Share

Bab 10

Author: Ayesha
Dulu, Meira memang tidak setuju dengan pernikahan putranya. Putranya begitu luar biasa, seharusnya mendapatkan istri yang sama-sama luar biasa agar hidup mereka benar-benar bahagia. Namun kini, dia malah harus menafkahi seorang istri yang biasa-biasa saja, tidak punya ambisi untuk berkembang, dan hanya tahu menikmati hidup. Meira benar-benar merasa kasihan pada anaknya.

Tiba-tiba, Devina seolah teringat sesuatu. Dia mengambil sebuah kotak hadiah mungil dari tasnya, lalu bangkit dan berjalan ke arah Anya. "Anya, Bibi punya hadiah buat kamu."

Anya menyambutnya dengan mata berbinar, "Ini apa?"

"Anya buka sendiri, nanti tahu isinya apa," ujar Devina sambil tersenyum.

Dia berdiri cukup dekat sehingga aroma parfum di tubuhnya melayang sampai ke arah Brielle. Itu aroma yang sama dengan parfum yang selalu melekat pada Raka setiap hari.

Saat Brielle meliriknya, Devina sedang berdiri tepat di sisi Raka dan menyerahkan hadiah itu sambil membungkukkan badan. Lengan Devina secara tidak sengaja menyentuh bahu Raka. Brielle menoleh ke arah lain sambil tetap menggenggam cangkir tehnya.

Anya membuka hadiah itu dan melihat sebuah bola salju kristal yang sangat indah. Dia berseru girang, "Wah! Aku suka sekali!"

Devina tersenyum penuh kasih sayang, "Kalau Anya suka, Bibi jadi senang."

Begitu kembali ke tempat duduk, pandangan Brielle dan Devina tanpa sengaja bertemu. Devina tersenyum sekilas, tetapi senyumannya sarat akan provokasi yang sulit disadari oleh orang lain.

Hidangan mulai berdatangan. Emily menikmati sambil menebak-nebak bahan dan cara memasaknya, sementara Meira sibuk menimpali dengan antusias. Brielle menyendokkan makanan untuk putrinya, dan Raka pun tampak lebih banyak memperhatikan Anya.

"Aku nggak mau makan ini, Papa saja yang makan," ujar Anya sambil memindahkan sepotong kembang kol ke piring Raka. Sayur itu tadi diambilkan oleh Brielle karena dia berharap Anya bisa makan seimbang, bukan hanya daging.

Raka menatap sayur di dalam piring, lalu berkata lembut, "Nggak boleh cuma makan daging, harus makan sayur juga."

Anya sedang menggigit paha ayam. Dagunya berminyak, sehingga dia menggoyang-goyangkan mulut kecilnya ke arah ayahnya, "Papa, lap."

Raka tersenyum lembut penuh kasih sayang, lalu mengambil handuk hangat untuk menyeka wajah putrinya hingga bersih. Saat Brielle sedang memperhatikan Anya makan, tanpa sengaja dia melihat Raka memindahkan kembang kol tadi keluar dari piringnya dengan ekspresi jijik, lalu menaruhnya di piring tempat tulang.

Hati Brielle terasa tertusuk sejenak.

Devina pun melihatnya. Dia menunduk sedikit, sudut matanya melengkung membentuk senyum tipis.

Selera makan Brielle langsung hilang. Dia menoleh ke arah ibu mertuanya dan berkata, "Bu, aku ke toilet sebentar."

Brielle menghabiskan waktu sekitar 10 menit di toilet. Saat kembali, dia mendekat ke ruang makan yang pintunya sedikit terbuka. Dari dalam, terdengar suara ibu mertuanya, "Devina, makan yang banyak ya. Lihat kamu kurus sekali, harus jaga kesehatan."

"Terima kasih Bibi, Bibi baik sekali sama saya."

"Itu hal yang wajar. Kalau nanti ada hal-hal yang butuh bantuan dari Raka, bilang saja. Jangan sungkan sama dia."

"Kak Raka sudah baik sekali sama saya, Bi."

Hati Brielle terasa semakin rumit. Dia mendorong pintu dan masuk kembali. Ibu mertuanya langsung diam. Brielle hanya berharap makan malam ini bisa segera selesai.

Sekitar pukul setengah sembilan, Raka memanggil pelayan untuk membayar. Namun, pelayan tersenyum dan menunjuk ke arah Devina, "Nona ini sudah membayarnya tadi."

Emily dan Meira tampak kaget. Meira pun tak bisa menahan diri untuk mengeluh, "Devina, kenapa kamu malah mentraktir kami?"

"Bibi, saya biasanya terlalu sibuk dan jarang sempat menjenguk kalian. Mengajak kalian makan malam begini memang sudah sepantasnya," ujar Devina sambil tersenyum malu-malu.

"Anak ini ...." Meira tersenyum dengan ekspresi seperti sedang memuji betapa pengertian dan bijaknya Devina.

Saat semua orang bangkit dari tempat duduk, Devina adalah orang pertama yang sigap membantu Emily berdiri. "Nenek, pelan-pelan ya. Biar aku bantu."

Emily mengangguk pelan dan tatapan Meira pun semakin penuh pujian. Di matanya, malam ini Devina jauh lebih pantas menjadi menantu daripada Brielle.

Meira memandangi putranya yang tinggi dan tampan, lalu mengalihkan pandangan ke Devina yang cakap dan cantik. Dalam hati, betapa dia berharap putranya bisa mengganti istrinya dan dia sendiri bisa punya menantu baru agar tidak perlu lagi merasa sebal setiap hari.

Dengan kehadiran Devina malam ini, sikap Brielle yang tenang dan pendiam justru tampak begitu kaku dan tidak menarik.

Devina tetap mendampingi Emily hingga naik ke dalam mobil. Setelah itu, dia berdiri di samping pintu mobil dan mengantar Meira dengan pandangan hangat. "Bibi, Nenek, sampai jumpa lain waktu ya."

"Baik, lain kali datang ke rumah makan bareng lagi," kata Meira antusias mengundangnya.

Raka yang sedang menggendong Anya memberi perintah pada sopir, "Bawa mobilnya pelan-pelan di jalan."

Mobil keluarga terlebih dulu meninggalkan restoran. Devina berdiri di samping Raka sambil menghibur Anya, "Hari ini Anya cantik banget, ya! Oh iya, di tas Bibi masih ada camilan, kamu mau nggak?"

"Mau!" Anya langsung mengangguk semangat begitu mendengar kata camilan.

Devina mengeluarkan sebungkus kecil cokelat hazelnut dari dalam tas dan meletakkannya di tangan mungil Anya. Mata Anya langsung bersinar senang saat melihat cokelat itu.

Wajah Brielle langsung mengeras. Devina pernah diam-diam memberikan makanan manis pada Anya, dan hal itu selalu menjadi salah satu hal yang sangat membuat Brielle marah.

"Kita pulang saja," ucap Brielle kepada Raka dengan nada datar.

"Anya, sampai jumpa lain kali ya! Boleh nggak Bibi minta cium sekali?" Devina memiringkan wajahnya, meminta ciuman dari Anya.

Anya yang sedang berada di gendongan Raka dan baru saja menerima cokelat, tentu saja bersedia. Dia pun mengangguk pelan. Devina berjinjit sedikit dan tangannya menyentuh bahu Raka dengan alami saat dia mendekatkan wajah agar Anya bisa mencium pipinya.

"Anya, ayo kita naik mobil sekarang," ucap Brielle sambil melangkah cepat, lalu langsung mengambil putrinya dari pelukan Raka. Dia membuka pintu dan duduk masuk ke mobil sambil memangku Anya.

Devina masih berdiri di tempat, melambai manja pada Raka, "Raka, hati-hati di jalan ya."

Raka hanya mengangguk sembari membuka pintu dan masuk ke dalam mobil. Saat mobil melaju meninggalkan tempat, Devina masih berdiri di tempatnya dengan senyum tersungging dan melambai pelan.

Anya pun ikut melambaikan tangan kecilnya dari dalam mobil.

Brielle memeluk putrinya erat-erat. Di dalam dirinya, setiap pori-pori seakan menyemburkan bara api kemarahan yang nyaris tak terbendung.

"Mama, pelukannya terlalu erat, aku nggak bisa napas," bisik Anya pelan.

Brielle baru sadar, dia menarik napas dan sedikit melonggarkan pelukannya pada Anya. Dia membuka sedikit jendela mobil, membiarkan angin malam masuk dan menenangkan pikirannya.

"Kapan kita pulang?" tanya Brielle pada pria yang sedang menyetir.

"Tiga hari lagi," jawab Raka singkat.

Selama dua hari berikutnya, Raka berada di rumah untuk menemani Anya sepenuhnya. Dia hanya sesekali masuk ke ruang kerja untuk mengurus pekerjaan.

Tiga hari kemudian, setelah berpamitan dengan Emily dan yang lainnya, mereka terlebih dulu kembali ke tanah air. Saat akan pergi, Emily menggenggam tangan Brielle erat-erat dan berkata, "Brielle, sebelum imlek kami juga akan pulang."

Brielle tersenyum senang. Dia sangat menantikan momen di mana Emily bisa tinggal bersama mereka di negara asal.

Perjalanan pulang memakan waktu 23 jam. Ketika akhirnya tiba di rumah sambil menggendong Anya, Brielle merasa kelelahan luar biasa. Lastri membantu memandikan Anya, sedangkan Brielle sendiri mandi dan berganti pakaian. Pukul setengah sebelas malam, Anya sudah tertidur dengan tenang di pelukannya.

Brielle pun ikut tertidur sambil memeluk putrinya. Mereka istirahat total selama dua hari di rumah sebelum akhirnya Brielle mengantar Anya kembali ke sekolah.

Pukul sembilan pagi, Brielle sedang berada di ruang kerja untuk membereskan dokumen, saat sebuah telepon masuk.

"Brie, kamu ada waktu nggak? Aku ingin bicara denganmu sekarang." Suara di ujung telepon terdengar bersemangat. Itu suara Lukas, mantan murid ayahnya.

"Kak Lukas, ayo kita tentukan tempat ketemuan. Aku juga sudah nggak ingin menunda lagi. Rencana untuk membuka laboratorium memang harus segera dijalankan."

Di sebuah kafe.

Brielle terkejut ketika melihat Lukas tidak datang sendirian. Dia berdiri dengan gembira, lalu menyambut sosok yang datang bersamanya. "Profesor Louie, Anda juga datang?"

Lukas tertawa dan berkata, "Tentu saja karena tertarik sama proyek rencana eksperimentalmu yang luar biasa itu."

"Profesor Louie, silakan duduk," ucap Brielle dengan hormat.

"Brielle, aku sudah membaca seluruh rencana risetmu. Sungguh, awalnya aku nyaris nggak bisa percaya. Tapi sekarang semuanya masih berada di tahap teori."

"Aku berharap kamu dan Lukas bisa segera masuk ke tahap eksperimental. Begitu ada terobosan, itu akan menjadi berkah bagi dunia medis, bahkan bagi seluruh umat manusia."

Brielle mengangguk dan berkata dengan sungguh-sungguh, "Memang itu yang sedang aku rencanakan. Hanya saja, yang jadi hambatan saat ini adalah belum adanya dana awal untuk membangun laboratorium dan aku juga kesulitan mengumpulkan tim."

"Tenang saja, itu bukan masalah besar. Sekarang ini seluruh dunia sedang menyoroti perkembangan di bidang medis. Aku yakin akan ada pihak yang bersedia mendanai eksperimenmu. Kami percaya padamu."

"Brielle, bagaimana kamu bisa mencetuskan teori eksperimen ini?" tanya Louie dengan tatapan membara.
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Delo Anthony
beri pengajaran kpda suami prnyundal.
goodnovel comment avatar
Renadwijo
ayuks Brielle..keluar dri fokus rumah tanggamu..Semangat...Fokus pd penelitian dan pendidikanmu, penuhi Anya dg kasih sayangmu dan ceraikan Raka..biar tau rasa dia....laki egois, udh nikah msh ngurus cewek lain..Kamu br ngobrol sdkt ma cowok lain, dia udh cemburu berat..ngga bercermin
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Bukan Mantan Biasa   Bab 370

    Raka menuntut agar dalam waktu tiga bulan hasil penelitian sudah bisa mencapai tahap uji klinis. Saat ini, tim Brielle sudah memasuki tahap uji coba pada hewan. Sejauh ini, semua data menunjukkan hasil yang stabil.Raka terus mendesak agar progres dipercepat. Brielle dan timnya juga berpacu dengan waktu, bekerja tanpa henti. Namun, bagi Brielle, pencapaian ini bukan hanya soal kemajuan penelitian. Hasil akhirnya akan membawa harapan baru bagi banyak pasien. Itulah hal yang benar-benar dia pedulikan.Hari Jumat pun tiba. Upacara penganugerahan akan diadakan pukul 3 sore di kantor pemerintahan kota.Begitu Brielle memarkir mobilnya, dia melihat banyak fotografer dan wartawan sudah berdiri di sekitar karpet merah yang terbentang di depan pintu masuk, dihiasi bunga segar di kedua sisinya. Saat dia melangkah masuk ke aula, seorang staf mengenalinya dengan cepat."Bu Brielle ya? Tempat duduk untuk tamu penerima penghargaan ada di sini."Begitu memasuki aula, langkah Brielle seketika terhenti

  • Bukan Mantan Biasa   Bab 369

    Raka berjongkok, lalu mengelus kepala besar Gaga. Anjing itu tampak sangat menikmati belaian Raka, mengeluarkan suara lembut penuh kepuasan.Hari itu, Raka mengenakan pakaian kasual, tanpa kesan tajam dan dingin seperti biasanya. Meskipun demikian, dia tetap tampak tampan dan menonjol di antara siapa pun."Papa!" Anya berlari kecil dan langsung memeluknya dengan semangat.Raka tersenyum sambil mengangkat putrinya, tetapi tatapannya tertuju pada Brielle yang berdiri tak jauh dari situ. Hari ini, Brielle hanya mengenakan kaus putih sederhana dan celana jeans. Rambutnya dikuncir santai, terlihat bersih dan segar, bahkan sedikit mirip dengan mahasiswi."Mau ikut juga?" tanya Raka.Brielle menghindari tatapannya. "Aku ada urusan."Raka mengangguk ringan sambil menggendong Anya. "Kalau begitu, kami berangkat dulu."Brielle hanya berdiri di tempat, menatap mobil mereka menjauh sebelum akhirnya mengambil tasnya dan ikut keluar rumah, menuju laboratorium.Belakangan ini, urusan pribadinya terla

  • Bukan Mantan Biasa   Bab 368

    Kemunculan Raka membuat suasana di balkon seketika menjadi tegang selama beberapa detik.Lambert menahan kata-kata yang belum sempat diucapkannya, lalu mengangguk dengan hormat pada pria tua itu. "Paman Hakim."Pria tua itu tertawa hangat. "Oh, rupanya kalian lagi ngobrol di sini ya?"Raka memasukkan satu tangan ke saku. Tatapannya sekilas menyapu wajah Brielle yang tampak sedikit pucat. Dia berkata kepada Hakim, "Paman Hakim, mengenai rencana kerja sama di lahan selatan kota, kita bahas lebih rinci lain kali saja. Aku harus menyelesaikan urusan pribadi dulu.""Baik, baik. Kalian lanjutkan saja." Hakim mengangguk mengerti, lalu meninggalkan mereka.Brielle berbalik ke arah Lambert. "Lambert, aku pamit dulu."Begitu Brielle meninggalkan balkon, Lambert secara refleks ingin menyusulnya, tetapi Raka mengangkat tangan untuk menahannya."Lambert, kalau kamu benar-benar peduli padanya, jangan membuatnya merasa nggak nyaman malam ini. Bagaimanapun, kami baru saja bercerai."Lambert sontak men

  • Bukan Mantan Biasa   Bab 367

    Raka menatap mata Brielle yang keras kepala, terdiam sejenak. Udara di antara mereka seolah-olah membeku. Setelah beberapa saat, Raka baru berkata, "Baiklah. Kalau kamu merasa nggak masalah, terserah kamu."Langkah Raka menuju pintu tak berhenti. Hanya saja, dia kembali menambahkan tanpa menoleh, "Setahuku, Keluarga Seraphine nggak akan menerima seorang wanita yang baru cerai, tapi sudah terseret gosip dengan Lambert."Dada Brielle seolah-olah ditusuk sesuatu. Dia menarik napas dalam-dalam, menekan emosi yang bergejolak, lalu berkata dengan dingin, "Kamu nggak perlu khawatir soal itu.""Aku bukan merendahkanmu, aku hanya ingin kamu melihat kenyataan." Raka tak berkata apa-apa lagi dan langsung mendorong pintu keluar.Brielle juga tak lagi berniat turun. Dia duduk sejenak untuk menenangkan diri. Tak lama kemudian, Frederick masuk membawa sebuah berkas. Begitu melihat bahwa hanya Brielle yang ada di dalam, dia tersenyum dan berkata."Bu Brielle, tolong tandatangani dulu dokumen ini. Beso

  • Bukan Mantan Biasa   Bab 366

    Brielle menurunkan pandangan, menghindari tatapan Lambert.Saat itu, pintu utama kembali terbuka. Frederick membawa Jonathan masuk dengan penuh hormat.Melihatnya, Brielle segera berkata kepada Lambert, "Aku permisi sebentar."Brielle mengambil segelas sampanye dan melangkah menghampiri mereka. Tak lama kemudian, Raka juga beranjak dari kerumunan tamu dan berjalan ke arah yang sama.Frederick dengan sigap memperkenalkan, "Pak Jonathan, ini adalah Bu Brielle, presdir dari Hotel Muse."Brielle menjulurkan tangan dengan senyuman profesional dan menyapa dalam bahasa asing, "Pak Jonathan, senang bertemu denganmu.""Senang bertemu denganmu juga, Bu Brielle," jawab Jonathan sambil menjabat tangan hangatnya.Frederick kemudian menoleh dan memperkenalkan Raka yang berada di belakang Brielle. "Ini Pak Raka, presdir dari Grup Pramudita."Mata Jonathan langsung berbinar. Dia menjulurkan tangan dengan antusias. "Pak Raka, aku sudah lama mendengar reputasimu. Suatu kehormatan bisa bertemu malam ini.

  • Bukan Mantan Biasa   Bab 365

    Brielle menatap dengan tenang, tak menunjukkan reaksi apa pun.Saat itu, dari arah pintu utama, Lambert masuk bersama Jay.Detak jantung Raline tiba-tiba berdegup lebih cepat. Sejak pulang ke tanah air, ini pertama kalinya dia bertemu Lambert lagi. Pria itu masih sama seperti dulu. Dewasa, tampan, dan berwibawa, dengan aura lembut yang membuatnya tampak sempurna di mata Raline. Bagi Raline, Lambert adalah sosok pangeran tampan ideal yang selalu dia impikan.Lambert menyapu pandangannya ke seluruh ruangan, lalu tatapannya berhenti tepat pada Brielle. Senyuman samar muncul di bibirnya sebelum dia melangkah langsung ke arah wanita itu.Adegan itu disaksikan jelas oleh Raline, yang berdiri tak jauh dari Brielle. Lambert bahkan tidak menoleh sedikit pun ke arahnya, seolah-olah dia hanyalah salah satu dari sekian banyak tamu yang tak berarti di mata pria itu.Baru ketika Lambert mendekati Brielle, dia tampak menyadari keberadaan Raline. "Halo, Raline. Kamu juga datang rupanya.""Kak Lambert

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status