Share

BAB 9

“Terima kasih, ma. Suara mama kenapa lemas sekali? Mama sakit?” tanya Wailea khawatir.

Suara lembut dari seberang telepon adalah suara dari seseorang yang amat Wailea cintai. Dia adalah Weni, ibu kandung Wailea. Weni bagaikan batu karang di tepi pantai. Beribu kali dihantam gelombang tetapi tetap berdiri dengan tegar.

“Biasa, Lea. Kurang enak badan” sahut Weni.

“Mama sudah ke dokter?” tanya Wailea lagi dengan suara yang mulai panik.

“Sudah sayang, jangan khawatir ya. Rezo mana, Lea?” tanya Weni.

Wailea tersentak, dia terdiam sejenak. Mengapa mama bertanya soal Rezo, tanyanya dalam hati. Hal ini cukup membuat Wailea lemas hingga membuatnya duduk di sofa merahnya. Tanpa Wailea sadari, dia melamun cukup lama. Weni yang menunggu jawaban Wailea sempat memanggilnya beberapa kali hingga akhirnya Wailea tersadar dari lamunannya.

“Oh, Rezo masih lembur, ma” suara Wailea terdengar sedikit bergetar. Ia terpaksa harus membohongi orang tuanya karena memang saat ini dia tidak tahu dimana suaminya berada.

Dadanya pun terasa panas. Air mata tanpa disengaja jatuh di pipinya. Kamu sebenarnya dimana zo, tanya hati Wailea. Pikiran Wailea kini berkecamuk. Perasaan takut itu pun muncul. Merasa tak sanggup berbicara lama dengan Weni, Wailea pun meminta Weni untuk beristirahat.

Kira-kira satu jam lamanya dia berfikir dan menerka-nerka. Berharap apa yang dia pikirkan hanyalah pikirannya saja dan bukanlah itu memang kenyataannya. Akhirnya, Wailea mengambil kunci motornya dan pergi untuk bertemu dengan Helix.

Setelah Wailea selesai menceritakan segalanya, Helix terlihat amat marah dan kecewa. Tteapi Helix mencoba untuk tetap tenang agar Wailea tidak semakin kepikiran. Helix memang sudah merasa curiga pada Rezo dari lama. Tetapi dia tidak ingin memberitahukan pada Wailea. Dia takut akan membuat Wailea menganggapnya sengaja menjatuhkan nama baik Rezo di depannya.

“Mau kan, Hel” tanya Wailea berharap.

“Oke, aku akan mengantarmu ke rumah Lenny” jawab Helix terpaksa. Senyuman Wailea terlihat penuh harap padanya.

“Ingat, aku lakukan ini karena terpaksa. Kamu harus membalasnya” lanjut Helix.

Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Tokk.. Tookkk.. Toookkkk. Wailea mengetuk pintu rumah Lenny dengan sangat hati-hati. Wailea merasa tidak enak harus mengganggu Lenny di jam malam seperti ini. Tapi, dia tidak bisa menunda hingga sampai besok pagi.

Lenny membuka pintu dan dilihatlah Wailea sudah berdiri di harapannya. Saat dia menoleh kea rah kiri, dilihatnya pula ada Helix yang sedang berdiri di samping mobil hitam kesayangannya. Dulu aku pernah berada di dalam sana bersamamu, katanya dalam hati. Sejenak Lenny terbawa suasana saat melihat Helix yang dengan sangat dingin menatapnya. Seolah memang tidak akan ada lagi harapan bagi Lenny di hatinya. Ini semua memang salahku, penyesalannya dalam hati.

“Sedang apa kalian malam-malam ke rumahku?” tanya Lenny.

“Aku butuh bantuanmu” pinta Wailea.

Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Wailea sudah berada di kantor. Dia tidak bisa menikmati kasur empuknya maupun mimpi malamnya. Walaupun juga sebenarnya dia menerima pesan dari Rezo semalam, namun tidak bisa dipungkiri akan hatinya yang masih kacau balau.

Ponsel berdering. Wailea memandangi layar ponselnya dan melihat nama si penelpon. Ternyata Lenny dan dengan cepat Wailea menekan tombol hijau.

“Aku sudah mendapatkan alamat tempat Rezo berada. Saat ini dia menginap di salah satu hotel ternama di Bali” kata Lenny.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status