Share

Part 12 Surprise 2

Penulis: Lis Susanawati
last update Terakhir Diperbarui: 2023-12-23 15:07:39

Yoshi menelepon Pak Bastian. Namun tidak dijawab juga. Ingin menelpon Ruli, Yoshi juga tidak tahu nomernya. Dia mana peduli dengan teman istrinya. Namun saat masih bersama Mayang, dia kenal beberapa teman sosialita wanita itu. Bahkan mereka sering mengadakan acara kumpul bersama dengan mengajak pasangan masing-masing. Circle pertemanan Mayang dan Anastasya jauh berbeda.

Setelah diam beberapa saat, Yoshi melangkah keluar kamar. Mengambil kunci mobil kemudian pergi ke rumah Bu Eri. Wanita yang paling dekat dengan Anastasya.

Bu Eri dan Fauzi kaget dengan kedatangan Yoshi yang tengah mencari istrinya.

"Anas nggak datang ke sini, Nak Yoshi," kata Bu Eri. Wanita itu tidak bilang kalau tadi siang, Anastasya sempat meneleponnya. Ia juga ingat apa yang diomongkan tadi, kalau Anastasya ingin bercerai. Berarti permasalahan mereka memang sudah fatal sampai Anastasya pergi dari rumah.

Fauzi juga tidak mengatakan kalau sore tadi sempat berkomunikasi dengan adik tirinya untuk membahas tentang kursus memasak. Anastasya juga tidak memberitahu kalau dia keluar dari rumah. Suaranya tampak biasa saja dan dia hanya berkata tidak sabar untuk segera memulai kursus.

"Kalian ada masalah?" tanya Bu Eri pura-pura tidak tahu.

Yoshi hanya mengangguk. Bu Eri tidak mengejar pertanyaan tentang apa yang terjadi. Ia sadar hanya ibu tiri. Sedangkan mamanya Yoshi sangat dekat dengan kakak madunya.

Setelah menghabiskan teh yang disuguhkan oleh Bu Eri, Yoshi pamitan.

Dalam perjalanan kembali dihubunginya sang istri. Namun hasilnya tetap sama. Meski nomernya aktif, Anastasya tidak mau menjawab. Dia di mana sebenarnya? Yoshi tidak memiliki gambaran di mana istrinya berada. Tidak tahu ke mana istrinya biasa pergi. Anastasya hanya keluar rumah untuk berbelanja saja. Selebihnya pergi jika bersama dirinya. Itu pun tidak sering.

Di depan sana itu gang rumah Ruli. Yoshi memelankan laju kendaraannya. Semoga saja Ruli tahu di mana Anastasya berada.

Gang sempit hanya muat untuk motor. Bau parit di kiri kanan jalan membuat perut terasa mual. Penerangan juga tidak seberapa. Dua kali kalau tidak salah, Yoshi datang ke sana menjemput Anastasya.

Ruli kaget melihat Yoshi mengucapkan salam di depan pintu rumahnya.

"Pak Yoshi, mari silakan masuk!" Ruli yang sendirian di rumah jadi gugup.

"Makasih."

Yoshi masuk dan duduk di kursi usang.

"Ada apa, Pak Yoshi?"

"Maaf, saya mengganggu waktumu. Saya mencari Anastasya. Apa dia menghubungimu seharian ini."

Ruli menggeleng. "Nggak, Pak. Sejak dia datang di ulang tahun anak saya, kami belum berkomunikasi lagi. Maaf, kalau saya boleh tahu, ada apa ya?"

"Nastasya pergi dari rumah."

Spontan dahi Ruli mengernyit. Dia tahu tentang masalah rumah tangga sahabatnya. Namun kaget juga saat mendengar kabar itu.

"Kapan, Pak?"

"Saya pulang dia sudah nggak ada di rumah. Maaf, bisa saya minta tolong."

"Minta tolong apa?"

"Coba Ruli telepon Anas. Basa basi seperti biasa saja. Anggap Ruli tidak tahu apa-apa."

Ibu satu anak itu tampak ragu. Bukannya tidak mau membantu. Tapi ia tahu tentang luka dan kecewanya Nastasya pada sang suami.

"Iya, bentar." Ruli masuk ke dalam dan kembali membawa ponselnya.

Wanita itu menelepon Anastasya dengan menekan tombol loud speaker. Agar Yoshi juga bisa mendengarkan. Namun sampai beberapa kali panggilan, Anastasya tidak menjawabnya.

"Tidak dijawab, Pak."

"Misalnya nanti dia menghubungimu, tolong tanyakan dia ada di mana. Nanti kabari saya." Yoshi memberikan nomor ponselnya pada Ruli. Setelah itu pamitan.

Ruli mengangguk. Tapi dia jelas tahu, akan melindungi siapa? Kalau Anastasya yang penyabar itu sampai pergi dari rumah. Sudah pasdia tidak bisa lagi menoleransi sikap sang suami.

Sementara di rumah Bu Eri, Fauzi menelepon adik tirinya. Baru sebentar berdering, panggilan sudah dijawab.

"Halo, Assalamu'alaikum, Mas."

"Wa'alaikumsalam."

"Bagaimana, Mas. Udah ada kabar dari tempat kursus?" Terdengar Anastasya begitu antusias.

"Kamu di mana sekarang?"

"Di rumah."

"Beneran di rumah?"

Hening.

"Jangan bohong Nastasya."

"Aku pergi dari rumah." Akhirnya Nastasya menjawab dengan nada pelan.

"Kenapa?"

"Aku ingin cerai."

Fauzi dan sang ibu saling berpandangan.

"Kalau ingin cerai, kenapa kamu harus pergi. Bisa dibicarakan dan diselesaikan baik-baik kan?"

"Mas Fauzi, paham bagaimana mamaku, kan?"

"Iya."

"Mama akan mengamuk kalau tahu hal ini. Beliau akan memaksaku untuk bertahan. Rumah tanggaku sudah lama nggak sehat, Mas."

"Suamimu barusan dari sini untuk mencarimu. Kami kaget dan bilang nggak tahu karena memang nggak tahu kalau kamu pergi dari rumah. "Kamu sekarang tinggal di mana?"

"Masih di Surabaya."

"Iya, tapi di mana."

"Jangan khawatir, aku baik-baik saja dan di sini aman kok. Nanti kalau ada kabar tentang kursus itu, segera kabari aku, Mas. Nanti kutunggu di sana."

"Iya." Fauzi tidak memaksa Anastasya untuk bicara. Toh di tempat kursus nanti ia bisa bertanya lebih banyak lagi. Jujur saja ia khawatir, perempuan yang istilahnya tidak pernah ke mana-mana dan tidak memiliki pengalaman apa-apa, mengambil keputusan besar ini sendirian.

"Bagaimana, Zi?" tanya Bu Eri khawatir. Dia begitu tulus menyayangi Anastasya.

"Tenang, Bu. Nanti kalau aku bertemu di tempat kursus. Aku akan mengajaknya bicara."

"Kapan dia mulai kursus?"

"Aku nunggu kabar dulu dari Mbak Aci."

***L***

Sampai hari ketiga ini, keadaan masih aman. Tidak ada teror dari orang-orang yang kukhawatirkan. Papa menepati janjinya untuk tidak menceritakan tentang masalahku pada mama.

Tampaknya Mas Yoshi juga belum bicara dengan keluarganya. Kalau sampai mamanya tahu, sudah pasti mamaku akan diberitahu. Nyatanya masih adem hingga detik ini.

Mas Yoshi sendiri yang ratusan kali menelepon dan mengirimkan pesan. Namun tak pernah kujawab. Pesannya tidak satu pun kubuka.

Namun pagi ini aku sedang dalam perjalanan ke kantornya. Duduk diam di jok taksi sambil menata hati. Aku pasti bisa melewati semua ini.

"Ibu, mari silakan duduk. Mau bertemu bapak, ya." Asisten pribadinya Mas Yoshi yang menyambutku ramah. Usia gadis itu seumuranku.

"Iya, Mbak."

"Tunggu sebentar. Beliau masih ada tamu."

"Jangan bilang kalau saya yang ingin bertemu, Mbak."

"Wah, mau bikin surprise, ya?"

Aku tersenyum.

Setengah jam menunggu, akhirnya aku dipersilakan ke ruangannya. Aku melangkah dengan dada berdebar. Kurasa aku dandan sangat cantik pagi ini.

Melihatku masuk ke ruangan membuat Mas Yoshi terkejut dan bangkit dari duduknya. "Sayang," panggilnya.

Ketika dia hendak menghampiri aku berhenti.

"Maaf, saya ada perlu dengan Pak Pengacara. Boleh saya duduk," kataku dengan nada formal.

Wajahnya yang terlihat cerah tadi, berubah bingung karena sikapku.

Aku duduk sebelum di persilakan. "Saya ingin, Pak Yoshi yang akan menangani perceraian saya dengan suami. Semua berkas sudah saya siapkan," ucapku dengan tenang, meski jiwaku porak-poranda.

* * *

Selamat datang dan selamat membaca dikisahnya ANASTASYA.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (15)
goodnovel comment avatar
Teni Fajarwati
bingung apa nggak itu pengacaranya??...
goodnovel comment avatar
Helmy Rafisqy Pambudi
lah Anas km Lo mlh bikin Yos terkejut..dia yg km gugat trs dia yg km suruh ngurus perceraianmu..haaa malah bikin. pusing dia anas
goodnovel comment avatar
Yanti Keke
b strong Nas.... bulat kan tekad.... km pntas bahagia...dn dpt laki2 yg mncintaimu more thn anything
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • (Bukan) Istri Pilihan    Part 146 Cinta yang Indah 2

    Baru tiga menit memejam, pintu kamar perlahan terbuka. Lidia muncul dari sana. Agung kembali duduk."Kutelepon nggak kamu angkat tadi," ujar Agung. "Aku lagi meeting, Mas. Selesai meeting kutelepon nomer Mas nggak aktif. Aku telepon rumah, katanya Mas sudah pulang." Lidia menjelaskan seraya melepaskan blazer yang dipakainya."Ponselku kehabisan baterai tadi."Agung menarik lengan istrinya supaya duduk di dekatnya. "Aku mau mandi dulu, Mas. Terus nyiapin pakaian. Setelah Lili pulang ngaji kita langsung berangkat, kan?""Iya. Kalau gitu kita mandi bareng.""Jangan. Biasanya Lili nyelonong masuk setelah pulang ngaji. Mas, duluan saja yang mandi. Biar aku nyiapin pakaian." Lidia membuka lemari. "Aku sudah bilang ke mbak yang nganterin Lili ngaji. Kita akan ngajak dia staycation sore ini," kata Agung sambil melepaskan kancing kemeja."Kenapa ngajak si mbak, Mas?""Aku sudah booking dua kamar. Tidak mungkin kita biarkan Lili tidur sendirian, kan?"Lidia diam sejenak. "Mas, memang nggak

  • (Bukan) Istri Pilihan    Part 145 Cinta yang Indah 1

    (Bukan) Istri Pilihan - Cinta yang Indah Author's POVMobil Agung langsung masuk ke dalam carport rumahnya. Hujan masih deras mengguyur malam. Mereka turun. Agung membuka pintu samping yang terus terhubung dari area carport ke ruang keluarga.Masuk ke dalam suasana rumah sepi. Ruang tamu hanya ada lampu malam yang menyala. Setelah mengunci pintu, ia menggandeng tangan istrinya menaiki tangga. "Mbak ART ke mana, Mas?" tanya Lidia sambil melangkah di samping suaminya."Aku suruh pulang sore tadi. Selama tiga hari dia nggak akan ke sini. Kita habiskan waktu tiga hari hanya berdua saja," jawab Agung sambil memandang sang istri. Tatapannya begitu jahil dan menyiratkan rencana besar dalam benaknya.Lidia bisa menangkap apa yang akan terjadi tiga hari ke depan. Siap-siap saja kalau ia akan dibuat tak berdaya oleh Agung.Mereka berdua masuk kamar. Agung mengunci pintu. Meski tiada sesiapa di sana, ia tidak ingin dibuat was-was. Kamar menguarkan wangi vanila, aroma kesukaan Lidia. Harumny

  • (Bukan) Istri Pilihan    Part 144 Akad Nikah 2

    Usai makan malam, Pak Bastian, Bu Mega, Lidia, dan Agung duduk di ruang keluarga. Sedangkan Lili sedang belajar bersama guru lesnya di ruangan lain yang biasanya digunakan juga untuk bersantai karena langsung menghadap ke taman samping yang ada miniatur air terjun di sana."Papa dan mama merestui kalian berdua jika ingin rujuk. Segera menikah, sama-sama saling mendukung dan memperbaiki diri. Menjadi orang tua yang bisa jadi panutan anak kalian. Tapi papa menyarankan, Agung tetap mengajak Lidia untuk menemui kedua orang tuamu. Minta restu apapun tanggapan mereka. Yang terpenting pada orang tua, jika nggak ingin bertemu keluarga yang lain.""Bener apa kata papamu. Kalian berdua tetap harus menemui kedua orang tuamu, Gung." Bu Mega setuju dengan pendapat sang suami. Apapun tanggapan mereka, yang terpenting tetap meminta restu."Kapan rencana kalian akad nikah?" tanya Pak Bastian."Minggu depan, Pa," jawab Agung spontan. Membuat Lidia menatapnya karena kaget. Sebab mereka belum membahas t

  • (Bukan) Istri Pilihan    Part 143 Akad Nikah 1

    (Bukan) Istri Pilihan - Akad Nikah Author's POV"Beneran kamu mau rujuk sama Lidia? Kamu nggak dengar mama bilang apa sama kamu?"Agung masih diam mendengarkan kemarahan sang mama, saat ia memberitahu akan rujuk dengan Lidia. Sedangkan -Pak Ringgo- papanya diam menatap layar televisi yang menampilkan acara berita."Kenapa kamu keras kepala? Sedangkan keluarga sudah sepakat dengan perjodohanmu dan Grace.""Sejak awal aku nggak setuju dengan rencana, Mama. Aku hanya akan menikah lagi dengan Lidia. Kami punya Lili, Ma. Keluarga setuju atau pun tidak, aku akan kembali menikahi Lidia."Bu Ringgo menatap marah pada putranya. "Mengenai Lili, kamu kan masih bisa menemuinya. Atau ambil dia dan ajak tinggal bersamamu."Tidak semudah itu. Apa mamanya pikir, Lidia akan diam saja kalau Lili diambil darinya?"Kamu nggak ingat apa yang terjadi dua tahun kemarin? Kita harus menanggung malu atas semua yang terjadi," lanjut Bu Ringgo."Itu salahku, Ma," bantah Agung. "Bahkan keluarga Lidia yang telah

  • (Bukan) Istri Pilihan    Part 142 Kita Akan Menikah 2

    "Mas mau meeting di kantor papa nanti jam dua. Makanya mas mampir pulang dulu." Yoshi mengusap pipi Yasha dan mengecupnya. "Yusa, mana?""Barusan tidur.""Kamu belum makan?" Yoshi memandang piring yang masih berisi penuh di atas nakas."Belum. Mau makan keburu Yasha nangis."Yoshi mengambil piring. "Mas suapi."Anastasya makan dari tangan Yoshi hingga makanan di piring tandas. Yasha kembali terlelap dan ditidurkan di atas tempat tidur. Untuk sementara ini kedua anaknya memang tidur di pisah. Khawatir akan saling ganggu jika salah satunya terbangun lebih dulu."Mas, mau makan apa sholat zhuhur dulu?" Anastasya bangkit dari duduknya."Mas sudah sholat sebelum masuk kamar tadi.""Ya udah, kalau gitu aku ambilin makan dulu." Anastasya keluar kamar dan kembali dengan nasi, lauk, potongan buah semangka, dan minum di nampan."Makasih, Sayang." Yoshi mengecup kening istrinya. Kemudian duduk di karpet ditemani Anastasya."Besok mas ada seminar tiga hari di Malang.""Nginep?" tanya Anastasya un

  • (Bukan) Istri Pilihan    Part 141 Kita Akan Menikah 1

    (Bukan) Istri Pilihan - Kita Akan Menikah Author's POVLidia bangkit dari duduknya sambil membenahi ikatan kimononya. "Aku nemui Sinta dulu, Mas. Ada hal penting yang akan kami bahas." Selesai bicara Lidia langsung keluar kamar. Sedangkan Agung bangkit dari duduknya dan berdiri di dekat jendela kamar. Menatap langit kelabu di atas sana.Sinta berdehem ketika Lidia masuk ke ruang kerja papanya. Ruangan yang lumayan luas. Ada meja panjang dengan kursi-kursi yang mengitarinya. Juga ada layar proyektor di sana. Biasa digunakan untuk meeting dadakan jika ada sesuatu yang harus dibahas segera."Pasti kamu mikir yang enggak-enggak tadi," ucap Lidia sambil duduk di depan adiknya.Dengan gaun se*si, tipis, dan dibalut kimono luarnya, rambut diikat asal-asalan dan terkesan semrawut, belum lagi wajah dan leher yang basah berpeluh, otomatis pikiran Sinta sudah terbang ke mana-mana. Apalagi jika ingat bagaimana Agung begitu agresif belakangan ini. Mereka manusia dewasa yang pernah hidup bersam

  • (Bukan) Istri Pilihan    Part 140 Menikahlah Denganku 2

    Sambil nyetir, Agung memperhatikan Lidia yang ketiduran bersandar pada jok. Wanita itu tidak bisa menahan kantuknya. Terbesit pula pikiran konyol ingin membawa Lidia pulang saja ke rumah mereka. Sampai mobil berhenti di depan pagar rumah, Lidia tidak terbangun. Akhirnya Agung pun bersedekap dan memejam, karena sudah ngantuk berat. Keduanya sama-sama tertidur hingga azan subuh berkumandang. Lidia yang terbangun lebih dulu, kaget dengan posisinya yang ternyata masih di dalam mobil. Di sebelahnya Agung masih lelap. Kenapa ia tidak dibangunkan ketika mereka sampai?"Mas." Lidia mengguncang pelan lengan mantannya.Dua kali panggilan, Agung membuka mata. Laki-laki itu menegakkan duduknya."Sudah subuh. Kenapa tadi malam mas nggak bangunin aku?""Kamu pules banget tidurnya."Lidia mengambil ponsel dari dalam tas, kemudian menelepon salah satu ART supaya membuka pintu pagar. Tak lama pintu pagar terbuka perlahan secara otomatis."Mas, aku turun dulu, ya. Hati-hati kalau nyetir," pesan Lidia

  • (Bukan) Istri Pilihan    Part 139 Menikahlah Denganku 1

    (Bukan) Istri Pilihan - Menikahlah Denganku Author's POVSuasana bahagia di restoran hotel sejam yang lalu berubah menjadi ketegangan di bangsal rumah sakit. Di akhir acara, Anastasya membisiki sang suami kalau perutnya terasa mulas tak tertahankan. Tanpa banyak bicara, Yoshi pamitan membawa Anastasya ke rumah sakit dan semua keluarga mengikuti. Sampai di rumah sakit sudah bukaan dua ketika diperiksa oleh bidan yang berjaga. Pak Bastian, Deny, Sinta, membawa anak-anak pulang. Sedangkan yang tinggal di rumah sakit, Yoshi, Bu Mega, Lidia, dan Agung. Jarak setengah jam kemudian Bu Nana dan Pak Yudi datang.Yoshi gelisah menemani Anastasya yang berjalan mondar-mandir di dalam ruangan. Ia ingat saat sang istri melahirkan anak pertama mereka waktu itu. Begitu menegangkan karena keadaan Anastasya yang sedang down. Malah sempat berwasiat pula pada kakaknya yang nomer dua. Semoga kali ini tidak ada drama lagi. Sekarang ini Yoshi menyarankan cesar, tapi Anastasya memilih lahiran pervaginam.

  • (Bukan) Istri Pilihan    Part 138 Romansa 2

    Bu Mega meninggalkan ruangan putrinya. Dia tidak bisa memaksa Lidia harus mengubah keputusannya. Biar putri sulungnya itu membuat keputusan sendiri. Walaupun sebagai nenek, ia sangat kashian pada Lili. Sebab dulu ia bertahan dengan rasa sakit demi melihat anak-anaknya tetap memiliki keluarga yang utuh. Sosok ayah yang ada untuk mereka. Broken home efeknya sangat luar biasa untuk psikologi seorang anak.Setelah sang mama pergi, Lidia membuka map yang diletakkan asistennya di atas meja. Namun jujur saja, pikirannya tidak bisa berkonsentrasi. Adakalanya ia ingin bisa hidup seperti kedua adiknya atau wanita lain di luar sana. Lifestyle yang sangat balance dan no overwork. Tapi kesendirian membuatnya gila kerja untuk menghilangkan kesepian.Sepertinya dialah penerus jejak nasib mamanya. Karena perselingkuhan papanya, sejak awal Lidia sudah dipersiapkan sang mama untuk menjadi wanita kuat, tangguh, dan mandiri. Persis seperti masa muda sang mama. Hanya saja, mamanya hidup dalam keluarga tan

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status