Share

Jomlo 5

Author: Amih Lilis
last update Last Updated: 2022-01-13 18:11:16

*Happy Reading*

'Tembus'

Satu kata yang dikatakan Alan malam itu, sukses bikin aku megap megap bak ikan koi kekurangan air.

Sumpah demi apapun. Malam itu rasanya aku pengen pinjem helm sama siapa aja yang, setelah mendengar kata itu. Sayangnya, gak ada yang lewat bawa helm, jadinya gak ada yang bisa nyelametin mukaku.

Namun yang paling menyebalkan adalah, Alan mengucapkannya dengan wajah datar tanpa ekspresi apapun. Membuat aku malah menebak-nebak isi pikirannya saat itu.

Apa kasian?

Apa lucu?

Atau malah pengen bully?

Apapun itu, pokoknya aku tengsin abis!

Makanya, setelah kejadian malam itu. Aku sebisa mungkin menghindari Alan, jika melihatnya di rumah sakit, sedang mengunjungi Dokter Karina.

Pokoknya, aku belum siap deh, ketemu dia lagi. Masih tengsin banget, Mbak bro!

"Mi, kamu beneran gak mau saya titipin laporan ini buat Alan. Biasanya kan, kamu paling getol sama tugas ini." Dokter Karina mulai kepo denganku.

Itu memang benar. Biasanya aku memang dengan senang hati menerima tugas itu, dan menjadikannya media untuk menggoda bisa berdebat dengannya. Namun untuk sekarang ... Nggak dulu, deh. Aku masih belum kuat iman menghadapi si jalan tol lagi.

"Nggak dulu, Dok. Saya lagi males berdebat sama pengacara lempeng itu." Sebisa mungkin aku beralasakan. 

"Kenapa, sih? Tumben banget. Mulai baper ya kamu sama Alan. Cie ... yang bentar lagi jadian."

Sudah jadi rahasia umum memang, kalau Dokter somplak ini masih sangat getol jadi Mak comblang kami. Seandainya gak ada kata 'Tembus' antara kami malam itu. Mungkin aku akan mulai mengaminkan godaannya. 

Jujur saja, aku memang mulai baper kayaknya sama pria ketus itu. Gara-gara aksinya malam itu, aku jadi rada gimanaaa gitu. 

Sayang kata 'Tembus' mengacaukan segalanya. 

"Gak ada saya baper sama Pak Alan, ya? Justru sekarang saya tuh lagi deket sama cowok, Dok. Makanya gak minat lagi godain Pak Alan." 

Aku gak sepenuhnya bohong, kok. Karena kenyataannya, ada seorang pria yang beberapa bulan ini mulai mendekatiku. Belum pacaran, baru deket aja. Tetapi, kayaknya pria itu serius sama aku. 

"Oh, ya? Siapa?" Mode kepo Dokter Karina pun seketika menyala.

"Adalah, Dok. Nanti saya kenalin kalau udah deal sama abah." Aku menyahut jumawa.

"Udah sampai ketemu abah?" Dokter Karina makin kepo. 

"Belum, sih. Tapi ... udah ada omongan. Doain aja ya, Dok. Pokoknya, Sustermu yang cantik ini pasti akan segera lepas lajang. Maklum, hayati sudah lelah kalah saing sama truk gandeng."

Dokter Karina seketika tergelak renyah, entah menertawakan apa? Jelas bukan aku. Kan aku lagi gak ngelawak. Aku mah jujur, kali.

"Iya, deh. Saya doain kamu cepat lepas lajang. Kalau bisa nanti malam langsung ganti status di KTP," sahut Dokter Karina di sela tawanya. 

"Lah, mana bisa, Dok! Saya kan lembur hari ini. Besok aja gimana?" tawarku tak kalah gila, membuat tawa Dokter Karina makin membahana. 

"Jangan besok. Saya cuti sehari."

"Gitu, ya? Ya udahlah, lusa aja. Gimana?"

"Boleh, deh. Kebetulan lusa udah masuk weekend juga. Jadi pasti yang kondangan banyak."

"Betul juga. Ya udah, fix lusa saya lepas lajang!"

"Sip! Tos dulu."

Lalu, kami pun bertos ria dengan semangat, sebelum tergelak bersama menertawakan kekonyolan kami. Beginilah Aku jika sudah bersama Dokter Karina. Gak pernah ada istilah atasan dan bawahan. Karena jika sudah ngobrol soal hal konyol, pasti satu server. Makanya pertemanan kami awet. 

"Nina?" Sedang asik tertawa bersama. Tiba-tiba panggilan itu terdengar dari ambang pintu ruangan Dokter karina. 

Sebenarnya, tanpa menoleh pun aku tahu siapa pemilik suara itu, dan ditujukan pada siapa panggilan itu. Karena panggilan itu adalah panggilan kesayangan Si Daddy untuk Dokter Karina. Namun, karena refleks, kepalaku pun ikut berputar ke ambang pintu, saat panggilan itu terdengar barusan. Dan ....

Degh!

"Eh, Juna? Kamu udah datang. Loh, bareng Alan juga?" sambut Dokter Karina dengan riang.

Namanya juga jodoh, eh Maksudnya kerja pada orang yang sama, yaitu Dokter karina. Jadinya, kejadian seperti ini memang tidak bisa diprediksi sama sekali. 

Ibarat pepatah nih. Sepandai-pandainya tupai meloncat, pasti ada masanya buat jatuh. Seperti itulah pertemuanku kali ini dengan tuh manusia lempeng.

Padahal dua minggu ini aku udah kayak maling rumah sakit kalau liat atau tahu dia akan datang. Melipir terus agar tidak papasan. Eh, tetep aja ketemu di sini. Nasib banget, ya? Terus ini aku harus gimana? Asli! aku belum siap ketemu dia!

"Kebetulan Alan sedang di kantor dan saya dengan ada urusan juga ke sini. Jadi ya, sekalian saja saya ajak bareng." Pak Arjuna menjelaskan dengan tenang.

"Oh, gitu. Ya udah, duduk dulu. Biar aku siap-siap bentar. Mi, tolong kamu berikan--"

"Devi?"

Sebelum Dokter Karina mengutarakan titahnya yang sudah bisa aku tebak, aku pun segera menyela dengan memanggil Devi yang kebetulan lewat ruangan  Dokter Karina.

"Iya?"

"Dokter Vadya udah pulang belum dari UGD?"

"Belum. Lagi over handle saya Dokter Jelita."

"Wah! Selamat gue!" Aku mengelus dada dengan dramatis. "Dok, maaf banget, nih. Bukannya saya gak mau nolongin Dokter. Tapi saya ada perlu penting sama Dokter Vadya. Makanya, saya pamit ya, Dok. Selamat sore!"

Aku tahu ini gak sopan. Tapi, daripada aku harus menghadapi si jalan Tol. Lebih baik aku segera pergi dari sana, mengandalkan Devi yang seperti orang linglung saat aku tarik paksa menjauh dari ruangan itu.

Maaf, Dok. Suster cantikmu gak bawa helm. Jadi masih belum siap ketemu Alan. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
PenTi Komenq Bae Lach
......... masih malu ya mi g berani liat orangnya...
goodnovel comment avatar
Dewi Balfas
wkwkwkw hasmi2 ada2 saja
goodnovel comment avatar
Ika Dewi Fatma J
kakakakkkkkkk,,,hasmi ini bukan trauma dg kejadian yg menimpanya ehhh malah trauma dg satu kata "Tembus" hahahaha
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Bukan Mauku Menjomlo   Last ekstra part

    "Aduh! Terus kumaha iye? Mana si Bapak udah pergi? Saya telepon Bapak lagi aja, gimana? Pasti belum jauh, kan?" Asisten yang bernama Mbok Minah itu pun seketika panik. "Jangan, Mbok. Jangan ganggu Bapak," larang Hasmi yang kini berusaha mengatur napasnya, demi meredakan sakit yang semakin mendera perut bawahnya. "Ya, terus. Ini gimana, Bu? Saya harus apa?" Meski agak heran dengan permintaan sang nyonya. Mbok Minah pun kembali bertanya. "Suruh Pak Komang siapin mobil. Terus, tolong ambilin tas bayi di kamar yang sudah saya siapin. Mbok nanti temenin saya ke Rumah sakit, mau, ya?" pinta Hasmi setelah memberi titah pad sang asisten. "Iya, iya, Bu. Nanti saya temani. Kalau gitu, ibu tunggu bentar, ya? Saya nyari si Komang dulu." Mbok Minah pun pamit, mencari sopir yang sengaja Alan pekerjakan untuk mengantar-antar Hasmi jika ingin bepergian sendiri. Sementara Mbok Minah melaksanakan titah Sang nyonya. Hasmi sendiri kini tengah sibuk mera

  • Bukan Mauku Menjomlo   Ektra part 5

    Ektra part 5*Happy Reading*Hasmi mendesah berat, saat terbangun dari tidur malamnya tapi tidak menemukan Alan di sisi tempat tidur. Melirik jam di atas nakas sejenak, yang menunjukan pukul dua pagi. Hasmi pun memutuskan turun dari tempat tidur, dan menghampiri suaminya itu. Ruang kerja menjadi tujuan Hasmi. Karena setelah makan malam, Alan memang pamit meneruskan pekerjaan yang belum sempat dia selesaikan di kantor. Sementara Hasmi, memilih langsung tidur setelah sholat isya.Kehamilan yang sudah semakin besar membuatnya mudah lelah. Itulah kenapa, Hasmi jadi sering mengantuk dan mageran. Ditambah lagi, sekarang ada beberapa asisten rumah tangga di rumahnya. Makin-makin saja kemagerannya itu. Hasmi kembali menghela napas panjang, saat menemukan kebenaran atas dugaannya. Di sana, di dalam ruang kerjanya. Alan tengah menatap layar laptopnya dengan tampang serius sekali. Membuatnya terlihat bersahaja dan tampan sekali. Ah, mema

  • Bukan Mauku Menjomlo   Ekstra part 4

    Ekstra part 4"Sudahlah, Alan. Biar aku saja yang jadi mengajak istrimu berkeliling. Aku janji tidak akan membuat istrimu lecet. Jadi, kau tidak harus menyusahkan diri sendiri seperti itu."Alan langsung mendengkus kesal, saat lagi-lagi Frans mengejeknya ketika jatuh dari motor.Ya. Demi Hasmi. Alan akhirnya memutuskan belajar motor kembali, agar bisa memenuhi ngidam sang istri. Meminta bantuan pada Frans yang memang lihai dalam hal kendaraan beroda dua itu. Awalnya Alan ingin minta di ajarkan lagi dalam mengendarai motor. Siapa sangka? Ternyata pria itu malah terus mengejeknya sepanjang latihan."Terima kasih, Frans. Aku masih bisa menuruti ngidam istriku seorang diri. Kau diam menyimak saja," balas Alan kemudian. Tidak akan pernah mengijinkan Frans berdekatan dengan istrinya lagi. Apalagi, setelah tahu perasaan pria itu pada sang istri. Alan tidak ingin memberi celah sedikitpun untuk sebuah perselingkuhan. Ah, ya! Satu rahasia ya

  • Bukan Mauku Menjomlo   Ekstra part 3

    *Happy Reading*Entah sudah jadi sugesti atau memang kebetulan saja. Sejak mengetahui jika sudah berbadan dua, tubuh Hasmi pun mulai merasakan kodisi yang biasa ibu hamil rasakan. Mual-mual dan lain macamnya. Namun, yang paling membuat Hasmi kewalahan adalah muntah-muntah yang di alaminya. Karena hal itu bukan cuma saat pagi hari saja, tetapi bisa seharian full dan membuatnya tidak bisa berjauhan dari kamar mandi. Selain muntah yang berlebihan, Hasmi juga tidak berselera makan sejak hamil. Semakin dia makan, semakin sering dia muntah. Terutama dengan makanan pokok negara kita, yaitu nasi. Jangankan memakannya, mendengar namanya saja dia sudah mual. Dengan kondisinya yang seperti itu, sudah bisa dipastikan. Hanya dalam hitungan hari saja, Hasmi pun drop. Mengharuskannya bedrest total dan mendapat asupan makanan dari selang infus.Sebagai seorang suami, Alan pun dirundung kesedihan melihat kondisi Hasmi. Seandainya saja dia bisa menggant

  • Bukan Mauku Menjomlo   Ekstra part 2

    *Happy Reading*"Nah, udah kelar! Lo? Udah kelar juga, gak?" Hasmi melirik Mira, menanyakan pekerjaan gadis itu. "Bereslah! Miwra gitchu, loh!""Najis! So imut bet lo!" Hasmi misuh-misuh kesal melihat tingkah Mira. "Emang imoet kakak ...." sahut Mira sengaja mengedip-ngedipkan mata seperti orang cacingan. Ingin menggoda Hasmi"Semerdeka lo aja dah, Mir. Males debat gue." Hasmi mengalah. "Dahlah, yuk sholat dulu. Udah masuk waktunya, kan?" Hasmi memilih mengalihkan obrolan pada yang lebih berfaedah. "Udah, sih. Tapi lo duluan aja.""Lah, Ngapa? Lagi males atau ngerasa udah banyak pahala?" sindir Hasmi."Bukan, gela! Gue lagi dateng bulan."Owh ... pantas saja. Soalnya setahu Hasmi, meski si Mira ini bar-bar dan adminnya lambe jemblehnya rumah sakit ini. Tetapi perkara sholat, gak pernah ketinggalan. Bahkan bisa dikatakan jempolan, soalnya gak nunda-nunda waktu. "Oh gitu ...." Hasmi menganggu

  • Bukan Mauku Menjomlo   Ekstra part 1

    *Happy Reading*(Author pov)Hari ini sabtu dan Alan sedang libur. Pria itu sengaja tidur lagi sehabis sholat subuh, karena memang tak punya rencana apapun hari ini. Hanya bersantai ria dengan istri tercinta yang pastinya sedang sibuk membersihkan rumah.Jangan salah kira. Alan bukannya mau menjadikan istrinya itu sebagai pembantu di rumahnya sendiri. Hanya saja, Hasmi memang suka bebenah orangnya, dan tidak ingin memiliki pembantu dulu."Nanti saja punya pembantunya, A. Sekarang Hasmi belum butuh. Lagian, di rumah ini juga hanya kita berdua. Hasmi masih bisa mengurus semuanya sendirian."Itu katanya, saat Alan tawarkan seorang pembantu untuk membantunya mengurus rumah mereka. Meski sudah dibujuk bagaimana pun. Jawaban wanita itu tetap sama. Belum butuh. Begitu saja terus. Sampai Alan menyerah dalam membujuk wanitanya. Karena tak ingin malah jadi ribut nantinya. Kadang, istrinya itu memang sangat keras kepala. Makanya Alan memilih me

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status