Home / Rumah Tangga / (Bukan) Istri Pilihan / Part 13 Harga Diri 1

Share

Part 13 Harga Diri 1

last update Last Updated: 2023-12-24 14:46:16

(Bukan) Istri Pilihan

- Harga Diri

"Apa maksudnya?" Mas Yoshi menegakkan duduknya dan wajahnya mulai tegang.

"Saya ingin bercerai, Pak. Karena suami saya sepertinya ingin balikan dengan mantannya. Mungkin dia menyesal telah menikahi saya. Karena mantan istrinya jauh lebih sempurna. Dia kelihatan lebih nyaman dengan mantan. Mereka juga punya anak, sedangkan dengan saya tidak ada anak. Pernahlah. Lagian saya ini bukan ibu tiri yang baik."

Aku berhenti sebentar. Menarik napas panjang untuk melonggarkan tenggorokan. Semalaman aku tak bisa tidur demi memikirkan apa yang ingin kukatakan hari ini.

"Apa-apaan, Nastasya."

"Bapak, jangan menyela dulu. Biar bapak tahu alasan apa yang membuat saya menggugat cerai. Saya sudah cukup lama hanya diam dan mengalah. Lama-lama saya hanya sebagai tempat persinggahan saja. Tempat pelarian disaat dia sedang patah hati. Sekarang hubungan mantan itu membaik, mantan istrinya juga perempuan baik-baik tentunya. Mereka juga memiliki putri yang cantik dan sholehah. Jadi saya yang memilih mundur. Lagian di belakang saya, mereka diam-diam sangat bahagia.

"Dia lelaki yang membuat saya jatuh cinta untuk pertama kalinya. Lelaki yang saya harapkan bisa menjadi pelindung saya. Pria yang bisa mencintai saya apa adanya. Jujur, Pak. Saya ini memang bodoh. Persis seperti kata mama saya. Dibanding mantannya, saya ini nggak ada apa-apanya. Jauuuuh banget. Mantan istrinya itu seorang terpelajar dan wanita karir yang sukses. Cocoklah sama suami saya. Memang sudah sepantasnya mereka bersama. Saya saja yang terlalu berharap banyak."

Aku menyeka air mata yang luruh ke pipi. Aku benci ini. Kenapa aku menangis.

Mas Yoshi bangkit dari duduknya dan menghampiriku.

"Bapak, nggak usah iba sama saya. Saya sudah biasa kok seperti ini. Bahkan sejak kecil." Aku menahan tangannya yang hendak menyentuhku.

"Saya kan cuman cerita tentang alasan saya menggugat cerai. Biar Pak Yoshi bisa membantu saya semaksimal mungkin. Agar perceraian kami berjalan lancar. Itu saja. Saya nggak ingin mendapatkan simpati dari, Bapak. Saya yakin Anda bisa membantu menyelesaikan permasalahan saya. Anda pengacara yang tidak pernah gagal."

Aku bangkit dari duduk. Dan tiba-tiba pria itu memelukku.

"Lepasin, Pak. Saya ini calon klien Anda, loh. Jangan sampai Anda saya tuntut atas tindakan pelecehan. Bapak, boleh iba. Tapi jangan peluk saya." Dengan sekuat tenaga aku melepaskan diri. Aku tidak peduli dengan kata-kata konyol yang terlontar keluar. Untuk hal begini, aku butuh kekuatan melakukannya.

"Nas, kita bisa bicarakan ini."

Senyumku merekah di antara sesaknya napas. "Ini berkas saya, Pak. Tolong ditangani sesegera mungkin. Suami saya sudah menunggu untuk momen ini. Selesaikan secepatnya agar suami saya nggak tersiksa lagi hidup dengan saya. Dan saya pun bisa melanjutkan hidup saya." Aku menepuk map warna biru di atas meja kerjanya.

"Saya tunggu kabarnya."

"Kamu tinggal di mana sekarang?" Mas Yoshi menatapku dengan matanya yang mulai memerah. "Kenapa tidak menjawab telepon dan membaca pesan."

"Di map itu sudah tertera alamat dan nomer phone saya. Alamat yang sama dengan suami saya. Dia lelaki yang baik. Pasti bakalan enak diajak kerjasama. Lagian dia juga menunggu momen ini. Tolong ya, Pak. Bapak, seorang pengacara yang profesional. Saya percaya kasus saya akan selesai dengan baik dan damai. Soal biaya, saya ikut saja. Berapapun itu. Kalau Bapak terlalu sibuk, tapi Bapak kan punya banyak lawyer. Mereka pasti pengacara-pengacara handal. Saya yakin, Anda pasti melayani dengan baik klien-klien, Anda.

Dan saya mohon pamit dulu. Terima kasih atas waktunya." Aku mengabaikan semua ucapannya yang mengarah tentang kami.

Selesai bicara aku melangkah ke pintu, tapi lengan itu menarikku dan hampir saja membuatku terjatuh. Dia bisa menahan tubuhku hingga kami begitu dekat. Bahkan aku bisa merasakan dadanya yang bergemuruh.

"Pak, saya akan bayar Anda pakai uang. Bukan dengan tubuh saya. Mentang-mentang saya calon janda, tapi saya bukan janda murahan." Kulepaskan dekapannya dan aku melangkah cepat keluar ruangan.

Di lorong kantor aku melangkah anggun meski telah hancur lebur dan nyaris tumbang. Tersenyum pada staf di sana yang menyapaku.

Dari mana aku mendapatkan kekuatan ini. Dari mana aku bisa bersikap seperti ini? Ya Allah, inilah yang aku inginkan. Tidak muluk-muluk. Aku bisa membela diriku sendiri. Aku tidak ingin secerdas mama dan dua kakakku yang akhirnya menjadi manusia jumawa. Aku ingin seperti ini. Tahu apa yang harus aku lakukan.

Walaupun menjadikan dia pengacaraku memiliki resiko yang besar. Bisa jadi dia akan mempersulit perceraian kami, membuang berkas itu, atau tidak menanganinya sama sekali. Tak mengapa, yang penting dia tahu kalau aku juga bisa membuat keputusan untuk langkahku. Tapi untuk mempersulit itu jelas tidak mungkin. Dia pasti senang jika aku ingin bercerai. Secara leluasa, Mas Yoshi bisa bersama lagi dengan mantan dan anaknya.

"Maaf, Bu Anastasya. Silakan duduk dulu." Seorang security di depan menghadang langkahku. Bahkan tangannya memegang kuat handle pintu kaca.

"Kenapa, Pak?" tanyaku heran.

"Bapak yang meminta saya agar Ibu mau menunggu beliau."

Akhirnya aku mundur dan duduk di sofa. Daripada ribut dan menjadi pusat perhatian staf dan beberapa tamu di loby kantor.

Tak lama berselang, lelaki gagah itu muncul menghampiriku. Baru saja meraih tanganku, asisten pribadinya mengejar. "Pak, ada telepon dari Multi Finance. Mereka akan sampai kantor kira-kira lima menit lagi."

"Kamu temui mereka. Saya mau keluar."

Kupikir Mas Yoshi hendak menemui tamunya, tapi dia justru mengandengku keluar kantor.

"Mau ke mana, Mas. Kamu lagi kerja, loh."

Tanpa menjawab pertanyaanku, Mas Yoshi membuka pintu mobil. "Masuklah, kita perlu bicara."

Mobil melaju di jalan kota Pahlawan. Beberapa saat lamanya kami dalam diam. Rupanya dia hendak membawaku pulang ke rumah.

"Mas, aku berhenti di halte depan sana saja," kataku.

"Kenapa sih denganmu?"

"Nggak usah menutupi apa yang kamu lakukan di belakangku, Mas. Selama ini siapa yang Mas prioritaskan. Bukan aku. Memang setiap hari Mas pulang, tapi sebelum pulang aku tahu Mas ke mana?"

"Aku punya Ayunda. Aku pergi ke sana untuk dia. Jangan salah paham."

"Dan sesering itu? Apa setelah bercerai setiap orang tua akan melakukan itu. Bertemu setiap hari dan mengabaikan bahwa di rumah juga ada pasangan barunya."

"Kamu salah paham, Nastasya."

Lucu. Begini salah paham katanya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Nurmila Karyadi
mbak liiss susah bnget sih namanya Nastasya
goodnovel comment avatar
ORTYA POI
Keputusan sulit setelah jatuh cinta
goodnovel comment avatar
Bunda Ernii
God Natasya kali ini kamu bertindak benar. ternyata mamamu yg nganggep bodoh itu salah besar. kamu itu berkelas
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • (Bukan) Istri Pilihan    Part 146 Cinta yang Indah 2

    Baru tiga menit memejam, pintu kamar perlahan terbuka. Lidia muncul dari sana. Agung kembali duduk."Kutelepon nggak kamu angkat tadi," ujar Agung. "Aku lagi meeting, Mas. Selesai meeting kutelepon nomer Mas nggak aktif. Aku telepon rumah, katanya Mas sudah pulang." Lidia menjelaskan seraya melepaskan blazer yang dipakainya."Ponselku kehabisan baterai tadi."Agung menarik lengan istrinya supaya duduk di dekatnya. "Aku mau mandi dulu, Mas. Terus nyiapin pakaian. Setelah Lili pulang ngaji kita langsung berangkat, kan?""Iya. Kalau gitu kita mandi bareng.""Jangan. Biasanya Lili nyelonong masuk setelah pulang ngaji. Mas, duluan saja yang mandi. Biar aku nyiapin pakaian." Lidia membuka lemari. "Aku sudah bilang ke mbak yang nganterin Lili ngaji. Kita akan ngajak dia staycation sore ini," kata Agung sambil melepaskan kancing kemeja."Kenapa ngajak si mbak, Mas?""Aku sudah booking dua kamar. Tidak mungkin kita biarkan Lili tidur sendirian, kan?"Lidia diam sejenak. "Mas, memang nggak

  • (Bukan) Istri Pilihan    Part 145 Cinta yang Indah 1

    (Bukan) Istri Pilihan - Cinta yang Indah Author's POVMobil Agung langsung masuk ke dalam carport rumahnya. Hujan masih deras mengguyur malam. Mereka turun. Agung membuka pintu samping yang terus terhubung dari area carport ke ruang keluarga.Masuk ke dalam suasana rumah sepi. Ruang tamu hanya ada lampu malam yang menyala. Setelah mengunci pintu, ia menggandeng tangan istrinya menaiki tangga. "Mbak ART ke mana, Mas?" tanya Lidia sambil melangkah di samping suaminya."Aku suruh pulang sore tadi. Selama tiga hari dia nggak akan ke sini. Kita habiskan waktu tiga hari hanya berdua saja," jawab Agung sambil memandang sang istri. Tatapannya begitu jahil dan menyiratkan rencana besar dalam benaknya.Lidia bisa menangkap apa yang akan terjadi tiga hari ke depan. Siap-siap saja kalau ia akan dibuat tak berdaya oleh Agung.Mereka berdua masuk kamar. Agung mengunci pintu. Meski tiada sesiapa di sana, ia tidak ingin dibuat was-was. Kamar menguarkan wangi vanila, aroma kesukaan Lidia. Harumny

  • (Bukan) Istri Pilihan    Part 144 Akad Nikah 2

    Usai makan malam, Pak Bastian, Bu Mega, Lidia, dan Agung duduk di ruang keluarga. Sedangkan Lili sedang belajar bersama guru lesnya di ruangan lain yang biasanya digunakan juga untuk bersantai karena langsung menghadap ke taman samping yang ada miniatur air terjun di sana."Papa dan mama merestui kalian berdua jika ingin rujuk. Segera menikah, sama-sama saling mendukung dan memperbaiki diri. Menjadi orang tua yang bisa jadi panutan anak kalian. Tapi papa menyarankan, Agung tetap mengajak Lidia untuk menemui kedua orang tuamu. Minta restu apapun tanggapan mereka. Yang terpenting pada orang tua, jika nggak ingin bertemu keluarga yang lain.""Bener apa kata papamu. Kalian berdua tetap harus menemui kedua orang tuamu, Gung." Bu Mega setuju dengan pendapat sang suami. Apapun tanggapan mereka, yang terpenting tetap meminta restu."Kapan rencana kalian akad nikah?" tanya Pak Bastian."Minggu depan, Pa," jawab Agung spontan. Membuat Lidia menatapnya karena kaget. Sebab mereka belum membahas t

  • (Bukan) Istri Pilihan    Part 143 Akad Nikah 1

    (Bukan) Istri Pilihan - Akad Nikah Author's POV"Beneran kamu mau rujuk sama Lidia? Kamu nggak dengar mama bilang apa sama kamu?"Agung masih diam mendengarkan kemarahan sang mama, saat ia memberitahu akan rujuk dengan Lidia. Sedangkan -Pak Ringgo- papanya diam menatap layar televisi yang menampilkan acara berita."Kenapa kamu keras kepala? Sedangkan keluarga sudah sepakat dengan perjodohanmu dan Grace.""Sejak awal aku nggak setuju dengan rencana, Mama. Aku hanya akan menikah lagi dengan Lidia. Kami punya Lili, Ma. Keluarga setuju atau pun tidak, aku akan kembali menikahi Lidia."Bu Ringgo menatap marah pada putranya. "Mengenai Lili, kamu kan masih bisa menemuinya. Atau ambil dia dan ajak tinggal bersamamu."Tidak semudah itu. Apa mamanya pikir, Lidia akan diam saja kalau Lili diambil darinya?"Kamu nggak ingat apa yang terjadi dua tahun kemarin? Kita harus menanggung malu atas semua yang terjadi," lanjut Bu Ringgo."Itu salahku, Ma," bantah Agung. "Bahkan keluarga Lidia yang telah

  • (Bukan) Istri Pilihan    Part 142 Kita Akan Menikah 2

    "Mas mau meeting di kantor papa nanti jam dua. Makanya mas mampir pulang dulu." Yoshi mengusap pipi Yasha dan mengecupnya. "Yusa, mana?""Barusan tidur.""Kamu belum makan?" Yoshi memandang piring yang masih berisi penuh di atas nakas."Belum. Mau makan keburu Yasha nangis."Yoshi mengambil piring. "Mas suapi."Anastasya makan dari tangan Yoshi hingga makanan di piring tandas. Yasha kembali terlelap dan ditidurkan di atas tempat tidur. Untuk sementara ini kedua anaknya memang tidur di pisah. Khawatir akan saling ganggu jika salah satunya terbangun lebih dulu."Mas, mau makan apa sholat zhuhur dulu?" Anastasya bangkit dari duduknya."Mas sudah sholat sebelum masuk kamar tadi.""Ya udah, kalau gitu aku ambilin makan dulu." Anastasya keluar kamar dan kembali dengan nasi, lauk, potongan buah semangka, dan minum di nampan."Makasih, Sayang." Yoshi mengecup kening istrinya. Kemudian duduk di karpet ditemani Anastasya."Besok mas ada seminar tiga hari di Malang.""Nginep?" tanya Anastasya un

  • (Bukan) Istri Pilihan    Part 141 Kita Akan Menikah 1

    (Bukan) Istri Pilihan - Kita Akan Menikah Author's POVLidia bangkit dari duduknya sambil membenahi ikatan kimononya. "Aku nemui Sinta dulu, Mas. Ada hal penting yang akan kami bahas." Selesai bicara Lidia langsung keluar kamar. Sedangkan Agung bangkit dari duduknya dan berdiri di dekat jendela kamar. Menatap langit kelabu di atas sana.Sinta berdehem ketika Lidia masuk ke ruang kerja papanya. Ruangan yang lumayan luas. Ada meja panjang dengan kursi-kursi yang mengitarinya. Juga ada layar proyektor di sana. Biasa digunakan untuk meeting dadakan jika ada sesuatu yang harus dibahas segera."Pasti kamu mikir yang enggak-enggak tadi," ucap Lidia sambil duduk di depan adiknya.Dengan gaun se*si, tipis, dan dibalut kimono luarnya, rambut diikat asal-asalan dan terkesan semrawut, belum lagi wajah dan leher yang basah berpeluh, otomatis pikiran Sinta sudah terbang ke mana-mana. Apalagi jika ingat bagaimana Agung begitu agresif belakangan ini. Mereka manusia dewasa yang pernah hidup bersam

  • (Bukan) Istri Pilihan    Part 140 Menikahlah Denganku 2

    Sambil nyetir, Agung memperhatikan Lidia yang ketiduran bersandar pada jok. Wanita itu tidak bisa menahan kantuknya. Terbesit pula pikiran konyol ingin membawa Lidia pulang saja ke rumah mereka. Sampai mobil berhenti di depan pagar rumah, Lidia tidak terbangun. Akhirnya Agung pun bersedekap dan memejam, karena sudah ngantuk berat. Keduanya sama-sama tertidur hingga azan subuh berkumandang. Lidia yang terbangun lebih dulu, kaget dengan posisinya yang ternyata masih di dalam mobil. Di sebelahnya Agung masih lelap. Kenapa ia tidak dibangunkan ketika mereka sampai?"Mas." Lidia mengguncang pelan lengan mantannya.Dua kali panggilan, Agung membuka mata. Laki-laki itu menegakkan duduknya."Sudah subuh. Kenapa tadi malam mas nggak bangunin aku?""Kamu pules banget tidurnya."Lidia mengambil ponsel dari dalam tas, kemudian menelepon salah satu ART supaya membuka pintu pagar. Tak lama pintu pagar terbuka perlahan secara otomatis."Mas, aku turun dulu, ya. Hati-hati kalau nyetir," pesan Lidia

  • (Bukan) Istri Pilihan    Part 139 Menikahlah Denganku 1

    (Bukan) Istri Pilihan - Menikahlah Denganku Author's POVSuasana bahagia di restoran hotel sejam yang lalu berubah menjadi ketegangan di bangsal rumah sakit. Di akhir acara, Anastasya membisiki sang suami kalau perutnya terasa mulas tak tertahankan. Tanpa banyak bicara, Yoshi pamitan membawa Anastasya ke rumah sakit dan semua keluarga mengikuti. Sampai di rumah sakit sudah bukaan dua ketika diperiksa oleh bidan yang berjaga. Pak Bastian, Deny, Sinta, membawa anak-anak pulang. Sedangkan yang tinggal di rumah sakit, Yoshi, Bu Mega, Lidia, dan Agung. Jarak setengah jam kemudian Bu Nana dan Pak Yudi datang.Yoshi gelisah menemani Anastasya yang berjalan mondar-mandir di dalam ruangan. Ia ingat saat sang istri melahirkan anak pertama mereka waktu itu. Begitu menegangkan karena keadaan Anastasya yang sedang down. Malah sempat berwasiat pula pada kakaknya yang nomer dua. Semoga kali ini tidak ada drama lagi. Sekarang ini Yoshi menyarankan cesar, tapi Anastasya memilih lahiran pervaginam.

  • (Bukan) Istri Pilihan    Part 138 Romansa 2

    Bu Mega meninggalkan ruangan putrinya. Dia tidak bisa memaksa Lidia harus mengubah keputusannya. Biar putri sulungnya itu membuat keputusan sendiri. Walaupun sebagai nenek, ia sangat kashian pada Lili. Sebab dulu ia bertahan dengan rasa sakit demi melihat anak-anaknya tetap memiliki keluarga yang utuh. Sosok ayah yang ada untuk mereka. Broken home efeknya sangat luar biasa untuk psikologi seorang anak.Setelah sang mama pergi, Lidia membuka map yang diletakkan asistennya di atas meja. Namun jujur saja, pikirannya tidak bisa berkonsentrasi. Adakalanya ia ingin bisa hidup seperti kedua adiknya atau wanita lain di luar sana. Lifestyle yang sangat balance dan no overwork. Tapi kesendirian membuatnya gila kerja untuk menghilangkan kesepian.Sepertinya dialah penerus jejak nasib mamanya. Karena perselingkuhan papanya, sejak awal Lidia sudah dipersiapkan sang mama untuk menjadi wanita kuat, tangguh, dan mandiri. Persis seperti masa muda sang mama. Hanya saja, mamanya hidup dalam keluarga tan

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status