya.Alana menangkup kedua tangan Andra yang masih memeluk perutnya.“Kamu ti

  • Bukan Istri Pilihan Ibumu   Rindu Alana

    Waktu berlalu begitu cepat. Tanpa terasa kini usia Alin sudah memasuki bulan ketiga. Alin sudah pintar mengoceh dan mengemut tangannya sendiri. Kadang ia akan menjambak pelan rambut Andra dan Rehan saat Papa dan kakaknya itu menciumi wajahnya.“Alin! Sayang! Berapa kali Papa bilang, berhenti mengemuti tanganmu seperti ini. Tadi ‘kan sebelum berangkat ke taman, kamu sudah minum susu yang banyak dari Mama Alana. Perut kamu pasti sudah kenyang ‘kan? Jadi sekarang hentikan mengemut tangannya ya!” Andra menarik tangan Alin yang mengepal dan masuk ke dalam mulutnya.Andra tidak ingin Alin terbiasa melakukan itu. Tapi yang namanya bayi berusia tiga bulan. Tentu saja dia tidak akan mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Papanya.Berulang kali Andra menarik tangan Alin dari mulut mungilnya, berulang kali pula Alin tetap memasukan tangannya itu ke dalam mulut lagi.Hingga akhirnya Andra menyerah. Ia menghembuskan napasnya pelan.“B

  • Bukan Istri Pilihan Ibumu   Alindra

    Kening Alana berkerut menatap pada suaminya."Alindra?" ulang Alana.Dan Andra langsung mengangguk mantap."Ya. Alindra. Alindra Wijaya. Dia akan menjadi seorang perempuan yang kuat dan berhati lembut. Dia akan pintar dan berwawasan luas. Dia juga akan tumbuh menjadi orang yang penuh kasih sayang. Semua orang akan memanggilnya dengan sebutan Alin!" ujar Andra menuturkan.Membuat Alana yang mendengarnya kini menarik kedua sudut bibirnya ke samping.Hingga membentuk sebuah senyuman."Alindra Wijaya? Aku setuju. Nama yang sangat indah," ucap Alana.Kemudian ia mengelus pipi mungil Alin yang masih sibuk menyusu--di dadanya."Hei, Alin! Ini Mama! Kata Papa, mulai sekarang nama kamu adalah Alin, ya. Nanti kamu akan bertemu dengan kakak Rehan. Juga dengan kedua nenek kamu. Kakak Rehan pasti akan senang saat melihat kamu yang secantik ini!" ujar Alana.Ya. Rehan adalah salah

  • Bukan Istri Pilihan Ibumu   Kelahiran Bayi Kedua

    “Emhh.. Maaf Pak Andra! Mr. Steve! Saya mau pamit ke kamar kecil dulu sebentar. Boleh?” tanya Vani dengan wajah sungkan.Yang kemudian langsung diangguki oleh Andra dan Mr. Steve.“Tentu saja boleh. Silakan Vani!”Vani mengangguk. Lalu ia bangkit berdiri sambil meraih ponselnya. Kaki Vani terus bergerak menjauhi meja itu. Lantas ia berhenti ketika berada di dekat kamar kecil.Vani segera saja mengangkat panggilan dari Nita.“Hallo Nyonya Nita! Mohon maaf saya baru mengangkat telpon Anda. Ada yang bisa saya bantu, Nyonya?” tanya Vani setelah menempelkan ponselnya di telinga kanan.‘Kenapa ponsel Andra tidak aktif? Sejak tadi saya menghubungi ponsel Andra sampai berpuluh-puluh kali. Tapi tidak satu pun yang tersambung. Jadi saya menghubungimu. Mana Andra?! Saya mau bicara dengannya?’ tanya Nita dari seberang telpon.Pertanyaan Nita itu seketika membuat Vani menggigit bibirnya. Ia tergugu dan

  • Bukan Istri Pilihan Ibumu   Tak Perlu Bahas Masa Lalu

    Sambil memegangi kepalanya dengan sebelah tangan, Andra menatap Alana dengan alis yang bertaut.“Kenapa kepalaku dijitak?” tanya Andra dengan memasang wajah sok polos.Alana berkaca pinggang di hadapannya. “Aku melakukan itu agar isi otak suamiku tetap waras. Ini sudah malam ‘kan? Kalau aku yang mandikan, bisa-bisa kita menghabiskan waktu berjam-jam di dalam kamar mandi itu. Karena aku sudah tahu betul dengan apa yang ada di dalam pikiranmu!” Alana berkata dengan tegas. Dan dagunya terangkat kearah Andra.Andra mengusap wajahnya dengan sebelah tangan, kemudian ia menghembuskan napasnya pelan. Lalu matanya menatap Alana lurus.“Hhh.. padahal aku sudah membelikanmu bunga. Tapi aku tidak mendapatkan balasan apa-apa,” gumam Andra pelan.Namun gumaman itu masih bisa terdengar dengan jelas di telinga Alana. Hingga membuat kedua bola mata Alana melebar dan ia mendelik kearah suaminya.“Oh! Jadi kamu sengaja membe

  • Bukan Istri Pilihan Ibumu   Suami Genit

    Membuat Alana dan Rehan sama-sama tersenyum mendengarnya.“Oh iya. Apa PR-nya Rehan sudah selesai?” tanya Andra yang melemparkan tatapanya ke arah buku tulis milik Rehan.“Sudah, Pa. Kalau untuk PR-nya, aku sudah mengerjakannya tadi. Sekarang hanya tinggal belajar membaca saja. Karena besok ada tes membaca oleh Ibu Guru,” sahut Rehan menjawab. Dan Andra mengangguk-anggukan kepalanya.“Oh begitu. Baiklah. Berhubung sekarang Papa sudah pulang ke rumah. Jadi bagaimana kalau Papa saja yang membantu kamu belajar membaca? Kamu mau?” Andra menaruh tas kerjanya di atas tempat tidur Rehan. Kemudian ia bertanya pada bocah kecil itu.“Mau Pa! Rehan mau!” seru Rehan dengan senang. Sampai ia mengangkat kedua tangannya ke atas hingga Andra terkekeh menggeleng-gelengkan kepalanya.Namun Alana menatap Andra dengan mengerutkan keningnya.“Tapi, Andra. Kamu ‘kan baru pulang dari kantor. Pasti k

  • Bukan Istri Pilihan Ibumu   Mengajari Berbohong

    “Apa pensil warnanya sudah? Jangan sampai ada yang tertinggal, Rehan!” Alana sedang mengecek perlengkapan sekolah Rehan yang ada di tas anak itu.“Sudah Rehan masukan semuanya, Ma? Isi tasku sudah lengkap, ‘kan?” Rehan balas bertanya pada Alana yang duduk di tepi ranjang sambil meneliti isi tas anak lelakinya itu.Pagi ini Alana memang langsung mendatangi Rehan ke kamarnya. Hal yang selalu menjadi kebiasaan Alana. Ia selalu memeriksa PR Rehan dan isi tas bocah itu. Alana takut jika sampai ada yang tertinggal di rumah.Merasa semuanya sudah lengkap, Alana menganggukan kepalanya lalu ia memberikan tas itu kembali ke tangan Rehan.“Ternyata semuanya sudah lengkap. Kalau begitu kemarikan sisirnya. Biar Mama yang sisirkan rambut kamu!” pinta Alana menengadahkan tangannya pada Rehan.Namun Rehan menggelengkan kepalanya dengan cepat. “Tidak usah, Ma. Rehan sudah besar sekarang. Mama tidak perlu lagi menyisiri rambut R

  • Bukan Istri Pilihan Ibumu   Ingin seperti Papa

    Malam ini, Andra sedang duduk di kursi yang terletak di balkon kamarnya. Tampak kaki kanannya tertumpang di kaki kiri. Dengan kacamata yang bertengger di hidung mancungnya, Andra mengamati lamat-lamat buku-buku tebal yang ia pangku di atas—paha.Yang sedang Andra baca itu tentu saja sebuah buku bisnis.Ketika itu Rehan datang dengan membawa snack di tangannya. Bocah kecil itu melangkah mendekati Papanya yang langsung menoleh dan tersenyum begitu melihat Rehan.“Hei! Papa pikir kamu sudah tidur?” Andra tersenyum pada Rehan sembari melepas kacamatanya dan menaruhnya di atas meja.“Belum, Pa. Rehan tidak bisa tidur.” Rehan kini menghempaskan pantatnya di kursi yang ada di depan Andra.“Kenapa kamu tidak bisa tidur? Apa kamu sudah minum susu hangatnya dari Bik Sumi?” tanya Andra kemudian ia menaruh buku tebalnya juga di atas meja. Untuk bergabung dengan kacamatanya.Rehan mengangguk sebagai j

  • Bukan Istri Pilihan Ibumu   Istri yang Manis

    Kini Andra dan Alana sudah ada di mobil. Alana mengerutkan keningnya menatap kearah jendela di sampingnya, benaknya berpikir kemana Andra akan menjalankan mobilnya ini?Andra bilang, mereka akan pergi jalan-jalan. Tapi Andra belum memberitahunya kemana tujuan mereka sebenarnya.Sementara Andra sendiri tampak fokus menyetir sembari tatapannya tajam ke depan sana.“Andra!”“Hmm?” Andra berdeham, melirik sekilas kearah Alana yang duduk di sampingnya. Sebelum kemudian kembali memusatkan pandangannya ke jalanan.“Sebenarnya kamu mau bawa aku ke mana?” Alana tak bisa menahan diri untuk tidak menanyakan hal itu. Ia sungguh penasaran.Tapi Andra hanya menahan senyumnya. Melihat Alana yang menatapnya dengan pandangan penuh tanya, membuat Andra merasa geli.“’Kan sudah ku bilang, kalau aku mau membawamu ke sebuah tempat yang akan membuatmu senang melihatnya. Karena it

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status