Hana bersiap-siap untuk ke kampus. Dipilihnya long dress tanpa lengan berwarna merah, dikombinasikan dengan cardigan berwarna hitam yang memiliki lengan seperempat. Melihat lebel harga dari baju yang akan dikenakannya, membuat bulu kuduknya merinding.Diambilnya buku catatan yang sudah disiapkannya untuk mencatat hutangnya. Buku ini juga akan dipakainya untuk menulis menu yang di sukai dan tidak disukai suaminya. Apa saja hal yang di sukai dan tidak disukai Daffin. Meskipun semuanya terkesan ribet, namun bagi Hana, ini merupakan hal yang penting, agar tidak melakukan kesalahan karena."Ini baju dikasih gratis atau hutang sih? Malu gak ya, kalau aku tanyakan tentang baju ini." Hana memandang lebel harga cardigan dan long dress tersebut. "Bila sempat dia mengatakan ini hutang, entah bagaimana cara aku membayarnya." Hana mengusap wajahnya dan memandang long dress yang sudah di letaknya di atas tempat tidur. "Ini baju sangat bagus sekali, kainnya lembut dan dingin. Ya harganya juga se
Hana kemudian menghubungi no ponsel suaminya, melalui panggilan Vidio call. Dengan sangat cepat sambungan Vidio call yang dilakukannya diangkat oleh Daffin. Hana diam ketika melihat wajah tampan suaminya yang saat ini memenuhi layar ponselnya. Daffin terlihat sangat gagah dengan posisi duduk yang tegap. Entah apa yang harus di ucapnya saat ini. Mau marah, sudah pasti. Ingin sekali ia menolak apa yang diberikan suaminya, namun Hana tidak berani melakukan itu. Pada akhirnya, ia frustasi sendiri.Hana memandang dasi yang di pakai suaminya. Dasi yang terpasang di leher Daffin, terlihat sangat tidak rapi. Ia tidak mengerti, mengapa pria itu tidak membenarkan sendiri dasinya. Hingga sampai saat ini, tidak ada satu katapun yang terucal dari bibirnya, ia hanya diam, menatap wajah pria yang begitu sangat menyebalkan, menurutnya. Daffin diam ketika menatap wajah istrinya yang saat ini menatapnya. "Apakah kamu merindukan aku istriku, sehingga kamu hanya ingin menatapku saja ."Daffin berkata d
Hana memutuskan sambungan Vidio call bersama dengan suaminya. Dipandangnya Nia yang berdiri di belakangnya. "Apa kamu sudah dengar?Apa aku harus mengulang kembali ucapan suami ku saat di telpon?" Tanyanya dengan kesal."Tidak usah nyonya, saya sudah mendengarnya, silahkan nyonya." Pengawalan Nia memberi isyarat tangannya, agar Hana jalan lebih dulu.Tanpa berkata lagi, Hana berjalan lebih dulu meninggalkan Nia. Entah apa kata teman-temannya nanti bila melihatnya memiliki pengawal pribadi seperti ini. Memikirkan ini, membuat Hana pusing sendiri. Hana berjalan menuju ke biro. Langkah kakinya terhenti ketika mendengar suara yang memanggilnya. Ia membalikkan tubuhnya dan tersenyum memandang sahabatnya. "Aku tadi ragu dan takut untuk memanggil. Aku Kirani salah orang." Nara berkata dengan hebohnya.Hana hanya diam, ketika mendengar ucapan sahabatnya."Kamu benar-benar sudah berbeda sekarang. Ini baju aku yakin harganya sangat mahal, cantik sekali. Wow bahannya juga sangat bagus." Nara
Hana sudah tidak berkata-kata lagi, ia fokus membuka celana kain yang dipakai suaminya. Setelah selesai membuka pakaian Daffin, Ia diam dan berdiri didepan suaminya."Apa seperti ini yang kau mau. Aku tidak suka mengulang kembali apa yang sudah aku perintahkan kepada mu. Apa kau mendengar apa yang kukatakan." Dafin mengeraskan suaranya. Hingga Hana terkejut."Hana diam dengan wajah yang memucat ketika Daffin membentaknya dengan keras. Ia hanya diam dan pasrah, ketika Daffin menarik baju piyama yang dipakai, hingga kancing baju piyama itu rontok seketika."Seperti ini yang kau inginkan?" Daffin menatap Hana.Hana menggelengkan kepalanya. Ia hanya diam ketika Daffin menarik bajunya dengan kasar dan melemparkannya ke lantai. "Aku tidak suka bila kamu tidak menuruti apa yang ku perintahkan dengan cepat." "Maafkan saya tuan." Hana menundukkan wajahnya.Daffin hanya diam ketika istrinya meminta maaf kepadanya. Ia memandang wajah istrinya yang sudah memuncak. Dengan cepat, ia melepaskan p
"Selama 45 menit tidak boleh berpakaian." Daffin mengingatkan."Iya tuan." Hana tersenyum.Daffin hanya diam dan kemudian pergi meninggalkan kamarnya.Hana memandang pakaiannya yang berserakan di lantai. Dikutipnya baju itu satu persatu. Dilihatnya kancing baju yang sudah tidak ada tersisa. Hana mencari buah bajunya yang berserakan dilantai. Ia kemudian mengutipnya dan mengumpulkannya. Setelah mengumpulkan semua kancing bajunya, Hana berjalan menuju lemari tas. Diambilnya tas yang tadi dipakainya untuk ke kampus dan mengeluarkan jarum jahit serta benang di dalam tasnya. "Untung aja tadi aku minta mbak Nia, untuk membelikan jarum dan juga benang. Aku sudah sangat memahami seperti apa tingkahnya. Dia tidak pernah berpikir untuk merusak pakaian. Sekarang aku bisa menjahit pakaian-pakaian yang sudah di rusaknya itu. Tidak mungkin aku membuangnya, sedangkan baju-baju itu harganya sangat mahal dan aku terlilit hutang." Hana berkata sendiri sambil memandang bajunya. Hana memasukkan benang
Hana tersenyum lebar dan menganggukkan kepalanya. "Iya tuan, saya sudah memperbaikinya."Pakai apa?" Daffin penasaran."Pakai jarum jahit dan benang tuan.""Di mana kamu mendapatkannya?" "Tadi saya meminta bantuan sama pengawal Nia, untuk membelikannya di jalan, ketika akan pulang ke rumah. Maafkan saya tuan, bila saya lupa memberi tahu anda." Wajah Hana memucat. Ia tidak menduga Bahwa Daffin akan bertanya hingga sedetail ini.Sorot mata yang penuh kemarahan, membuat bulu kuduknya berdiri. Pada akhirnya, ia menundukkan kepalanya."Baju di lemari sangat banyak. Bila aku merusak baju mu, 10 bahkan 50 pasang sekalipun, masih banyak lagi baju di dalam lemari. Kau tinggal membuang baju yang sudah aku rusak. Apa kau mengerti?" Daffin menyelipkan jarinya di dagu Hana.Hana diam tanpa bisa menjawab. "Bila baju mu di dalam lemari habis, aku akan membelikan baju yang baru, apa kamu paham?"Dadanya sesak ketika mendengar ucapan Daffin. Ingin sekali mulutnya menjawab pertanyaan dari suaminya,
"Siapkan makanan untukku." Daffin berkata, ketika memakai celananyaMata Hana terbuka lebar saat mendengar perintah suaminya. Ia sangat tidak mengerti dengan sikap pria gila yang saat ini ada di depannya. "Apakah kau tidak mendengar." Daffin mengeraskan suaranya sehingga membuat Hana terkejut. Baru semalam sikap suaminya baik sebaik-baiknya namun kini sikap suaminya sudah kembali menyeramkan hingga membuat dirinya ketakutan."Saya dengar tuan, apakah saya boleh membersihkan diri dan memakai baju, sebentar saja." Hana berkata dengan penuh permohonan. Air matanya terus mengalir tanpa bisa dibendungnya."Tidak, aku ingin kau menyiapkan makanan untuk ku sekarang!" Hana diam, meskipun pria itu sudah menjadi suaminya, namun dirinya begitu sangat malu ketika berpenampilan seperti ini di depan pria tidak berhati tersebut.Hana menatap Daffin, seperti seorang kucing yang sedang meminta belas kasihan. Meskipun ia sadar bawa pria itu, tidak akan memberikan toleran sedikitpun. Ia, hanya bisa
Setelah menyelesaikan pekerjaannya, Daffin kembali ke kamar. Ia masuk ke dalam kamar dan melihat Hana yang sudah tertidur. Di tatapnya wajah istrinya. Entah mengapa, hari ini emosinya sangat cepat naik. Apalagi ketika melihat istrinya seperti ini. Daffin masuk ke kamar mandi untuk membersihkan wajahnya serta gosok Gigi. Ia kemudian keluar dari kamar mandi setelah mengeringkan wajahnya dengan handuk.Dinaikinya tempat tidur dan berbaring di sebelah istrinya. Tubuhnya terasa lelah dan ingin beristirahat. Belum lama matanya terpejam, ia kembali membuka matanya, ketika mendengar suara tangis wanita yang berbaring di sebelahnya. "Tolong lepaskan tuan, tangan saya sakit sekali." Daffin memandang Hana dengan kening berkerut. Dilihatnya Hana yang ternyata sedang tidur. Air mata menetes di celah mata istrinya. Tangisnya semakin meredam dan kembali tidur. Setelah melihat Hana yang sudah dan tidak lagi bermimpi, Daffin kembali tidur."Papa, Hana rindu papa." Hana berbicara dengan menangis