Share

Bab 11

Author: Ayesha
Brielle menjawab dengan rendah hati, "Pendapat ini kukemukakan berdasarkan akumulasi riset dasar jangka panjang, ditambah catatan-catatan yang ditinggalkan Ayah, serta hasil laporan dari berbagai laboratorium medis terkemuka di dunia."

"Bagus, sangat bagus. Belajar memang nggak ada habisnya. Brielle, teori yang kamu ajukan benar-benar membuatku takjub," puji Louie dengan penuh semangat.

Percakapan mereka berlangsung selama dua jam. Saat hendak pergi karena harus menghadiri rapat, Louie berkata dengan nada serius, "Brielle, laboratorium ini harus benar-benar dibentuk. Aku akan mendukungmu sepenuhnya. Kamu dan ayahmu sama-sama hebat."

Setelah itu, Brielle dan Lukas terus mengobrol selama dua jam lagi, hingga waktu menjemput putri mereka tiba.

Lukas menjanjikan dengan mantap, "Urusan pendirian laboratorium serahkan padaku."

Usai menjemput putrinya, Brielle mengajaknya berjalan-jalan di pusat perbelanjaan terdekat untuk membeli pakaian awal musim semi.

Baru saja keluar dari lobi sambil menggandeng tangan putrinya, Brielle melihat sosok mencolok. Itu adalah Devina. Dia berjalan di tengah keramaian bersama asistennya, menarik perhatian banyak pria di sekeliling mereka.

Melihat barang-barang yang dibawa sang asisten, sepertinya itu adalah kebutuhan sehari-hari. Brielle mengernyit dan bertanya-tanya, apakah Devina pindah ke kompleks perumahannya?

Mungkin Raka yang memintanya pindah ke sana, supaya lebih mudah bagi mereka untuk bertemu diam-diam. Brielle langsung mempercepat langkah sambil menggandeng Anya karena tidak ingin putrinya melihat Devina.

"Ada anjing! Lucu sekali anjingnya! Mama, aku boleh pelihara anjing juga nggak?" tanya Anya dengan wajah penuh harap saat melihat seorang gadis kecil lewat sambil menggandeng anak anjing.

Sebelumnya, Brielle khawatir putrinya akan digigit, jadi dia tidak pernah mengizinkan. Namun belakangan, Anya mengatakan bahwa Devina memelihara anjing dan sejak saat itu dia terus-menerus merengek ingin melihatnya.

Brielle mengusap kepala kecil putrinya. "Kamu yakin mau pelihara?"

"Yakin!" Anya mengangguk bersemangat.

Brielle tersenyum dan mengangguk. "Oke, Mama ajak kamu pilih yang kamu suka."

"Benaran, Ma? Aku benaran boleh pelihara anjing? Tapi gimana kalau Papa nggak setuju?" Wajah Anya langsung berseri-seri karena gembira.

"Yang penting Mama setuju." Brielle mengangkat alis sambil tersenyum.

"Yeay! Aku mau beli anak anjing!" seru Anya dengan gembira.

Brielle membawa Anya ke sebuah toko hewan peliharaan kelas atas. Begitu masuk, Anya langsung jatuh hati pada seekor anak anjing beagle. Pemilik toko juga menjelaskan bahwa anak anjing itu sangat tenang, penurut, dan sangat ramah terhadap manusia.

Setelah Brielle membayar, pemilik toko menyerahkan anak anjing itu ke tangan Anya. Gadis kecil itu tersenyum lebar, "Mama, dia lucu banget! Aku suka sekali sama dia!"

"Kalau begitu, ayo kita bawa dia pulang!" Brielle ikut tersenyum melihat kebahagiaan putrinya.

Saat Lastri melihat Anya membawa pulang anak anjing, dia sempat tertegun. Raka adalah orang yang sangat menjaga kebersihan, apakah dia akan mengizinkan memelihara anjing di rumah?

Brielle sendiri tidak tahu apakah Raka akan setuju, tapi dia yakin, selama itu adalah keinginan Anya, Raka tidak akan menentangnya. Anya sendiri yang memberi nama anjing kecil itu, Gaga.

Saat senja tiba dan cahaya matahari menyinari halaman, Brielle duduk sambil memegang secangkir teh dan memandangi Anya dan anak anjing yang berlarian ke sana ke mari. Hatinya terasa damai dan penuh rasa syukur.

Andai saja dia sudah bercerai, segalanya pasti lebih sempurna.

Menjelang malam, Raka pulang ke rumah. Anya langsung berlari menyambutnya dengan anak anjing di pelukannya, "Papa, lihat! Aku pelihara anak anjing. Namanya Gaga. Papa suka nggak?"

Raka berjongkok menatap anak anjing yang sedang dipeluk erat oleh Anya. Anak anjing itu tampak gemetar ketakutan di hadapannya. Raut wajah Raka pun melunak. "Gaga? Kamu yang kasih nama?"

"Iya! Aku yang kasih nama. Bagus nggak?"

"Bagus!" puji Raka sambil tersenyum.

"Nggak usah takut, Papa bukan orang jahat. Papa juga pasti bakal suka sama kamu," ucap Anya sambil mengelus kepala anak anjing di pelukannya dan menenangkannya seperti orang dewasa.

Saat itu, Brielle turun dari tangga. Raka sedang melepas jasnya, dan ketika Brielle berjalan melewatinya, lengan panjang pria itu terulur dengan alami menyerahkan jasnya kepada Brielle.

Brielle sempat tertegun, lalu menengadah menatapnya. Raka juga sedang melihat ke arahnya. Dulu, Brielle bukan hanya akan langsung menyambut jas itu, tapi juga akan langsung menyuruh Lastri untuk segera menyetrikanya.

Beberapa detik kemudian, Raka menarik kembali jasnya. Ekspresinya meredup, lalu melemparkan jas itu dengan sembarangan ke sofa sebelum melangkah naik ke atas.

Brielle tetap berdiri di tempat, aroma dingin yang tersisa dari tubuh Raka seolah masih menggantung di udara. Dia lalu berjalan menghampiri Anya dan meminta Lastri untuk membereskan jas Raka.

Menjelang makan malam, Raka turun dari atas dengan mengenakan baju santai. Rambut hitamnya jatuh menutupi sebagian dahinya, dan sweter tipis berwarna biru gelap yang membalut tubuhnya menambah kesan misterius sekaligus berkelas. Seandainya saja dia tidak berselingkuh, Raka bisa dibilang sosok suami sempurna.

"Mama, tolong kupasin udangnya, ya!" pinta Anya sambil menatap udang saus merah di meja makan dengan tatapan ngiler.

Brielle tersenyum lembut. "Oke, Mama kupasin buat kamu."

Brielle mengupas lima ekor udang besar untuk Anya, lalu bangkit untuk mencuci tangan. Gerakan pria di seberangnya terhenti sejenak saat mengunyah, matanya mengikuti sosok Brielle yang berjalan menuju dapur.

"Papa, aku bagi satu buat Papa, ya!" ujar Anya dengan manis sambil meletakkan seekor udang kupas di piring Raka.

"Nggak apa-apa, Anya yang makan saja," Raka mengambil kembali udang itu dan mengembalikannya ke piring putrinya.

Brielle kembali ke meja setelah mengeringkan tangannya, lalu melanjutkan makan dengan tenang dan anggun. Sepanjang makan, fokusnya hanya tertuju pada Anya.

Anya mengedipkan mata besarnya dan bertanya polos, "Mama, Mama sudah nggak suka Papa, ya?"

"Suka, kok!" Brielle tersenyum canggung.

"Kalau suka, kenapa Mama nggak kupasin udang buat Papa? Dulu Mama selalu kupasin." Usia Anya sudah hampir 5 tahun, dia selalu mengutarakan apa yang tebersit di pikirannya.

Brielle tetap tersenyum sambil mengusap kepala putrinya. "Tangan Mama sakit habis ngupas udang."

"Oh! Sini aku lihat."

Brielle mengangkat jarinya dan menunjukkannya pada Anya. Meskipun tidak ada luka atau bengkak, Anya tetap meniup-niup jarinya dengan khawatir. Senyum Brielle langsung merekah, matanya berbinar dalam cahaya lampu yang hangat.

"Anya memang anak baik," puji Brielle penuh sayang.

Raka yang duduk di seberang meja meletakkan sendoknya dan lebih dulu bangkit meninggalkan meja makan.

Malam harinya, setelah Brielle memandikan Anya, dia juga memindahkan tempat tidur kecil milik Gaga ke dalam kamarnya. Anya dan anak anjing itu bermain sejenak, lalu tertidur pulas dengan cepat.

Lampu tembok menyala redup. Brielle menatap wajah putrinya yang tertidur dalam diam, pikirannya juga mulai melayang. Saat itu, pintu kamar didorong terbuka. Raka masuk dengan langkah tenang.

Dia baru selesai mandi dan mengenakan jubah tidur hitam yang terbuka di bagian depan. Jubah itu memperlihatkan dada bidangnya yang berotot dan terlihat menggoda.

Brielle hanya menatapnya sekilas dengan ekspresi datar. Setelah melepaskan semua keterikatan, Brielle menyadari bahwa dia tidak merasakan apa pun lagi sekalipun pria ini telanjang bulat di hadapannya.

Raka membungkuk dan mencium kening Anya. Saat itulah, Brielle memperhatikan sebuah tato baru di dada Raka, yaitu huruf D. A.

Tidak sulit ditebak, itu adalah inisial dari nama Devina.

Saat Raka menarik tangannya dari kepala Anya, entah sengaja atau tidak, ujung jarinya sempat menyentuh pipi Brielle.

Tubuh Brielle menegang seketika. Tangan pria itu tiba-tiba menyelinap masuk ke bawah selimut. Sebelum Brielle sempat mencegahnya, Raka sudah menjalankan haknya sebagai suami.

Gerakannya meremas tubuh Brielle tidak termasuk lembut. Namun, dia memang sengaja ingin menggoda Brielle. Brielle menarik napas dengan pelan. Kemudian, pria itu menarik kembali tangannya dan berkata dengan suara rendah, "Ke kamarku."

Maksud Raka sangat jelas. Dia ingin menjalani kewajiban suami istri malam itu.

Benar-benar menggelikan. Sambil berselingkuh di luar sana, Raka juga berpura-pura memikirkan kebutuhan biologis istrinya ini. Brielle tidak ingin mendapat belas kasihan darinya seperti ini.

Brielle sama sekali tidak menanggapi permintaan Raka. Demi mencegah Raka kembali masuk ke kamar, Brielle langsung mengunci pintu dari dalam.

Keesokan paginya, Brielle menggandeng tangan Anya turun ke lantai bawah. Dia langsung melihat Raka duduk di meja makan dengan wajah muram.

Menyadari suasana hati ayahnya yang buruk, Anya lalu mendekat dan memeluk lengannya sambil bermanja-manja, "Papa kenapa?"

"Nggak apa-apa. Setelah sarapan, Papa antar kamu ke sekolah," ujar Raka datar.

"Oke!" Anya mengangguk patuh.

Raka mengambil kunci mobil dan keluar rumah. Brielle tersenyum manis ke arah putrinya. "Anya, sampai ketemu sore, ya."

"Mama, nanti sore bawa Gaga juga, ya? Biar dia ikut jemput aku," pinta Anya yang enggan berpisah dari anak anjing kesayangannya.

"Oke! Mama pasti bawa dia," kata Brielle sambil tersenyum.

Pukul sembilan, Brielle mengemudi keluar rumah untuk bertemu sahabat baiknya, Syahira.

Di kantor firma hukum.

Setelah mendengar seluruh penjelasan Brielle, Syahira menasihatinya, "Kamu benaran mau cerai? Statusmu sekarang ini diidam-idamkan banyak wanita, lho!"

"Kalau mereka mau, aku bisa saja kasih posisi itu," jawab Brielle.

"Kamu rela ninggalin status nyonya dari konglomerat?"

"Selain Anya, aku bisa relakan semuanya," pungkas Brielle dengan tenang.

"Termasuk Raka?" Syahira menunjukkan tatapan menggoda.

"Pria yang selingkuh, dikasih gratis pun aku jijik," balas Brielle.

"Tapi aku harus ingatin kamu, kasusmu ini nggak gampang. Kecuali kamu bisa tangkap basah mereka berselingkuh, Raka nggak akan semudah itu merelakan hak asuh anak."

"Lagian, selama lima tahun ini kamu jadi ibu rumah tangga penuh waktu dan nggak ada penghasilan tetap, juga nggak punya jabatan atau kekuatan hukum. Kamu mau pakai apa untuk rebut hak asuh Anya dari dia?"
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bukan Mantan Biasa   Bab 100

    Brielle berbalik menatap pria di belakangnya, menyilangkan tangan di dada dengan senyuman sinis di ujung bibir. Kemudian, dia berbalik dan naik ke lantai atas.Raka menggertakkan giginya. Sepasang mata di bawah alis yang berkerut itu menyimpan emosi yang jauh lebih rumit.....Brielle tidur bersama Anya malam itu. Setelah Raka mandi, dia datang menemani sebentar. Beberapa kalimat ringan dari Anya dengan suara kekanak-kanakan membuat Raka terkekeh-kekeh."Putri kecil Papa," gumam Raka sambil memeluk dan mencium pipi Anya sebelum keluar kamar.Namun, sebelum keluar, dia tiba-tiba berhenti di sisi Brielle, menunduk, dan mencium keningnya.Tubuh Brielle langsung menegang selama beberapa detik. Dia menahan diri agar tidak bereaksi di depan Anya. Setelah Raka pergi, dia buru-buru menyeka keningnya dengan lengan baju.Dini hari, Raka berbaring di ranjang dengan lengan menjadi bantal di bawah kepala. Tangan satu lagi memegang ponsel. Dia memutar sebuah video lama, video dari delapan tahun lalu

  • Bukan Mantan Biasa   Bab 99

    "Ya, nanti aku antar dia ke sana," jawab Raka."Menyebalkan! Brielle makin hari makin keras kepala. Kalian sudah menikah enam tahun, tapi dia masih seperti anak kecil, benar-benar nggak dewasa!" Meira tak tahan lagi, mulai mengeluh kepada putranya."Nanti aku akan bicara dengannya." Raka mencoba menenangkan ibunya."Dulu aku memang nggak setuju kalian menikah, sekarang terbukti, 'kan? Dia bukan hanya nggak tahu diri, tapi juga nggak tahu cara menghargai orang lain." Meira benar-benar tidak bisa menahan emosinya hari ini.Saat ini, terdengar suara batuk ringan dari belakang yang membuatnya terkejut. Dia menoleh dan melihat mertuanya berdiri di belakang. Dia buru-buru berkata ke telepon, "Nak, aku tutup dulu."Emily mendengar semua yang dikatakan Meira tadi. "Kamu ini sudah tua, masih saja ribut sama Brielle.""Ibu nggak tahu tadi dia sekeras apa. Kalau dia anakku, sudah aku didik sejak awal. Tapi karena dia menantu, aku berusaha tahan," keluh Meira.Emily melirik sekilas. "Kamu nggak sa

  • Bukan Mantan Biasa   Bab 98

    "Aku nggak mau pergi," ucap Brielle dengan datar."Kenapa begitu? Tanggal 1 Mei 'kan nggak perlu lembur."Brielle tidak memberi penjelasan, lalu bangkit menuju laboratorium. Di belakangnya, Cherlina masih mengejarnya. "Tiket ini harganya 4 juta lho!"Tak lama kemudian, Cherlina mendatangi Faye dan mulai mengeluh, "Apa maksud Brielle? Kamu berniat baik kasih tiket, tapi dia malah nggak terima."Faye mendengus. "Aku sudah perkirakan dia nggak akan terima.""Jangan-jangan dia masih dendam soal kamu rebut posisi wawancaranya waktu itu?"Meskipun dia kelihatan tenang, bukan berarti dalam hati dia nggak marah." Faye yakin Brielle pasti menyimpan dendam itu seumur hidup."Kalau dia nggak ikut, kita saja yang pergi. Dua puluh tiket yang kamu bagikan sudah disebar semua. Semua orang nggak sabar buat datang!""Kak Harvis sudah terima tiketnya?" tanya Faye."Aku kasih ke asistennya, Mina. Dia nggak ada di kantor tadi."Faye diam-diam berharap. Kalau Harvis ikut, mereka bisa menikmati malam yang i

  • Bukan Mantan Biasa   Bab 97

    Devina menatap Brielle. "Brielle, kalung malam ini untukmu saja. Kamu jangan marah ya?"Brielle termangu sesaat, lalu menatap mata Devina yang penuh senyuman licik dan perhitungan."Kamu boleh ambil sesukamu semua barang yang nggak aku inginkan." Selesai berbicara, Brielle melirik ke arah pria di sisi Devina.Sebuah kalimat dengan makna ganda.Raka mendengarnya dan menatap Brielle sambil menyipitkan mata, seolah-olah ingin menelusuri makna ucapannya.Devina juga memperhatikan Brielle dengan cermat. Dia merasakan sesuatu yang aneh, seolah-olah Brielle yang sekarang bukan lagi orang yang sama seperti setengah tahun lalu.Dulu emosi dan isi hati Brielle mudah ditebak, tetapi kini dia seperti lawan yang tak mudah dibaca.Tepat saat itu, Harvis dan Lukas tiba. Lukas tersenyum dan bertanya, "Pak Raka, sudah selesai bicara?"Raka mengangguk, lalu berkata kepada Devina, "Ayo, kita pergi."Tak lama kemudian, Lukas, Harvis, dan Brielle pun dipersilakan masuk untuk bertemu dengan Chiva.Raka dan

  • Bukan Mantan Biasa   Bab 96

    Belasan barang lelang amal berikutnya pun terjual dalam sekejap. Devina berhasil mendapatkan barang lelang termahal malam ini.Acara makan malam resmi dimulai. Alunan musik lembut memenuhi ruangan, aroma anggur mewah menyebar di udara. Para tamu masih asyik membicarakan barang-barang yang baru saja dilelang.Brielle menoleh ke arah Lukas dan bertanya, "Kak Lukas, sekarang sudah hampir jam 9. Kapan kita bisa bertemu Madam Chiva?""Seharusnya sebentar lagi," jawab Lukas.Tiba-tiba, lampu berubah menjadi lampu untuk pesta dansa. Musik berubah menjadi irama pelan dan pasangan-pasangan mulai melangkah masuk ke lantai dansa.Thoriq memberanikan diri mengajak Faye berdansa, tetapi Faye langsung menolak dengan alasan tidak bisa berdansa. Thoriq merasa agak canggung, sementara Faye justru menatap penuh harap ke arah Harvis. Dia berharap Harvis akan mengajaknya.Saat ini, ponsel Lukas menyala. Dia melihat pesan dan langsung berkata kepada Harvis dan Brielle, "Kalian berdua ikut aku sekarang."Br

  • Bukan Mantan Biasa   Bab 95

    Baru saja Brielle memilih tempat duduk, dua wanita cantik yang mengenakan gaun malam mewah ikut duduk di hadapannya. Brielle tahu mereka adalah selebritas terkenal."Bukankah dulu ambasador Yayasan Kasih adalah orang lain? Kok sekarang malah jadi Devina?""Grup Pramudita dan Yayasan Kasih memang sudah lama kerja sama. Gampang saja kalau mau ganti ambasador.""Iri banget!""Itu sudah keberuntungannya. Setahuku, Devina sudah bertahun-tahun bersama Raka. Selama itu, Raka menolak semua wanita. Dari awal sampai sekarang, cuma Devina satu-satunya.""Masa sih?""Aku dengar perusahaannya JK awalnya sudah pesan stadion duluan, tapi konsernya jadi diundur ke bulan Agustus. Stadion akhirnya dipakai buat konser Devina.""JK si penyanyi terkenal saja kalah sama dia?"Brielle termenung. Dia tahu JK adalah superstar selama sepuluh tahun terakhir, bahkan dianggap sebagai legenda di industri musik.Beberapa saat kemudian, asisten kedua selebritas itu datang dan mengajak mereka kembali ke aula utama. Br

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status